Kekalahan Kebaikan oleh Fitnah
Senin, 09 Desember 2013
Saya punya kebiasaan yang mungkin
bisa membahayakan diri saya sendiri, yaitu selalu meneruskan (forward) SMS, BBM
atau e-mail kepada direksi-direksi BUMN yang terkait. SMS, BBM atau e-mail itu
datang dari mana-mana, baik perorangan atau lembaga.
Banyak
sekali SMS, BBM atau e-mail yang saya terima setiap harinya. Ada yang
menghujat, ada yang memuji, ada juga yang memberi saran. Misalnya saya baru
saja mengemukakan sebuah ide, tidak lama kemudian masuklah berbagai tanggapan,
masukan dan kritik atas ide tersebut.
Ide
membeli peternakan di Australia, misalnya, termasuk yang banyak mendapat
tanggapan. Bahkan banyak juga e-mail yang menawarkan kerjasama. E-mail seperti
itu langsung saya forward ke direksi yang terkait. Ada yang saya beri komentar,
ada juga yang tidak. Akan diapakan masukan-masukan itu terserah direksi yang
bersangkutan.
Demikian
juga ketika saya minta Pertamina meningkatkan produksi minyak. Sebagai Menteri
BUMN, saya malu kalau produksi minyak Pertamina tidak bisa meningkat. Bukan
hanya malu. Tapi juga prihatin. Impor minyak kita terlalu besar.
Salah
satu yang saya dorong adalah ditingkatkannya produksi minyak dari sumur-sumur
tua milik Pertamina. Lantas masuklah ide dari berbagai kalangan. Semua saya
forward ke direksi Pertamina, atau saya print untuk diserahlan ke direksi
Pertamina.
Selanjutnya sepenuhnya terserah direksi. Apakah masukan itu akan diperhatikan, ditanggapi atau diabaikan.
Direksi bumn memiliki aturannya sendiri. Rupanya dalam hal ini ada yang ditanggapi oleh direksi Pertamina.
Lalu Pertamina melakukan proses tertentu yang sesuai dengan prosedur mereka. Yang seperti ini bisa membahayakan saya. Bisa saja pesan forward dari saya tadi dianggap memo atau rekomendasi atau disposisi yang dianggap bagian dari KKN.
Saya sendiri tidak akan pernah merasa begitu. Saya percaya direksi Pertamina memiliki aturan dan disiplin sendiri unruk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Usaha
meningkatkan produksi sumur tua itu mulai memberi hasil. Sudah ada sumur tua
yang dulunya hanya menghasilkan minyak 80 barel perhari sudah bisa menjadi 400
barel perhari. Padahal Pertamina memiliki sekitar 5.000 sumur tua. Tentu tidak
semua bisa direvitalisasi. Tapi kalau bisa separonya saja, sangat berarti bagi
negara yang masih besar impor minyaknya.
Apakah
dengan sorotan dari majalah TEMPO terbaru itu saya akan menghentikan kebiasaan
meneruskan e-mail, SMS dan BBM dari masyarakat ke para direksi BUMN? Sama
sekali tidak! Saya tidak takut sama sekali. Kebiasaan itu tetap akan saya
teruskan, dengan segala resikonya. Semua SMS, BBM dan e-mail dari siapa pun
tetap akan saya kirim (forward) ke direksi terkait.
Mungkin
memang ada di antara masukan itu yang kemudian diperhatikan direksi dan lantas
menjadi bisnis. Saya tidak keberatan. Asal diproses dengan benar. Apakah yang
di Pertamina itu sudah di proses dengan benar? Salah satu e-mail itu memang
datang dari orang yang sudah saya kenal baik. Isinya sebuah ide jitu untuk
merevitalisasi sumur tua. Rupanya ide itu dipakai oleh Pertamina.
Ketika
selentingan “Disposisi Dahlan” itu mulai dipersoalkan sebagian serikat pekerja,
saya perlu menelepon direksi Pertamina. Saya tanyakan: “Apakah sudah diproses
secara benar?” Jawabnya tegas: “SUDAH”. “Apakah itu karena disposisi saya?”
Jawabnya tegas: “TIDAK”.
Masukan itu,
untuk bisa sampai diterapkan di lapangan, ternyata sudah diuji dengan benar.
Bahkan kasus keberhasilan merevitalisasi sumur tua itu jadi bahasan utama dalam
konferensi insinyur perminyakan se-Dunia di Dubai tahun ini.
Tentu
menarik juga kalau dalam proses itu ditemukan kasus korupsinya.
Bongkar saja! Siapa menerima apa. Tunai maupun fasilitas.
Bongkar!!! Kenapa tidak?!
Tapi kalau ternyata tidak ada korupsinya, tidak ada aliran uangnya, tidak ada gratifikasinya, pemanfaatkan teknologi untuk merevitalisasi sumur tua itu harus dipuji!
Kita
memang sulit melakukan terobosan di negeri ini. Tapi tidak boleh niat baik
kalah oleh fitnah.
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar