Ilmuan Muslim Populer di Barat (13)
Al-Gazali
Oleh: Nasaruddin Umar
Al-Gazali yang bernama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Thusi, Abu Hamid Al Ghazali, lahir di kota Thusi pada tahun 450H/1058M dan wafat tahun 505H /1111M. Dalam disertasi Agil Al-Mahdali, keluarga Al-Gazali ada Sembilan orang dan masing-masing sering dipanggil Al-Gazali dan semuanya ilmuan serta hamper semuanya penulis. Ada kesulitan membedakan sebuah naskah, Al-Gazali mana yang menulis terhadap naskah tersebut. Bahkan Ihya 'Ulum al-Din juga ada yang mempertanyakan juz keempatnya, Al-Gazali mana yang menulis juz keempat tersebut, karena rasa dan gaya bahasanya sedikit berbeda dengan juz satu sampai tiga.
Meskipun Al-Gazali bukan termasuk ilmuan dalam bidang sains, sebagaimana ilmuan lain yang pernah dimuat di dalam artikel terdahulu, namun namanya juga sangat dikenal luas di Barat, terutama pemikiaran tradisonalnya yang sering berhadap-hadapan dengan filosof muslim lainnya seperti Ibn Rusyd. Pesan-pesan moralnya juga sering dikutip oleh kalangan pengkhotbah agama Kristen di Barat. Ia juga dikenal sebagai penyeimbang terhadap ilmuan muslim yang berkecenderungan pada pemikiran liberal. Karnya monumentalnya, Ihya' 'Ulum al-Din, sering dikeritik oleh ilmuan atau pemikir muslim namum pada saat bersamaan buku ini juga memberikan kehati-hatian para ilmuan filsafat agar tidak menafikan ilmu-ilmu tradisional Islam.
Al-Gazali bersama dengan ilmuan yang bermazhab
tradisional lainnya, sepertinya memasang badan untuk mempertahankan ilmu-ilmu
tradisional keislaman. Ia memperkenalkan model kecerdasan spiritual sebagai
bagian keilmuan yang tak bisa disepelekan apalagi ditinggalkan. Konsep
mukasyafah dan konsep ma'rifah Al-Gazali tidak umum diikenal dalam ilmu
filsafat terus dipertahankan. Menurut Al-Gazali, kecerdasan spiritual dalam
bentuk mukasyafah (penyingkapan langsung) dapat diperoleh setelah roh terbebas
dari berbagai hambatan. Yang dimaksud hambatan di sini ialah kecenderungan
duniawi dan berbagai penyakit jiwa, tentu saja termasuk dengan perbuatan dosa
dan maksiyat.
Mukasyafah merupakan sasaran terakhir dari para
pencari kebenaran dan mereka yang berkeinginan meletakkan keyakinannya di atas
kepastian. Kepastian yang mutlak tentang sebuah kebenaran hanya mungkin dapat
dicapai ketika roh tidak lagi terselubung oleh khayalan dan pikiran. (Lihat
Muqaddimah Ihya' 'Ulum al-Din).
Kecerdasan spiritual menurut Al-Gazali dapat diperoleh
melalui wahyu dan atau ilham. Wahyu merupakan "kata-kata" yang
menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara umum, yang diturunkan
Allah kepada Nabi-Nya untuk disampaikan kepada orang lain sebagai petunjuk-Nya.
Sedangkan ilham hanya merupakan "pengungkapan" (mukasyafah) kepada
manusia pribadi yang disampaikan langsung masuk ke dalam batin seseorang.
Al-Gazali tidak membatasi ilham itu hanya pada wali tetapi diperuntukkan kepada
siapapun juga yang diperkenankan oleh Allah.
Menurut Al-Gazali, tidak ada perantara antara manusia
dan pencipta-Nya. Ilham diserupakan dengan cahaya yang jatuh di atas hati yang
murni dan sejati, bersih, dan lembut. Dari sini Al-Gazali tidak setuju ilham
disebut atau diterjemahkan dengan intuisi. Ilham berada di wilayah supra
conciousnes sedangkan intuisi hanya merupakan sub-conciousnes. Allah Swt
sewaktu-waktu dapat saja mengangkat tabir yang membatasi Dirinya dengan
makhluk-Nya. Ilmu yang diperoleh secara langsung dari Allah Swt, itulah yang
disebut 'ilm al-ladunny oleh Al-Gazali. (Lihat karyanya, Risalah
al-Ladunniyyah). []
DETIK, 01 Agustus 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar