Saya Memang Teman Luhut
Oleh: Moh Mahfud MD
Kita sadar, jagat politik kerap memang liar, kejam, dan buas.
Muhammad Abduh pernah berdoa, audzu billahi minas siyaasati was siyaasiyyien,
“Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan politik dan politikus”.
Oleh sebab itu saat melakukan pilihan politik, mendukung
Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014, saya sudah menghitung akan ada pujian dan
cercaan serta serangan-serangan buas dan liar. Saat saya mengembalikan mandat
sebagai Timkamnas Prabowo-Hatta, dan Prabowo menyatakan menarik diri dari
proses rekapitulasi suara di KPU, muncul serangan-serangan liar. Saya sendiri
mengembalikan mandat sebagai tanggung jawab moral karena ternyata gagal
mengantar kemenangan Prabowo-Hatta secara mulus.
Saya tidak lagi bisa terus jadi ketua Timkamnas karena tugas sudah
selesai dan ditutup dengan pengumuman pemenang oleh KPU. Saya pun tak masuk ke
Tim Hukum yang akan berjuang ke MK karena ada perbedaan antara tugas Timkamnas
dan Tim Hukum. Muncullah tuduhan keji. Katanya, saya diselundupkan oleh Luhut
Panjaitan untuk melemahkan Prabowo-Hatta.
Alasannya, saya berteman dekat dengan Luhut, punya perusahaan
bersama Luhut, bahkan ada foto saya dengan cucunya Luhut di YouTube . Saya
perlu menegaskan bahwa Luhut B Panjaitan memang teman dekat saya. Saya
berkenalan dengan Luhut B Panjaitan saat kami sama-sama menjadi menteri di
Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001). Setelah Gus Dur jatuh, kami
sering berkumpul di rumah Pak Luhut untuk berdiskusi sambil bercanda dengan Gus
Dur.
Sering hadir dalam pertemuan-pertemuan itu, antara lain Moeslim Abdurrahman
dan Yenny Wahid. Kami sering mendiskusikan masalah nasionalisme dan pluralisme
untuk kejayaan masa depan Indonesia. Sebagai kesan mendalam atas
diskusi-diskusi itu saya pernah menulis artikel khusus di Harian Seputar
Indonesia dengan judul “Kiai Luhut dan Romo Moeslim”.
Luhut yang Kristen saya panggil Kiai, Moeslim yang Islam saya
sebut Romo (pastor) karena pemahaman dan penghayatannya tentang nasionalisme,
pluralisme, dan toleransi. Ketika menjadi anggota DPR berdasar hasil Pemilu
2004, saya terus sibuk mengajar di berbagai kampus dan berkunjung ke berbagai
daerah untuk berbagai ceramah.
Karena menurut Pak Luhut, gaji DPR tak cukup untuk seabrek
kegiatan sosial dan pendidikan yang saya lakukan, maka dia menawarkan bantuan
dana bulanan kepada saya untuk tiket-tiket pesawat. Saya pun menolak, karena
menurut UU, anggota DPR tidak boleh menerima pemberian tanpa ikatan atau
gratifikasi.
Karena Pak Luhut sangat ingin membantu maka pada tahun 2007 saya
diminta bekerja sebagai komisaris di perusahaannya, yakni PT Bangun Bejana Baja
(PT BBB). Anggota DPR memang tidak dilarang ikut dalam perusahaan. Dari
perusahaan itu, saya mendapat gaji sekitar dua puluh juta rupiah setiap bulan,
cukup untuk membeli tiket ke sana ke mari. Tetapi ketika pada tahun 2008 saya
terpilih sebagai hakim MK, saya langsung mengundurkan diri dan berhenti bekerja
di PT BBB.
Pasalnya, hakim MK itu selain dilarang menerima gratifikasi, juga
dilarang bekerja di perusahaan. Pak Luhut tetap berusaha membantu saya dengan
alasan membantu tanpa kaitan dengan tugas saya sebagai hakim, karena dia tak
pernah punya perkara di MK. Tapi saya tetap menolaknya. Melalui akta notaris,
saya berhenti dari PT BBB itu pada April 2008.
Selama menjadi hakim MK, saya tetap sering ke rumah Luhut, tetapi
tak pernah mau menerima bantuan dana. Saat saya akan mantu dan hanya mengambil
tempat di gedung Diklat MK (Bekasi), Pak Luhut menawari agar resepsi dilakukan
di sebuah hotel yang bagus sebab yang akan hadir para pejabat tinggi, termasuk
presiden dan wapres. Tapi saya menolaknya. Jadi, isu saya punya perusahaan
bersama Luhut itu adalah cerita tahun 2007 yang sudah bubar di tahun 2008.
Saya baru bersedia lagi mendapat bantuan dari Pak Luhut setelah
berhenti dari MK. Juni tahun 2013, saya diberi dua ajudan (pensiunan) Kopassus
oleh Pak Luhut. Katanya saya perlu ada yang menjaga. Saya juga pernah memberi
testimoni melalui video tentang Ully, cucu Pak Luhut. Beliau itu sangat cerdas
dan kreatif menginspirasi anak-anak sebayanya, sehingga saya memujinya sebagai
tunas bangsa yang patut ditiru oleh anak-anak lain. Testimoni yang kemudian
diunggah di YouTube ini dijadikan peluru juga untuk menyerang saya sebagai
orang selundupan Luhut.
Padahal, testimoni itu dibuat jauh sebelum ada pencalonan
presiden. Menurut saya, testimoni itu sangat baik untuk anak kecil yang sangat
kreatif. Tak banyak yang tahu, setelah saya bergabung dengan Prabowo-Hatta, dua
ajudan saya yang disediakan oleh Pak Luhut mendapat teror gelap agar tak lagi
mendampingi saya.
Kedua orang itu saya kembalikan baik-baik ke Pak Luhut sambil
menitip agar keduanya diperlakukan dengan baik. Jadi, tak mungkinlah saya orang
selundupan Luhut. Saya sendiri total bekerja di Timkamnas Prabowo-Hatta sebagai
tanggung jawab pilihan politik.
Prabowo sendiri mengatakan, “Saya tahu sendiri Pak Mahfud tidak
gagal, sudah bekerja siang-malam untuk Timkamnas”. Jadi, Pak Luhut itu memang
teman saya. Prabowo juga teman saya. Keduanya adalah sahabat-sahabat saya
dengan segala pengalaman pahit getir yang kami lalui. []
KORAN SINDO, 02 Agustus 2014
Moh Mahfud MD ; Pakar Hukum Tata Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar