Kamis, 12 November 2020

Nasaruddin Umar: Ilmuan Muslim Populer di Barat (12) Al-Biruni

Ilmuan Muslim Populer di Barat (12)

Al-Biruni

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Al-Biruni yang bernama lengkap Abu Al-Raihan Muhammad ibn Ahmad ibn al-Biruni, lahir di Kath, Kiva, sebuah kota di wilayah aliran sungai Oxus, Uzbekistan, pada 4 September 973M. Riwayat hidup masa kecilnya tidak banyak diungkapkan bahkan ayahnya pun tidak banyak dijelaskan. Sekitar usia 20 tahun Al-Biruni sudah mampu melahirkan banyak karya dalam bidang sainns. Karena ia sezaman dengan ilmuan besar lainnya seperti Ibnu Sina, maka is sering terlibat dalam berbagai dialog. Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, ia juga fasih dengan berbagai bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan Suriah. Semasa muda dia menimba ilmu matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur.

 

Al-Biruni termasuk pengembara ke berbagai plosok dunia untuk melakukan ekpedisi ilmiah. Ia amat terkesan ketika ia mengikuti perjalanan Sultan Mahmud ke India. Di sana ia mempelajari bahasa Sansekerta dan berbagai hal mengenai India. Ia disebut oleh George Sarton (1952) sebagai Leonardo da Vinci-nya Islam. Bahkan Ajram (1992) menyebutnya jauh lebih hebat dari pada da Vinci. Menurut Ajram (1992) karya monumental Al-Biruni mencapai 13.000 halaman, belum termasuk karya-karya lainnya yang hilang. Ajran menyayangkan dunia Barat menyembunyikan atau setengah hati memberikan pengakuan para ilmuan muslin di abad pertengahan, di antara abad ke 8-14. Yang menyedihkan ialah karya-karya mereka diplagiasi oleh sejumlah ilmuan Barat, termasuk Reger Bacon, yang kredibilitas keilmuannya menurun derastis setelah ketahuan karyanya hampir terjemahan penuh dari kaerya Optik Al-Haitsam.

 

Al-Biruni betul-betul mengesankan dunia keilmuan Barat sehingga ia pernah diberi berbagai gelar akademik, termasuk Word's First Great Experimenter. Di antara temuan Al-Biruni dalam dunia Fisika pengukuran berat jenis (specific gravity) berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat. Namun yang lebih penting lagi ialah Piknometer, suatu alat yang digunakan untuk berat jenis cairan berupa gelas bulat. Alat ini selain murah juga cukup mudah untuk dioperasikan. Temuan lainnya, Elemen Astrologi menjadi teks standar dalam dalam Quadrivium selama berabad-abad hingga sekarang.

 

Prestasi paling gemilang Al-Biruni ialah jasanya meletakkan dasar-dasar metode ilmiah modern. Dasar-dasar metodologi itu meliputi bidang matematika, astronomi, geografi, geologi, kimia, sejarah, dan perbandingan agama. Cabang matematika yang dikuasai Al-Biruni ialah geometri dan trigonometri yang pernah mendapatkan pengakuan dari UNESCO (1986). Prestasi Al-Biruni diganbarkan oleh S.H.Nasr: "Tidak seorang pun dalam Islam yang menggabungkan kualitas seorang saintis besar dengan cendekiawan yang cermat, penyusun, dan sejarawan setingkat dengan Al-Biruni". Menurut Ajram, tanpa temuan-temuan Al-Biruni tidak mungkin ada Galileo, Copernikus, dan Newton.

 

Yang tak kalah monumental temuan Al-Biruni ialah perhitungan keliling bumi. Sulit kita bayangkan pada abad ke 11 M, satu millennium lalu, ada orang yang mampu mengukur putaran keliling bumi dengan menggunakan data jari-jari bumi. Sementara ketika itu dari kalangan gereja masih memperdebatkan apakah bumi itu bulat atau datar. Al-Biruni saat itu sudah melakukan perhitungan keliling bumi dengan menggunakan pendekatan perhitungan trigonometri. Teori Al-Biruni juga digunakan untuk mengukur ketinggian pegunungan Himalaya yang rata-rata ketinggian puncaknya sekitar 6000 M, dengan puncak ketinggian Mount Everest (9000 M) dan pegunungan Hindu Kush, Afganistan yang tingginya 7000 M. []

 

DETIK, 31 Juli 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar