KHOTBAH JUMAT
Kisah Sahabat dan Seekor Onta dalam Hijrah
Rasulullah
Demikianlah akhirnya onta tunggangan
Rasulullah saw sesampainya di Madinah, memilih berhenti di depan rumah yang
sederhana milik seorang sahabat yang sederhana setelah melewati berbagai
kediaman mewah milik bangsawan kota Madinah yang telah disediakan untuk
Rasulullah sebagai rumah singgah.
الحمد
لله أحمده وسبحانه وتعالى على نعمه الغزار, أشكره على قسمه المدرار, . أشهد ان لا
اله الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده و رسوله النبي المختار.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله الأطهار وأصحابه الأخيار وسلم تسليما كثيرا. أما
بعد فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون. وقال الله تعالى
: وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا
خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama meningkatkan kadar
ketaqwaan dalam diri kita, semoga tahun baru ini menjadi awal yang baik menuju
kehidupan yang lebih baik. Bagi kaum muslim Hijrah Rasulullah saw adalah
momentum terpenting yang sarat akan makna dan penuh dengan hikmah.Hijrahnya
Rasulullah saw sering dijadikan titik balik ataupun titik mula semangat
perubahan menuju yang lebih baik. Apalagi jika peringatan Hijrah Rasulullah saw
dihubungkan dengan tahun baru hijriyah. Maka tahun baru itu tentunya akan lebih
bermakna.
Dua kisah Rasulullah saw yang akan
disampaikan kali ini merupakan penggalan dari prosesi hijrah Rasulullah saw.
yang sering dilewatkan, karena tokoh utama dalam kisah ini adalah seorang
sahabat anshar yang bernama Abu Ayyub al-Anshari dan onta yang setia
mengantarkan Rasulullah saw.
Setalah menempuh perjalanan dari Makkah,
akhirnya Rasulullah saw pun sampai ke gerbang pintu kota Madinah. Sambutan kaum
anshar sebagai penduduk Madinah amat sangatlah hangatnya. Sepanjang jalas
dihias dengan warna-warni keceriaan. Sudut-sudut kota dibersihkan untuk
menyambut kedatangannya. Rumah-rumah di sepanjang jalan telah bersiap menerima
tamu agung. Setiap tuan rumah sibuk menyiapkan hidangan berbagai masakan. Ruang
tamu ditata rapi lengkap dengan hidangan dan minuman tak ketinggalan permadani
berbulu tebal dialaskan. Mereka semua mengharapkan Rasulullah saw akan sudi
singgah dan menjadikan rumah mereka sebagai tempat tinggalnya. Bahkan dalam
hati masing-masing pembesar anshar ini terbersit kebanggan diri bahwa “Rasulullah
pasti akan senang tinggal di rumahku yang mewah dan nyaman, karena aku telang
melengkapi segala macam fasilitasnya”.
Akan tetapi ketika Rasulullah saw memasuki
pintu gerbang kota Madinah beliau langsung turun dari ontanya, seperlu
menyalami dan membalas sambutan hangat dari masyarakat kota. Mereka saling
mendahului menyalami, memeluk dan mengelu-elukan Rasulullah saw. sebagai
rembulan di tengah gelap malam. Sambutan itu terus mengalir hingga mereka
saling berebut mempersilahkan Rasulullah saw. singgah dikediamannya. Demikian
mereka saling serobot menggelendeng onta Rasulullah menuju rumah mereka, dengan
harapan Rasulullah akan mengikutinya. Akan tetapi tidak demikian, karena
Rasulullah saw. segera mesergah mereka dan memerintahkan agar ontanya dibiarkan
memilih tempat istirahatnya sendiri, dan di sanalah Rasulullah saw akan
singgah.
Para Hadirin Jam’ah Jum’ah yang Berbahagia
Sementara itu diantara rumah-rumah yang indah
dan mewah di sepanjang jalan kota Madinah, terdapat sebuah rumah sederhana yang
tidak dapat dikatakan mewah. Perabot sederhana dan permadani agak usang
terpasang di ruang tamu. Itulah kediaman Abu Ayyub al-Anshari. Sahabat yang
merasa rumahnya bukanlah standard yang pantas untuk disinggahi Utusan Allah
Muahmmad saw. dalam hati kecilnya merasakan betapa besarnya rasa hormat-ta’dhim
kepada Rasulullah saw yang amat sangat, sehingga ia merasa rumahnya terlalu
sederhana dijadikan persinggahan manusia termulia di alam raya ini. Apalagi
bila dipikir dirinya bukanlah salah seorang bangsawan terkemuka di Madinah. Dia
merasa menjadi manusia hina apalagi jika dibandingkan Rasulullah saw. Begitulah
keadaannya sehingga ia tidak berani menawarkan rumahnya untuk tempat
persinggahan Rasul yang Mulia.
Namun apa yang terjadi, justru onta itu terus
berjalan melewati rumah-rumah mewah, melewati bangunan-bangunan kokoh dan
akhirnya malah memasuki pelataran rumah Abu Ayyub al-Anshari. Sehingga tempat
itulah yang dipilih Rasulullah saw sebagai tempat singgahnya. Rumah sederhana
dengan tuan rumah yang sangat merendahkan diri. Betapa bersukurnya Abu Ayyub
al-Anshari atas anugrah yang diberikan oleh Allah kepadanya, sebagai tuan rumah
dari Utusan yang Paling Mulia Rasulullah saw.
Jama’ah Rahimakumullah
Demikianlah kisah ini menunjukkan kebenaran
sabda Rasulullah saw barang siapa merendahkan diri, merasa dirinya hina
dibandingkan manusia lain (tawadhu’) Allah swt akan menjunjung derjatnya.
Begitu juga sebaliknya, barang siapa yang sombong, merasa dirinya lebih hebat
dari yang lain (kibriya’) pastilah Allah akan menjatuhkannya.
من
توضع رفعه الله ومن تكبر وضعه الله
Abu Ayyub al-Anshari adalah orang yang
tawadhu’, orang yang merasa dirinya tidaklah semulia para bangsawan Madinah.
Orang yang merasa kediamannya paling buruk dan paling tidak pantas untuk
disinggahi manusia semulia Rasulillah saw. Jangankan menawarkan rumah untuk
singgah Rasulullah saw sebagaimana yang dilakukan para bangsawan Madinah,
merasa layakpun ia tidak berani. Itulah gambaran ketawadhuan Abu Ayyub
al-Anshari yang Justru dipilih oleh Allah swt sebagai tuan rumah atas hijrah
Rasulul-Nya.
Begitulah Allah memuliakan orang yang
tawadhu’ mengalahkan mereka yang sombong. Allah perintahkan Jibril menghentikan
onta Rasulullah pas di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari. Karena Rasulullah saw
sebagai pribadi yang sangat merendahkan diri, hanya cocok dengan sahabat yang
memiliki pribadi tawadhu pula.
Allah sendiri telah membuktikan ketawadhuan
Rasulullah saw ketika beliau bersama para Nabi dan Rasul-Nya menjawab
pertanyaan dari-Nya. Dikisahkan dalam sebuah percakapan Allah bertanya kepada
Nabi Ibrahim as. “Wahai Ibrahim, siapakah dirimu?” Nabi Ibrahim menjawab “ana
khalilullah” saya adalah kekasih Allah. Sebuah jawaban yang tepat dan tidak
salah. Sesuai dengan julukannya sebagai khalilullah. Demikian pula jawaban Nabi
Musa as. ketika ditanya oleh Allah “Wahai Musa siapakah kamu itu?” Nabi Musa
menjawab “ana kalimullah” saya adalah orang yang diajak bicara oleh Allah,
Sebuah jawaban yang tepat dan tidak salah. Sesuai dengan julukannya sebagai
Kalimullah. Begitu pula jawaban Nabi Isa ketika ditanya oleh Allah “wahai Isa
siapakah engaku?” Nabi Isa juga menjawa “ana ruhullah”. Sebuah jawaban yang
tepat dan tidak salah. Sesuai dengan julukannya sebagai ruhullah. Sesuai dengan
mu’jizat yang dimilikinya mampu menghidupkan orang yang sudah meninggal.
Jama’ah Jum’ah Umat Rasululla saw
Giliran Rasulullah Muhammad saw ditanya oleh
Allah “Hai Muhammad, siapakah Kamu?” Rasulullah menjawab “anal Yatim” saya
adalah anak yatim. Sebuah jawaban yang sangat merendahkan diri. Rasulullah saw
sebagai Nabi dan Rasul terakhir, manusia paling sempurna dan paling dicinta
oleh Allah swt. tentunya bisa menjawab dengan sedikit lebih gagah, karena
posisi Muhammad Rasulullah saw sebenarnya melebihi Rasul dan Nabi yang lain.
Akan tetapi Muhammad Rasulullah saw memilih ‘yatim’ sebagai prediketnya. Sebuah
posisi yang sering dihinakan dan disepele manusia di dunia, anal yatiim. Justru
kerendahan diri Rasulullah inilah yang menjadi bukti ketinggian derajatnya
diantara para nabi da Rasul yang lain.
Demikianlah dua kisah Rasulullah ini dapat
menjadi tauladan bagi kita semua. Bahwa sudah sepantasnya kita merasa diri ini
bukanlah siapa-siapa dihadapan Allah Yang Maha Kuasa. demikianlah yang
diinginkan Allah swt atas hamba-hambanya, agar menjadi orang yang tawadhu bukan
menjadi orang yang sombong. Sebagaimana disinggung oleh-Nya dalam al-Qur’an.
وَعِبَادُ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ
الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.
Artinya bahwa diantara tanda-tanda orang yang
memiliki sifat tawadhu’ selalu berjalan dengan menundukkan kepala. Seolah-olah
tidak pernah melihat langit. Berjalan dengan santai tanpa membusungkan dada.
Meskipun ia memiliki kuasa sebagai gubernur, jendral ataupun ulama misalnya.
Hal ini berbeda dengan orang-orang yang sombong yang berjalan dengan mendongak
ke atas tidak pernah melihat bumi. Bahkan ketika mereka disapa dan dikomentari,
mereka hanya menjawab ‘salama’, yang artinya keselamatan atas kita semua,
diantara kita tidak ada yang lebih baik, aku juga tidak lebih baik dari kamu
begitu juga sebaliknya.
Demikianlah khotbah jum’ah kali ini. Semoga
tahun baru ini menjadi titik awal perubahan diri kita mengurngi kesombongan
diri menuju ketawadhua’an. Karena sesungguhnya Allah memuliakan mereka yang
merendahkan dirinya.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ
ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ
اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar