Selasa, 31 Desember 2013

(Ngaji of the Day) Mencuci Jiwa Secara Aktif dan Pasif



Mencuci Jiwa Secara Aktif dan Pasif
Oleh: Muhamad Kurtubi

IBADAH yang selama ini dilaksanakan baik shalat, puasa, zakat dan lainlain merupakan amalan yang utama untuk pencuci jiwa. Penciptanya langsung dari Allah swt. Selama peredaran udara melaui tarikan nafas, peredaran makanan terus berlanjut dan lintasan hati serta fikir terus berkecamuk, selama itu pula manusia harus membersihkannya. Karena hasil reaksi berbagai un-sur tubuh jiwa itu meninggalkan reaksi yang menghasilkan zat sisa (residu), maka ada yang rajin membersihaknya secara aktif. Namun ada pula yang tidak mau mencucinya secara rutin (pasif). Bagaimana se-baiknya mencuci jiwa yang terbaik?

Allah swt. Berfirman:

قد أفلح من تزكا وذكرسم ربه فصلى

“Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri dan menyebut nama Rabnya kemudian mendiri-kan shalat” (Al A’laa: 4).

Maksudnya membersihkan diri dari harta (sha-daqah/zakat) lalu bertak-bir dan mengerjakan sha-lat. Kemudian dalam ayat lain, sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya den-gan menunaikan ketaatan kepada Allah swt. (As Syams: 9).

Dari ayat ini jelas sekali perintah untuk selalu mensucikan diri baik harta benda, amal-amal perbuatan maupun jiwa dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah sw.

Di sini berarti segala amal ibadah dibentuk dan dibangun sebagai bagian dari upaya pembersihan. Dan Dengan demikian ke-pentingannya adalah untuk manusia bukan un-tuk Allah. Sebab Allah tidak membutuhkan kebaikan kita. Bahkan seandainya orang bertawa semuanya tidak akan menambah kerajaan Allah begitu sebaliknya jika manusia ingkar semuanya, tiada mengurangi kekua-saanNya.

Dilihat dari sejarah asal ciptaan, bahan dasar manusia itu diasembling oleh Tuhan dari lumpur hitam (Al Hijr: 26). Konon, pengaruh dari lumpur hitam ini, manusia tertarik dengan hal-hal berbau tanah. Bukankah harta benda banyak berasal dari tanah: besi, kayu, kaca, plastik dll. Jika semua ini dibuat barang-barang indah maka setiap orang ingin memilikinya. Karenanya, daya tarik bumi yang besar ini mesti diimbangi dengan daya tarik langit. Karena itu mencuci jiwa merupakan hal yang patut diperhatikan secara serius, salah satunya untuk mengurangi pengaruh unsur daya tarik bumi itu.

Secara lahir mencuci badan seperti mandi, gosok gigi dll, menyebabkan badan menjadi bersih. Hampir tiap orang merasa tidak betah jika mandi hanya sehari sekali. Di samping banyak daki yang mengotori kulit, juga akan mengganggu sirkulasi pernafasan kulit. Begitu juga berlaku saat meng-gosok gigi.

Mencuci Rohani

Demikian pula untuk masalah rohani. Ambil contoh berwudlu untuk shalat. Konon, perbuatan ini merupakan salah satu cara membersihkan diri karena mau menghadap Allah SWT dalam shalat. Tuhan Maha Suci, maka mengahdap padaNya mesti suci.

Contoh lain, shalat lima waktu. Ia juga merupakan alat pencuci yang palilng efektif bagi kotoran jiwa. Sehingga Rasulullah saw menggambarkan shalat lima waktu itu ibarat orang mandi di sungai jernih depan rumahnya lima kali sehari. Tentu kebersihannya akan ter-jaga. Firman Allah swt:

حافظوا على الصلوات والصلاة الوسطى وقوموا لله قانتين

Artinya: ” Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wust-haa. Berdirilah karena Al-lah (dalam shalatmu) den-gan khusyu`.” (Albaqarah: 238)

Mencuci Harta

Membersihakan harta juga merupakan perintah dari Allah swt. Qod aflaha man zakkahaa, wakod khoba man dassaha..” Sungguh beruntung orang yang membersihkan, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” Dengan demikian zakat itu merupakan alat pencuci harta.

Allah swt berfirman:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At Taubah: 103)

Mengapa harta perlu dicuci?

Hal karena di dalam harta yang kita miliki ada hak bagi orang yang meminta dan orang yang tidak meminta. (Adz Zdaariyaat: 19).

Riwayat dari Anas bin Malik ra. Rasulullah saw bersada:

ويل للأغنياء من الفقراء يوم القيامة يقولون ربنا ظلمونا حقوقنا التى فرضت لنا عليهم فيقول الله تعالى وعزتي وجلالي لأقربنكم ولأبعدنكم. ( تفسير القطبي

Artinya: “Celakalah orang-orang kaya. Sebab orang-orang fakir pada hari kiamat akan berteriak: “Ya Tuhan kami, mereka (orang2 kaya) telah berlaku dholim pada kami. Padahal mereka talah diwajibkan dengan hak-hak yang telah Engkau bebankan pada mereka. Lalu Allah berfirman: “Demi kemuliaan dan Ke-hormatanKu benar-benar akan Aku dekatkan (dikumpulkan untuk dihisab) atau jauhkan (dipisahkan mana yang ke neraka/ke syurga) kamu semuanya. (Tafsir Al Qurthubi).

Mencuci Cara Aktif & Pasif

Dari uraian di atas jelaskan bagi kita bahwa bersuci itu merupakan perintah Allah swt. Manfaatnya adalah utuk manusia sendiri: untuk jiwa, harta maupun badan. Metodologi (cara) mencucinya terserah kita: Apakah mau aktif atau mau pasif.

Jika melalui cara aktif, maka dengan melaksanakan shalat tanpa ditinggalkan. Namun apabila kita memilih cara pasif, maka dengan tidak mengerjakan shalat. Lalu siap-siap saja misalnya terserang stroke, kanker, atau penyakit berat lainnya. Sebab bukankah stroke merupakan upaya pembersihan secara pasif karena barangkali jarang menyentuh air wudhu.

Mencuci Harta. Jika ingin mencuci harta cara aktif, maka orang biasanya keluarkan harta untuk zakat, bersedekah, infak atau shadaqah. Namun bila memilih cara pasif, maka biasanya orang memilih tidak mau (enggan) mengerluarkan harta untuk dicuci. Konsekwensinya, jika tidak mau mengeluarkan zakat/Shadaqah, siap-siap saja misalnya terkena banjir, kena perampokan atau diembat pencuri atau tiba-tiba saja harus mengeluarkan harta besar-besaran dengan sebab apapun.

Dengan sebab itu, menghabiskan harta kita. Boleh jadi, itulah cara Allah mencuci harta kita secara pasif. Hal ini dikarenakan seseorang memilih mengeluarkan harta secara pasif dalam berzakat. Sebab jarang-jarang berzakat/bersedekah.

Semoga di bulan Puasa menjelang akhir ini, harta kita bisa menyadarkan diri kita untuk digerakkan agar roda ekonomi orang-orang yang layak bantu itu bisa bergeliat kembali. Sehingga makna puasa semakin lengkap sebagai tujuan sosial approach. Amin. Wallahu a’lam. []

Muhamad Kurtubi,
Santri Pondok Pesantren Buntet – Cirebon, lulusan MANU 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar