Senin, 30 November 2020

Nasaruddin Umar: Membaca Trend Globalisasi (8) Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Kalender Hijrah

Membaca Trend Globalisasi (8)

Karakter Khusus Nilai Universal Islam: Kalender Hijrah

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Globalisme memang tak terbendung, tetapi Islam memiliki antisipasi dengan tetap mempertahankan karakter khususnya untuk ditawarkan di dalam pasar globalisasi. Islam memang sarat dengan ajaran universal tetapi tidak serta-merta mengharuskan dirinya mengakomodir nilai-nilai local yang tidak sejalan dengan perinsip ajarannya. Bahkan Islam menawarkan bukan hanya unsur substansial (dharuriyyah) dan kebutuhan vital (hajjiyah) yang mendukung substansi ajarannya tetapi juga yang bersifat aksesoris (tahsiniyya) ikut juga ditawarkan. Dengan demikian tidak benar jika dikatakan Islam adalah sistem yang merupakan sintesa dari ajaran-ajaran yang pernah ada sebelumnya dan dapat mengakomodir apa saja yang ada di hadapannya.

 

Di antara karakter khusus yang melekat di dalam Islam ialah penentuan kalender khusus, kiblat khusus, dan system syari'ah dan peribadatan lainnya yang juga secara khusus. Soal penentuan kalender khususn, Semenjak Nabi masih hidup sesungguhnya sudah merintis sistem kalender sendiri tetapi peresmiannya terlaksana sepenuhnya pada zaman Umar ibn Khathab. Kalender yang berlaku saat itu belum teratur. Bangsa Arab menggunakan sistem penanggalan syamsiyah (solar years) dan tahunnya dihubungkan dengan peristiwa terpenting dalam tahun itu. Pengaturan ibadah-ibadah rutin seperti bulan puasa Ramadhan dan ibadah haji sudah menggunakan kalender khusus, meskipun saat itu belum diberi nama khusus.

 

Ketika dunia Islam semakin meluas sampai keluar dari jazirah Arab, terutama pada zaman pemerintahan Khalifah Umar (635-645 M) yang meluas sampai ke Mesir, Persia, dan berbagai wilayah di luar Arab lainnya. Untuk mengatur pemerintahannya yang semakin luas, Umar mengangkat beberapa sahabat untuk menjadi Gubernur di antaranya: Muawiyyah diangkat menjadi Gubernur di Syiria, termasuk wilayahnya adalah Yordania. Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir. Musa Al-As'ari diangkat menjadi Gubernur Kuffah. Mu'adz bin Jabal diangkat menjadi Gubernur Yaman. Abu Hurairah diangkat menjadi Gubernur Bahrain.

 

Melalui musyawarah pada zaman khalifah Umar Ibn Khatthab dipilih dan ditetapkan kalender resmi Islam yaitu kalender Hijrah, yang diambil dari momentum hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Penetapan tahun baru Hijriyah ini ditetapkan langsung oleh keluarnya keputusan Khalifah Umar yang ditandai dengan keluarnya Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar kepada seluruh penduduk Kota Aelia (Yerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi pada tahun ke 17 H. (638 M).

 

Kalender Hijriyah setiap tahunnya lebih 11 hari daripada kalender Miladiyah, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender itu semakin mengecil. Angka tahun Hijriyah pelan-pelan "mengejar" angka tahun Masehi. Menurut Marshall G.S. Hodgson dalam The Venture of Islam, Satu abad kalender Islam dicapai dalam satu abad kalender Miladiyah dikurangi tiga tahun. Pada tahun satu Hijriyah, ada perbedaan enam abad tahun ditambah 21 tahun (622M). Pada tahun 100 H, ada perbedaan enam abad 18 tahun (100+618=tahun 718 M.). Pada tahun 200 H, enam abad ditambah hanya 15 tahun (815 M).

 

Ketika sampai pada tahun 700 H, perbedaannya adalah enam abad tahun 1300 M. Menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriyah. Sistem kalender Miladiyah dan Hijriyah masing-masing memiliki keunggulan karena bulan dan matahari yang dijadikan patokan sama-sama ciptaan Tuhan yang begitu setia mengikuti perintah-Nya, tidak pernah bergeser mengalami kemajuan atau keterlambatan baranng sedikitpun sepanjang dunia Bimasakti atau biasa disebut milky way masih nornmal. Ini sejalan dengan apa yang ditegaskan di dalam Q.S. al-Isra'/17:12 dan Q.S. Yasin/36:38-40. []

 

DETIK, 14 Agustus 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar