Kamis, 19 November 2020

Haedar Nashir: Muhammadiyah Modernis-Moderat

Muhammadiyah Modernis-Moderat

Oleh: Haedar Nashir

 

HARI INI, 18 November 2020, usia Muhammadiyah genap 108 tahun. Suatu rentang perjalanan panjang dan konsisten dari organisasi pembaru yang didirikan KH Ahmad Dahlan dalam berkiprah memajukan umat dan bangsa.

 

Kenapa organisasi Islam ini mampu bertahan lama dan tetap memberikan kontribusi untuk kemajuan umat dan bangsa?.

 

Mengutip ujaran Kiai Dahlan, ’’awit miturut paugeraning agama kito Islam sarta cocok kaliyan pikajenganipun jaman kemajengan’’ (SM No 2, 1915). Karena mengikuti kaidah agama Islam serta sesuai dengan harapan zaman kemajuan.

 

Para ahli ternama seperti Peacock, Van Niel, Benda, Wertheim, Geertz, Kahin, Nakamura, Alfian, Deliar, Sheppard, dan lain-lain menyebut Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern sekaligus moderat. Kemodernan dan kemoderatan yang menghasilkan jejak kemajuan yang dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Dan, itulah yang membuat Muhammadiyah mampu bertahan dan berkembang lebih dari satu abad.

 

Watak Moderat

 

Sejak berdiri Kiai Dahlan dan generasi awal Muhammadiyah menampilkan wajah Islam yang moderat. Kiai menggagas tajdid (pembaruan) dengan selalu menekankan pentingnya penggunaan akal pikiran (akal suci) dan ijtihad disertai langkah amaliah berkemajuan.

 

Dalam pidato bersejarah ’’Tali Pengikat Hidup’’ (1921) Kiai Dahlan membahas tentang akal, pendidikan akal, kesempurnaan akal, kebutuhan manusia, orang yang mempunyai akal, serta perbedaan antara pintar dan bodoh.

 

Kiai menulis, kenapa orang mengabaikan atau menolak kebenaran, hal itu karena lima sebab, yaitu: (1) bodoh, ini yang banyak sekali; (2) tidak setuju kepada orang yang ketempatan (membawa) kebenaran; (3) sudah mempunyai kebiasaan sendiri dari nenek moyangnya; (4) khawatir tercerai dengan sanak saudara dan teman-temannya; dan (5) khawatir kalau berkurang atau kehilangan kemuliaan, pangkat, kebesaran, kesenangan, dan sebagainya.

 

Kiai lantas memberikan tawaran lima hal: (1) orang itu perlu dan harus beragama; (2) agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama; (3) orang itu harus menurut aturan dari syarat yang sah dan yang sudah sesuai dengan pikiran yang suci, jangan sampai membuat keputusan sendiri; (4) orang itu harus dan wajib mencari tambahan pengetahuan, jangan sekali-kali merasa cukup dengan pengetahuannya sendiri, apalagi menolak pengetahuan orang lain; dan (5) orang itu perlu dan wajib menjalankan pengetahuannya yang utama, jangan sampai hanya tinggal pengetahuan (Syukriyanto & Mulkhan, 1985).

 

Namun, pendiri Muhammadiyah itu juga sangat mementingkan akhlak dan spiritual. Menurut KH Hadjid, sahabat dan murid terdekatnya, kiai merujuk pada praktik akhlak-tasawuf Al Ghazali. Hingga Ahmad Dahlan sering mengutip khazanah berikut ini, ’’Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali orang yang berilmu, dan orang yang berilmu mengalami kebingungan kecuali yang beramal, dan mereka yang beramal juga mengalami kekhawatiran kecuali yang ikhlas.’’

 

Kiai Dahlan dikenal zuhud dan warak. Beliau juga inklusif, bersedia bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan para dokter Belanda, pendeta, dan tokoh Boedi Oetomo yang juga menjadi penasihat organisasi pergerakan nasional tersebut. Kata Nurcholish Madjid, Dahlan pencari kebenaran sejati, yang pembaruannya bersifat ’’breakthrough’’.

 

Kiai jauh dari garang, apalagi ekstrem-keras. Pembawaannya tenang dan sederhana. Meskipun gagasan pembaruannya berbenturan dengan kaum tradisional, Kiai Dahlan membawanya dengan cara damai, lembut, dan dialogis. Kiai sosok pemikir dan pengamal Islam yang inklusif.

 

Watak Modern

 

Muhammadiyah menonjol watak kemodernannya. Para pengkaji Islam Indonesia menyebutnya gerakan modernis dan reformis. Bila disebut modernisme dan reformisme Islam, julukan itu ditujukan pada Muhammadiyah.

 

Deliar Noer menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern yang moderat. Adapun misi Muhammadiyah menurut Mukti Ali ialah: (1) membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; serta (4) mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (Ali, 1958).

 

James Peacock (1986) memberikan kesaksian ilmiah tentang kuatnya Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern: ’’Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaruan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam-macam daerah. Hanya di Indonesia gerakan pembaruan muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil-kecil, pembaruan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah.’’

 

Selanjutnya, ’’Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah, menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan, dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia.’’

 

Secara khusus Peacock menulis, ’’Aisyiyah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.’’

 

Kini telah 108 tahun Muhammadiyah bergerak menghadirkan Islam berkemajuan bagi semua. Menjadi kewajiban para anggota, kader, dan pimpinan persyarikatan saat ini untuk merawat dan mengembangkan nilai-nilai Islam moderat dan modern di tubuh gerakan Islam ini. Seraya menyebarluaskan dan mewujudkan kemoderatan dan kemodernan Islam itu dalam kehidupan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta dengan sketsa besar misi dakwah dan tajdid rahmatan lil alamin di alaf baru! []

 

JAWA POS, 18 November 2020

Prof Haedar Nashir | Ketua Umum PP Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar