Kecelakaan
dengan Emosi Diaduk
Senin, 16
Desember 2013
Menarik
sekali kesaksian seorang ibu ini: dia melihat masinis masuk ke gerbong paling
depan untuk memberi tahu bahwa kereta segera menabrak mobil tangki, dan karena
itu penumpang diminta segera pindah ke gerbong di belakangnya. Ruang masinis
memang menjadi satu dengan gerbong paling depan yang dikhususkan untuk
penumpang wanita.
Setelah memberi tahu adanya bahaya itu, sang masinis bergegas
kembali ke ruang kemudi. Sesaat kemudian terjadilah musibah itu. Sang masinis
sendiri meninggal dunia, bersama dua rekan kerjanya di ruang itu.
Mungkin yang memberitahukan bahaya tadi bukan masinis, tapi
asisten masinis. Penumpang tentu tidak bisa membedakan mana masinis dan mana
asistennya. Itu tidak penting. Yang penting kita catat adalah jiwa
pengorbanannya itu. Dia begitu memikirkan keselamatan penumpang melebihi
keselamatannya sendiri. Dia meninggal hanya sesaat setelah berusaha
menyelamatkan para penumpang.
Sang masinis tidak kalah patriotik. Bisa jadi dialah yang
memerintahkan asistennya untuk memberi tahu penumpang. Dia sendiri harus
melakukan apa yang harus dia kerjakan: mengerem secara normal dan tidak
mengerem secara darurat. Kalau saja sang masinis panik dan melakukan pengereman
darurat, bisa saja yang terjadi akan lebih tragis: gerbong-gerbong kereta
terguling berantakan. Tindih-menindih. Korban akan lebih banyak.
Saya setuju dengan Dirut KAI Ignasius Jonan bahwa masinis dan
asistennya adalah patriot-patriot penyelamat penumpang! Saya memuji kepekaan
Jonan yang menangani sang patriot dengan sebaik-baiknya: anggota keluarga
terdekat akan diangkat menjadi karyawan KAI, anak-anaknya akan dibiayai
sekolahnya sampai lulus perguruan tinggi.
Sejak peristiwa itu saya memang tidak henti-hentinya berkomunikasi
dengan Jonan mengenai apa yang harus dilakukan. Dari kesaksian ibu itu satu
kesimpulan sementara bisa diambil. Sang masinis, dari jarak yang masih jauh,
sudah melihat ada mobil tangki dalam posisi berhenti melintang di atas rel.
Mobil tangki itu tidak bergerak maju. Berarti ada tiga
kemungkinan: mogok di tengah rel (rasanya tidak), tidak bisa maju karena ada
kendaraan padat di depannya, atau dari arah berlawanan penuh juga dengan
kendaraan.
Kita sama-sama memiliki pengalaman serupa. Di saat akan ada kereta
lewat, banyak kendaraan mengambil posisi sangat kanan. Dengan harapan, begitu
kereta lewat, mereka bisa tancap gas dulu.
Jadi, bisa saja saat mobil tangki akan menyeberangi rel itu
palangnya memang belum menutup. Tapi, begitu truk tangki berada di atas rel,
terjadilah situasi lalu lintas yang ruwet tersebut.
Jalan yang dilalui mobil tangki itu bukanlah jalan lebar. Dua arah
pula. Bisa dibayangkan betapa sulitnya mobil yang mengangkut BBM 24.000 liter
itu melakukan manuver di jalan yang begitu sempit, dua arah pula!
Ini juga menyisakan pertanyaan: mengapa mobil tangki segede gajah
itu boleh melewati jalan sekecil itu! Apakah memang tidak ada rambu yang
melarangnya? Apakah dapat izin khusus?
Tentu semua pertanyaan akan terjawab setelah polisi memperoleh
pengakuan dari sopir dan kernetnya. Dua orang itu kini masih dirawat karena
luka bakar yang parah. Bahkan, tubuh si kernet terbakar 80 persen karena saat
kejadian sepatunya dilepas.
Dengan cerita seperti itu tidak relevan lagi mempersoalkan palang
pintu sudah menutup atau belum. Apalagi, seperti kata Jonan, fungsi palang
pintu KA tidak untuk mencegak mobil. “Palang pintu itu menurut UU untuk
memperlancar perjalanan kereta,” ujar Jonan.
Kalau itu betul, berarti selama ini banyak yang salah sangka.
Termasuk saya. Dikira fungsi palang itu untuk mencegah mobil lewat.
Untuk pengendara kendaraan bermotor, penyelamatnya bukan palang
pintu, tapi rambu lalu lintas. Menurut aturan, begitu pengendara melihat ada
rambu rel kereta di daerah itu, dia harus hati-hati: berhenti, tengok kanan,
tengok kiri, baru memutuskan untuk menyeberangi rel.
Ini identik dengan contoh berikut: ketika Anda tidak boleh
memasuki satu jalan, di mulut jalan itu tidak perlu dipasangi palang pintu,
melainkan cukup rambu ferboden. Seharusnya semua hal itu cukup dengan rambu.
Begitulah aturan yang berlaku.
Saya juga minta agar anak perusahaan Pertamina melakukan reedukasi
untuk para sopir mobil tangki minyak, gas, dan elpiji. Harus ada latihan
khusus, pendidikan khusus, dan tes kejiwaan khusus. Kepatuhan pada rambu lalu
lintas harus seperti disiplinnya orang-orang Jepang.
Barang yang mereka angkut sangat sensitif. Bukan roti atau ice
cream! Mobil Pertamina harus jadi teladan: begitu ada rambu rel kereta, tidak
boleh lagi beralasan palang pintu belum ditutup.
Pertamina sudah akan melakukan itu. Juga sudah melakukan langkah
penyantunan yang maksimal: menanggung biaya pengobatan, biaya sekolah anak-anak
mereka, dan seterusnya.
Pertamina juga tengah mencari alamat seorang gadis asal Palembang
yang menderita luka bakar di kedua tangannya. Gadis ini datang ke Jakarta untuk
mencari pekerjaan. Dia keliling Jakarta untuk mencari lowongan. Karena itu,
Pertamina akan mengangkatnya menjadi karyawan. Apalagi, ternyata, gadis itu
memiliki kemampuan khusus: menguasai lima bahasa asing.
Saya sangat merasakan guncangan jiwa Jonan sehingga saya
memakluminya ketika dia agak emosional. Bayangkan, di saat lagi
gencar-gencarnya memperbaiki kinerja KAI, di saat banyak penghargaan yang dia
terima, di saat semangatnya lagi membubung setinggi-tingginya, terjadilah
kecelakaan itu.
Jonan, begitulah kehidupan ini. Kadang ada orang tiba-tiba terkena
stroke justru ketika sedang jaya-jayanya. Kadang orang ditinggal mati calon
suami ketika undangan perkawinan sudah diedarkan.
Itulah kehidupan. Kadang seorang yang bertahun-tahun mimpi punya
mobil, begitu bisa membeli mobil baru yang diidamkannya dengan cara mencicil,
sebuah truk menabraknya dari belakang pada hari pertama dicoba di jalan raya.
Ada kalanya orang sudah berbuat baik pun masih akan dicela. Orang jahat pun
kadang bisa jadi pahlawan.
Tuhan, alhamdulillah lautku pasang
Tuhan, alhamdulillah lautku surut
Tuhan, alhamdulillah badanku sehat
Tuhan, alhamdulillah badanku meriang
Tuhan, alhamdulillah lautku tenang
Tuhan, alhamdulillah lautku bergelombang
Tuhan, alhamdulillah.
Dahlan Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar