Jihad NU Melawan
Korupsi
Judul
: Jihad NU Melawan Korupsi: Studi Kontemporer Fiqih Antikorupsi di Indonesia
Penulis
: Rumadi
Ahmad, dkk
Editor
: Marzuki Wahid & Hifdzil Alim
Penerbit
: Lakpesdam PBNU
Tahun
: 2016
Tebal
: XVI + 194, ISBN 978-979-18217-8-0
Sudah lama kita yakini,
perjuangan melawan korupsi merupakan perjuangan yang sejalan dengan spirit
keagamaan (ruhul jihad). Dalam situasi seperti sekarang ini, perang melawan
korupsi bisa disepadankan dengan jihad fi sabilillah. Tidak ada yang menyangkal
bahwa korupsi merupakan tindakan kejahatan, bahkan ada yang menyebut sebagai
kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang tidak bisa diperangi dengan
cara-cara yang biasa. Karena itu, diperlukan kesungguhan dengan mengerahkan
seluruh kemampuan untuk memberantas kejahatan korupsi. Itulah jihad fi
sabilillah.
Bukan hanya aparat
penegak hukum yang menangkap koruptor atau aktivis yang jihad melawan korupsi,
para pemimpin dalam berbagai tingkatan yang menyelamatkan uang negara agar
tidak dikorup, pada dasarnya dia sedang menjalankan misi luhur agama, jihad fi
sabilillah. Pemimpin-pemimpin yang diberi amanat untuk mengelola uang dan
kekayaaan negara, dan mereka berhasil menunaikan tugas dengan cara
men-tasharruf-kan yang benar dan tidak dikorup, pada dasarnya mereka menjalankan
misi agung, yaitu misi menegakkan keadilan untuk kemaslahatan (tahqiqul ’adli
li ishlahi ar-ra’iyyah).
Korupsi adalah
tindakan memporak-porandakan keadilan. Implikasi korupsi adalah terjadinya
kerusakan, terlanggarnya hak asasi manusia, pemiskinan, kehancuran tatanan
kehidupan, dan sebagainya. Hal inilah yang diperangi oleh semua agama. Karena
itu, agama tidak bisa dijadikan tempat berlindung para koruptor.
Jihad melawan korupsi
tidak bisa hanya dilakukan dengan menangkapi koruptor setiap hari dengan harapan
menimbulkan efek jera. Dalam praktik pemberantasan korupsi di Indonesia
membuktikan, penangkapan dan penghukuman para koruptor tidak serta merta
menghilangkan korupsi. Korupsi masih tetap subur di mana-mana. Bukan berarti
penindakan terhadap koruptor tidak penting, tetapi hal ini tidak cukup. Upaya
pencegahan yang selama ini kurang menjadi prioritas perlu mendapatkan perhatian
lebih serius.
Dalam Islam, upaya
pencegahan dan penindakan terdapat dalam istilah dar’ul mafasid wa jalbul
mashalih. Melakukan pencegahan korupsi pada dasarnya merupakan upaya mencegah
terjadinya kerusakan (dar’ul mafasid), sedangkan melakukan penindakan dengan
menangkap dan menghukum koruptor bisa disebut sebagai upaya jalbul mashalih.
Dalam qawa’id fiqhiyyah terdapat kaidah bagaimana mengimplementasikan
pencegahan dan penindakan: dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih,
upaya mencegah kerusakan (pencegahan korupsi) harus didahulukan daripada
mencari kemaslahatan (penindakan korupsi). Di sinilah pentingnya aparat penegak
hukum antikorupsi, terutama KPK, lebih memperkuat upaya-upaya pencegahan
korupsi, bekerjasama dengan masyarakat sipil, khususnya organisasi keagamaan.
NU sebagai organisasi
sosial keagamaan mendukung penuh penguatan pencegahan korupsi ini. Wawasan
tentang antikorupsi tidak boleh hanya menjadi pengetahuan, tetapi harus
menginternalisasi menjadi nilai-nilai yang memengaruhi tindakan. Perkembangan hukum
antikorupsi dan juga modus-modus baru korupsi harus diketahui masyarakat.
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) misalnya, merupakan hal baru yang harus
diketahui masyarakat. Tentu, saya sangat sedih jika tokoh NU atau pesantren
yang tidak tahu apa-apa, tiba-tiba terseret persoalan korupsi karena
ketidaktahuannya. Karena itu, penting sekali memberi wawasan kepada para kiai
dan tokoh-tokoh pesantren tentang perkembangan ini yang kapan saja bisa
menjerat kita.
Lembaga Bahtsul
Masa’il (LBM) NU juga bisa melakukan pembahasan sejumlah persoalan baru terkait
tindak pidana korupsi yang dibahas dalam buku ini, misalnya soal konflik
kepentingan (conflict of interest), pemilik keuntungan (beneficial ownership),
perdagangan pengaruh (trading in influence), imbal balik (kickback), dan
sebagainya. Fiqih Islam perlu melihat persoalan-persoalan tersebut untuk
memberi perspektif pada perkembangan hukum antikorupsi. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar