Mengukur Kerumitan Pangkalan Susu
Senin, 18 November 2013
Sudah pukul 20.30, perjalanan
darat dari Medan ke Pangkalan Susu baru dapat setengahnya. Manufacturing Hope
ke-103 ini belum ditulis. Redaktur media sudah menunggu. Jam segitu tulisan ini
biasanya sudah terkirim.
Tadi
malam saya harus ke Pangkalan Susu, tiga jam perjalanan darat dari Medan. Di
Pangkalan Susu ini sedang dibangun proyek pembangkit listrik paling besar di
Sumatera: PLTU 2×200 MW. Saya harus bermalam di proyek ini. Mengapa?
Seharusnya
proyek ini sudah jadi. Dan Sumatera Utara tidak kekurangan listrik. Tapi
nyatanya tidak demikian. Bangunan dan mesin-mesinnya sendiri sudah selesai
dipasang tapi belum bisa dites. Perlu listrik 6 MW untuk tes satu per satu
peralatan yang sudah dipasang itu. Sumber listrik yang ada tidak sampai segitu.
Hanya bisa untuk tes bagian-bagian mesin yang kecil.
Maka
sebelum tiba di proyek, saya harus menulis naskah ini di dalam mobil. Sambil
terguncang-guncang. Kadang kepala agak pusing. Saya harap begitu tiba di lokasi
proyek tulisan ini sudah jadi. Begitu tiba di proyek bisa langsung rapat sampai
tengah malam.
Nasib
kelistrikan Sumut memang tidak sebaik daerah lain. Proyek Asahan 3 (PLTA) dulu
terhambat izin Pemprov. Proyek PLTP di Sarulla sempat terhambat perjanjian
dengan Jepang. Dan PLTU besar di Pangkalan Susu ini terhambat macam-macam.
Termasuk sulitnya mendapat persetujuan untuk mendirikan transmisi.
Padahal
sebuah pembangkit listrik membutuhkan transmisi. Kalau tidak, listrik yang
dihasilkan tidak bisa dikirim ke kota Medan.
Tanpa
transmisi itu PLTU Pangkalan Susu tidak dapat listrik untuk tes dan
menjalankannya. Sampai tadi malam masih 17 tiang menuju Medan yang belum bisa
didirikan. Belum dapat izin pemilik tanah. Akibatnya PLTU ini tidak bisa segera
dites. Padahal tanpa tes alat-alatnya yang sudah dipasang, PLTU itu tidak akan
mungkin bisa dicoba untuk dijalankan.
Tadi
malam saya ke Pangkalan Susu untu merapatkan semua hambatan itu. Sebuah koran
di Medan menulis besar-besar: Dahlan Iskan Ingkar Janji. Saya harus menerima
kritik itu dengan hati yang lapang. Saya harus penuhi komitmen untuk
membereskan listrik Sumut, meskipun saya ini Menteri BUMN. Saya memang sudah
menduga persoalan listrik di Medan amat sulit tapi tidak menyangka kalau
serumit ini.
Soal-soal
hambatan seperti itu memang umum terjadi di daeran lain, tapi karena listrik
adalah kebutuhan bersama maka hambatan biasanya diselesaikan cepat. Pernah
Bupati Indramayu waktu itu Irianto MS Syaifuddin (Biasa dipanggil Yance, kini
digantikan istri beliau) mempertaruhkan jabatan agar tiang-tiang listrik di
daerahnya cepat berdiri.
Saya juga
pernah menemui kasus yang sama di Tangerang. PLTU di Teluk Naga hampir jadi
tapi transmisinya terhambat. Saya tantang kepala proyeknya: kalau bisa
diselesaikan sebelum PLTU jadi akan saya beri hadiah mobil Avanza. Saya tahu
tidak ada anggaran untuk itu. Tapi kalau transmisi itu beres, negara menghemat
Rp 2 triliun setiap tahun. Akhirnya jadi. Saya belikan dia Avanza dari dana
pribadi.
Saya
belum tahu apakah saya harus melakukan hal yang sama di Pangkalan Susu ini.
Saat menulis ini saya belum rapat. Saya baru akan tahu tingkat kerumitan
persoalannya setelah rapat.
Saya juga
sudah rapat dengan direksi PT Inalum dua hari lalu. Saya minta inalum
menyumbangkan listrik lebih banyak untuk Sumut. Pak Sijabat, Plt Dirut Inalum
sudah menyanggupi. Tapi tunggu awal Desember nanti. Setelah perbaikan satu
generatornya selesai.
Selama
ini Inalum sudah rutin menyumbang PLN Sumut sebanyak 50 MW. Yakni sejak saya
menjabat Dirut PLN dulu. Nanti, mulai bulan depan akan bertambah. “Bisa tambah
30 MW lagi,” ujar Sijabat.
Tidak
hanya itu, saya akan izinkan Inalum membangun PLTU besar di Kuala Tanjung.
Untuk meningkatkan kapasitas pabrik alumunium sekalian menjual listriknya ke
PLN Sumut.
Proyek
listrik Inalum itu pasti lebih cepat: uang ada, lokasi ada, pelabuhan sudah punya.
Tinggal membangun di lokasi yang sudah matang.
Jam
21.00, ketika saya selesai menulis Manufacturing Hope ke-103 ini, saya tiba di
lokasi proyek. Tulisan ini harus saya akhiri dulu. Peserta rapat sudah
berkumpul. Saya juga sudah minta disediakan kamar darurat untuk tidur di proyek
ini.(*)
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar