Riwayat Toko Kitab di Solo di Tahun 1930-an
Toko buku barangkali masih dapat kita jumpai di masa sekarang, meski pada akhirnya dengan kemudahan teknologi, membuat para pembeli lebih memilih untuk mencari buku yang mereka inginkan, melalui aplikasi toko daring yang ada di komputer maupun telepon pintar. Banyak toko buku, yang kemudian juga menyesuaikan dengan hal tersebut.
Semisal yang penulis amati di Kota Solo, Jawa Tengah, banyak toko buku yang memilih untuk menutup toko mereka dan beralih kepada penjualan via daring. Adapula yang memadukan keduanya, dengan tetap membuka gerai toko, seperti yang ada di daerah belakang Sriwedari maupun selatan Gladak sembari memasang akun toko mereka di aplikasi toko daring.
Pun, dengan toko kitab yang menjadi pegangan para santri yang tengah menimba ilmu di pesantren atau dari kalangan lainnya. Kalau dulu untuk membeli kitab, kita mesti mendatangi koperasi pesantren atau toko yang menjual kitab, kini cukup dengan mengusap-usap layar telepon pintar, kitab yang kita inginkan akan datang sendiri ke rumah.
Nah, berkaitan dengan toko buku, kitab, ataupun sejenisnya, baru-baru ini penulis menemukan sebuah poster iklan toko kitab yang ada di Kota Solo. Bunyi iklan tersebut: Toko Kitab Al-Wathonijah Reksoniten Solo Java. Paling Moerah. Persediaan Tjoekoep. Atoeran Menjenangkan. Prijscourant (daftar harga) bersedia gratis.
Iklan tersebut penulis temukan di sebuah kitab bernama al-Qomusu an-Nafi’, yakni kamus yang menerangkan bahasa Arab-Jawa, yang ditulis oleh Kiai Raden Mohammad Amir Chamzah Az-Zaidiy. Kamus tersebut kebetulan juga diterbitkan oleh toko kitab Al-Wathonijah, yang pada masa tersebut menjadi salah satu rujukan para santri untuk membeli kitab-kitab kuning.
Tentu menjadi sebuah hal yang menarik, kitab yang biasanya hanya berisikan tulisan arab gundul ataupun yang sudah bermakna, namun di beberapa lembaran pada kitab tersebut, juga tertera sejumlah iklan, yang temanya tentu masih berkaitan dengan soal buku, penerbit, maupun toko kitab tersebut.
Kitab yang penulis temukan, kemungkinan dicetak sekitar tahun 1936, sebab di dalam kitab tersebut juga terdapat beberapa gambar, di antaranya Raja Surakarta Pakubuwono (PB) X beserta istri dan tertera angka tahun 1936. Kemudian gambar lainnya seperti Masjid Agung Surakarta serta para pengajar dan murid Madrasah Mambaul Ulum Surakarta.
Kiai Amir Hamzah sendiri, merupakan salah satu pengajar di Madrasah Mambaul Ulum Surakarta, salah satu madrasah tertua di Kota Solo yang didirikan pada tahun 1905. Di novel Dari Hari ke Hari yang ditulis Mahbub Djunaidi, nama Kiai Amir juga disebutkan di sana sebagai guru Mahbub, ketika ia bersekolah di Mambaul Ulum.
Di dalam kitab al-Qomusu an-Nafi’ juga memuat iklan sebuah bacaan surat kabar bernama Al-Hoedaja. Dalam keterangannya tertulis: inggih poenika namaning kitab ingkang kawangoen satjara serat kabar. Medal saben tanggal 15 Djawi.
Kawedalaken dening para Abdi Dalem Kraton. Isinipoen sanget migoenani dateng para Moeslimin kakoeng toewin poetri. Regi ing dalem setahoen f. 1.20 (gulden, pen). Adres Pangreh Hoedaja p.a. Mardikintaka Kaoeman-Solo. Soemangga ladjeng dadosa lengganan”.
Dari beberapa literatur yang penulis temukan, surat kabar “Al-Hoedaja” (Al-Hudaya) ini diterbitkan oleh badan penerbitan dan perpustakaan agama Islam Mardikintaka Kauman Solo, yang didirikan pada tahun 1910. Surat kabar ini memuat ceramah-ceramah para mubaligh, juga tulisan-tulisan mengenai berbagai persoalan agama Islam di masa tersebut.
Penerbit Mardikintaka sendiri, di tahun 2003, masih sempat menerbitkan sebuah buku berjudul: Untuk Islam dan Indonesia. Sebuah buku yang mengisahkan biografi Kiai Haji Raden Moh. Adnan (Ketua Mahkamah Islam Tinggi dan Syuriah PBNU di tahun 1930-an).
Sedangkan, nasib dari Toko Kitab Al-Wathonijah, meski pernah sempat popular di zamannya, namun seiring dengan perubahan keadaan Kota Solo, yang dulu disebut sebagai pusat pesantren kota dan menjadi rujukan para santri dari berbagai daerah, dan kini tak lagi seperti itu. Toko Kitab Al-Wathonijah pun ikut tergeser oleh perubahan zaman tersebut dan hingga kini tidak diketahui lagi nasibnya. []
(Ajie Najmuddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar