Pers Mengeroyok, Prabowo Harus Kalah
Oleh: Moh Mahfud MD
Capres Prabowo memang sangat fenomenal. Bayangkan, sekitar enam
minggu sebelum pemungutan suara, elektabilitas Prabowo kalah jauh (22 %)
terhadap Jokowi (46 %).
Tapi, saat pemungutan suara ternyata Prabowo mampu menempatkan
dirinya seimbang dengan rivalnya itu. Bahkan, Tim Prabowo-Hatta meyakini
Prabowo menang. Itu pun, Prabowo dikeroyok oleh lawan-lawannya melalui
sekelompok media massa secara brutal, jauh dari kaidah pers dengan segala kode
etiknya. Hantaman media terhadap Prabowo tidak hanya melalui pemberitaan yang
tidak imbang melainkan secara brutal melalui mutilasi berita, dilepas dari
konteksnya, sehingga Prabowo selalu disudutkan.
Bukan hanya Prabowo yang dibegitukan, Tim Prabowo-Hatta pun
dibantai secara sadis. Tiga hari sebelum KPU mengumumkan hasil penghitungan
suara, sebagai Ketua Timkamnas Prabowo-Hatta, saya diwawancarai oleh tiga
televisi tentang peluang Prabowo. Saya jawab, kami yakin Prabowo-Hatta menang,
tetapi jika ternyata nanti kalah, saya akan kembalikan mandat karena gagal
mengantarkan kemenanganPrabowo-Hatta.
Saya tak akan ikut tim hukum karena tim hukum dan timkamnas
tugasnya berbeda. Ternyata, salah satu media memutilasi berita itu dengan
menyiarkan secara berulang-ulang, “Mahfud MD kembalikan mandat karena gagal
memenangkan Prabowo Hatta.” Beritanya dimutilasi dengan membuang bagian atas
dan bagian bawahnya. Pada rapat resmi Tim Prabowo-Hatta tanggal 20 Juli 2014 di
Four Season Hotel ada semangat banyak tokoh di lingkungan Prabowo-Hatta untuk
menggugat ke MK.
Saat itu saya meminta data real count internal dan berbagai temuan
tim saksi dan data yang ditangani oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Saya
katakan sebagai ketua timkamnas, saya belum pernah mendapat data apa pun,
padahal kalau akan menggugat ke MK, harus ada kepastian tentang signifikansi
kesalahan penghitungan dan terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis,
dan masif.
Kalau tidak cermat, kita bisa terjerumus. Rupanya perdebatan di
hotel itu bersebar ke wartawan karena memang sangat banyak yang hadir meski
resminya yang boleh masuk dibatasi. Ketika pers mengonfirmasi hal itu maka saya
pun membenarkan mengajukan pertanyaan itu. Eh, beritanya dijadikan panas.
Ditulis, “Mahfud Kecewa pada PKS”, “Mahfud Tak Dapat Data Apa pun dari PKS”.
Isinya sekilas benar, tetapi sejatinya mengadu domba antara saya
dan PKS. Begitu juga soal penarikan diri dari proses rekapitulasi suara di KPU
yang terkait dengan peran Akbar Tanjung. Pers tahu bahwa rapat timkamnas yang
dipimpin langsung oleh Prabowo tanggal 22 Juli 2014 itu memutuskan menarik diri
dari proses rekapitulasi di KPU sesuai dengan usul Akbar Tanjung. Rapat itu
memang tidak steril karena memang banyak yang ikut nimbrung.
Sebagai ketua timkamnas, saat ditanya pers, saya jelaskan sebagai
informasi biasa. Kepada pers saya katakan bahwa pada rapat itu memang muncul
tiga opsi. Pertama, langsung menyiapkan gugatan ke MK; Kedua, menerima
keputusan KPU dengan legawa sebagai realitas politik; Ketiga, menolak untuk
melanjutkan rekapitulasi karena KPU tidak prudent dan tidak mengindahkan
rekomendasi-rekomendasi Bawaslu.
Alternatif ketiga ini diusulkan oleh tim Akbar Tanjung dan saya
ikut membahasnya pada dini hari di rumah Akbar Tanjung. Saya sangat setuju usul
Bang Akbar asal Prabowo setuju. Ternyata, rapat Tim Prabowo-Hatta siang harinya
menyambut dengan semangat dan setuju dengan usul Akbar Tanjung. Itulah yang
saya konfirmasikan kepada pers sebagai informasi biasa.
Tetapi, berita biasa dan usul bagus dari Akbar Tanjung itu menjadi
panas karena digoreng dengan judul-judul berita yang provokatif. Ada yang
menulis, “Akbar Tanjung Biang Pengunduran Diri Prabowo”, “Inisiatif Pengunduran
Diri Prabowo datang dari Akbar Tanjung”, dan judul-judul lain yang memojokkan
Akbar Tanjung.
Gorengan berita ini dijadikan alat oleh lawan-lawan politik Akbar
Tanjung di Golkar dengan ikut menuduh Akbar sebagai biang kerok yang dikesankan
jelek, padahal usulnya adalah usul yang baik dan disetujui oleh rapat secara
bulat. Loyalis Akbar pun kemudian ada yang menyerang saya. Ada yang mengatakan
saya membocorkan rahasia rapat, padahal itu bukan rahasia dan pers sudah tahu
sendiri apa yang dibicarakan dalam rapat.
Ada yang menuduh saya disusupkan oleh Luhut Panjaitan dengan
alasan saya teman dekat Luhut. Padahal, kedekatan saya dengan Luhut justru
menjadi retak ketika saya memberi tahu padanya bahwa saya akan bergabung dengan
Prabowo-Hatta. Ada juga yang menyebarkan foto-foto saya yang sedang
mengacungkan dua jari sambil menuduh saya berkomplot, mendukung capres nomor 2.
Padahal, foto-foto tersebut adalah foto-foto lama yang sudah
beredar saat kampanye untuk PKB pada Pileg Maret/April 2014. Karena, saat itu
saya berkampanye untuk PKB yang merupakan kontestan pileg nomor urut 2 maka
saya banyak berfoto dengan dua jari. Gorengan-gorengan, mutilasi berita, dan
sodokan atas Prabowo dan para pendukungnya ini dipastikan terus berlangsung
sampai keluarnya vonis MK.
Sebab ada yang punya target, “pokoknya Prabowo harus kalah”.
Semoga setelah keluarnya vonis MK, semua selesai dengan damai dan kita terus
membangun politik yang lebih beradab. []
KORAN SINDO, 01 Agustus 2014
Moh Mahfud MD ; Pakar Hukum Tata Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar