Maraton Dua Perusahaan Ikan yang
Baru Bangkit
Senin, 11 November 2013
Satu lagi perusahaan BUMN yang
selama ini “tidak hidup dan tidak mati” kini bergairah kembali: Perum Perikanan
Indonesia (Perindo). Nasibnya pernah sama dengan PT Perikanan Nusantara
(Prinus) yang pingsan bertahun-tahun.
Kini
dua-duanya hidup kembali. Kalau PT Prinus bergerak di bidang penangkapan ikan,
Perum Perindo menekuni bidang pelabuhan khusus perikanan. Kalau kisah
kebangkitan PT Prinus sudah saya uraikan pada Manufacturing Hope 96, giliran
hari ini saya mengisahkan kebangkitan Perum Perindo.
Memang
dua perusahaan itu seperti tumpang tindih. PT Prinus juga memiliki pelabuhan
ikan, Perum Perindo juga mengembangkan ikan. Tapi, biarlah masing-masing hidup
dulu, mengembangkan diri dulu, dan kelak entah harus disatukan atau tidak.
Sudah
terbukti langkah penyatuan perusahaan tidak selalu betul. PT Prinus sendiri
adalah gabungan (hasil merger) dari lima perusahaan perikanan milik negara. Toh
tertatih-tatih juga sebelum akhirnya bangkit dan berlari.
Sebetulnya
basis Perum Perindo sangat kuat dan strategis. Perusahaan itu menguasai lahan
pelabuhan ikan seluas 76 hektare (ha) di Muara Baru, Jakarta. Juga memiliki
pelabuhan ikan di lima kota lain seperti Pekalongan, Jawa Tengah; Belawan,
Sumatera Utara; dan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Entah bagaimana dulunya
perusahaan itu dikelola hingga kian lama kian lemah.
Awal 2013
adalah awal pembenahan Perum Perindo. Direksi baru ditetapkan. Dirutnya masih
muda: 37 tahun. Dia seorang doktor perikanan dari Undip Semarang. Dia seorang
pekerja keras dan mampu bekerja secara tim. Dia juga bukan seorang yang bossy
sehingga rajin turun ke lapangan.
Sebelum
diangkat menjadi Dirut, Agus Suherman sudah teruji dalam penilaian
integritasnya. Saya perlu satu tahun untuk mengamati caranya bekerja dan
mengamati perilakunya sehari-hari di Kementerian BUMN.
Memang
tidak mudah bagi Agus untuk membenahi Perum Perindo. Dari lahan 76 ha di Muara
Baru itu, sebagian besar sudah disewa-sewakan. Sewanya pun panjang-panjang: 30
tahun. Tarifnya sangat murah.
Yang
seperti itu memang lazim di perusahaan pemerintah pada masa lalu. Termasuk di
pelabuhan Ambon yang masuk PT Pelindo IV. Untungnya, di Pelindo masa sewanya
tidak lama. Tahun ini berakhir. Tahun depan lahan pelabuhan Ambon akan dikelola
sendiri oleh BUMN tersebut.
Di Perum
Perindo, dampak sewa yang sangat murah itu juga membuat penyewanya tidak
bersemangat. Banyak lahan dibiarkan telantar di situ. Toh bayar sewanya hanya
Rp 10 juta per hektare per tahun.
Agus
mulai menertibkannya. Tidak sia-sia Pak Mustafa Abubakar dulu menarik Agus dari
Semarang ke Jakarta dan menjadi pejabat eselon III di Kementerian BUMN. Dia
berani bertindak. Dia peringatkan para penyewa yang lalai itu: kalau tidak
dibangun akan diambil perusahaan untuk dikelola sendiri.
Berkat peringatan
itu, kini banyak perubahan. Waktu saya meninjau Perum Perindo Kamis lalu
(sambil rapim BUMN di situ) terlihat kegiatan pembangunan pabrik di berbagai
lokasi.
Saya
memimpikan Muara Baru bisa menjadi pelabuhan perikanan yang modern, tertata
rapi, dan menjadi kebanggaan bangsa. Pabrik es besar di situ yang semula sudah
kembang kempis kini bekerja penuh. Galangan kapal ikan yang hanya dua buah
sudah dibenahi.
Dulu
kapal ikan yang rusak harus antre panjang untuk diperbaiki. Antreannya bisa
sampai 200 kapal. Kini memang masih antre, tapi tingggal 80 kapal.
Untuk
itu, Perum Perindo akan menambah dua galangan lagi. Enam bulan ke depan harus
sudah jadi. Agar jumlah kapal ikan yang antre berkisar 20. Dengan cepatnya
perbaikan kapal-kapal ikan yang rusak, otomatis produksi ikan akan meningkat.
Agus juga
berencana membenahi bagian-bagian pelabuhan yang kumuh. Termasuk menetapkan
model sewa yang baik. Beberapa pabrik ikan di situ tidak bisa dibangkitkan
karena dalam status sitaan bank. Rupanya, karena jangka sewa yang panjang itu,
banyak juga aset di situ yang diagunkan ke bank. Ketika kreditnya bermasalah,
pabriknya disita.
Meski
statusnya perum, Agus bisa membawa Perindo menjadi perusahaan yang untung. Ini
sekaligus jadi pelajaran bagi BUMN berstatus perum lainnya. Tapi, saya tidak
akan menuntut laba yang besar dari Perum Perindo. Tuntutan terbesar adalah
memajukan industri perikanan Indonesia.
Saya akan
mempertahankan dua perusahaan perikanan BUMN itu untuk berdiri sendiri-sendiri.
Tidak akan digabung. Saya akan mempertandingkan keduanya head-to-head. Saya
ingin menciptakan persaingan internal BUMN perikanan itu.
Laut
Indonesia begitu luasnya. Jangankan dua perusahaan perikanan. Lima perusahaan
pun kuat ditampung oleh luasnya wilayah laut Nusantara. Tahun depan adalah
tahun dimulainya lomba maraton antara PT Prinus dan Perum Perindo. (*)
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar