Rabu, 18 November 2020

Nasaruddin Umar: Ilmuan Muslim Populer di Barat (16) Ibn Arabi

Ilmuan Muslim Populer di Barat (16)

Ibn Arabi

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Ibn Arabi yang bernama lengkap Abi Abdillah Muḥammad ibn Ali ibn Muḥammad ibn Arabi al-Ta'I al-Hatimi, lahir di Murcia, Spanyol bagian Tenggara, pada tanggal 17 Ramadhan 560H bertepatan tgl 28 Juli 1165M. Ia lahir ketika Murcia dipimpin oleh Muhammad ibn Said ibn Mardanisi. Ia sering dipanggil dengan dua gelar, yaitu Muhyiddin (Penghidup agama) dan Syekh al-Ahbar (Grand Shekh). Ia dilahirkan oleh keluarga sufi.

 

Ayahnya bekerja di Seville lalu ia pun menyusul ayahnya tinggal dan belajar di sana. Sejak kecil ia menampakkan kecemerlangan berfikirnya. Ia juga suka melakukan perjalanan ilmiah (rihlah) hingga ke Cordova. Di kota ini ia pernah berjumpa pemikir besar muslim Ibn Rusyd. Ia kemudian pindah ke Fez, tempat di mana perguruan Ibn Rusyd sedang produktif mencetak kader pemikir. Selanjutnya Ibn Arabi berkelana kemana-mana mencari ilmu sampai ke kota Mekah pada penghujung tahun 598H/1202M.

 

Di Mekkah Ibn Arabi semakin dikenal sebagai ulama dan pemikir yang brilliant. Di Mekkah ia kelihatan semakin matang. Pengembaraan spiritualnya semakin jauh. Mekkah bagi Ibn Arabi bukan hanya kota ibadah haji tetapi juga sebagai "pusat kosmik", yang tidak ada di tempat lain. Di Mekkah berdiri tegak Ka'bah yang merupakan pusat grafitasi spiritual. Di Mekkah Ibn Arabi berhasil memecahkan pertanyaan besarnya tentang bagamana menyatukan sesuatu yang berlawanan (coincidentia oppositorum), misalnya bagaimana mengutuhkan pemahaman tentang Allah sebagai Maha Awal dan Maha Akhir, dan maha lahir dan maha Batin. Ia menyelesaikan karya monumentalnya di Mekkah yang diberi judul: Ftuhat al- Makkiyyah, Misykat al-Anwar, Hilyat al-Abdal, Taj al-Rasail, dan Ruh al-Quds.

 

Ibn Arabi terus berjalan hingga sampai ke Konya, yang kini lebih dikenal tempat pemakaman sufi dan penyair besar Jalaluddin Rumi. Di Konya ia semakin arif dan memahami sekaligus menyingkronkan antara pemikiran dan kosmologi Timur dan kosmologi Barat. Dari Konya ia melanjutkan perjalanan ke Armenia, terus ke lembah Eufrat, sampai ke Bagdad. Di kota tua ini ia berjumpa dengan sufu besar Syuhabuddin Umar al-Suhrawardi, penulis kitab 'Awarif al-Ma'arif, yang kini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Pustaka Hidayah.

 

Ibn Arabi sangat terkenal di Barat. Bahkan di daerah Scandinavia berkembang luas kelompok yang menamakan diri sebagai "Ibn Arabi Society", suatu komunitas yang menjadikan pemikiran Ibn Arabi sebagai bagian dari pandangan hidup dan dunianya.


Kelompok ini semakin meluas sampai ke Amerika dan Asia tenggara. Banyak sekali buku lahir dari karya-karya Ibn Arabi. Ada dalam bentuk tesis dan disertasi da nada dalam bentuk puisi dan tulisan-tulisan popular. Para pengagum pemikiran Al-Gazali semakin berkembang di kalangan perguruan tinggi di Barat. Di antara mereka membayangkan bahwa setelah nabi Muhammad hanya ada Ibn Arabi.

 

Di antara pokok ajaran yang sering disandarkan kepada Ibn Arabi ialah konsep Wahdah al-Wujud, yang intinya kesatuan wujud antara Tuhan (al-Haq) dan makhluk (al-khalq). W.C. Chittick paling dalam mengkaji pemikiran-pemikiran Ibn Arabi mengungkapkan konsep Wahdah al-Wujud sebagaimana dikutip dari Kautsar Azhari Nur sebagai berikut: "Dengan diri-Nya Dia melihat diri-Nya, dan dengan diri-Nya Dia mengetahui diri-Nya. Tidak ada yang melihat-Nya selain Dia, tidak ada yang menangkap-Nya selain Dia. Hijab-Nya adalah keesaan-Nya; tidak ada hijab selain Dia. Hijab-Nya, tanpa sifat apa pun... Nabi-Nya adalah Dia, pengutusan-Nya adalah Dia, dan kalam-Nya adalah Dia, Dia mengutus diri-Nya kepada diri-Nya". []

 

DETIK, 04 Agustus 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar