Dalam surah An-Nur, Allah memerintah laki-laki dan perempuan untuk ghadlul bashar alias menjaga pandangan dari perkara-perkara yang diharamkan, di samping perintah untuk lebih tertutup kepada perempuan dalam urusan aurat, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ. وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya..…” (QS al-Nur [24]:30-31).
Para ulama tafsir, antara lain Ibnu Katsir, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ghadhdh al-bashar adalah menahan, menundukkan, atau menjaga pandangan. Tujuannya agar tidak mengumbar penglihatan; tidak “menikmati” pandangan terhadap perempuan lain atau perhiasannya yang dapat menimbulkan fitnah bagi laki-laki yang memandangnya. Begitu pula memfokuskan pandangan terhadap laki-laki lain dapat menjadi sumber fitnah bagi perempuan. Dengan demikian, perintah menjaga pandangan tidak hanya ditujukan kepada laki-laki atau kepada perempuan saja, melainkan kepada kedua-duanya. Tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa hukum ini hanya berlaku kepada salah satunya.
Adapun dalil bahwa perintah ini berlaku untuk laki-laki dan perempuan adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dari Nabhan, pelayan Ummu Salamah, dari Ummu Salamah yang menceritakan pengalaman ketika dirinya tengah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Maimunah. Lebih lanjut Ummu Salamah memaparkan, “Sewaktu kami tengah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datanglah Ibnu Ummi Maktûm untuk menemui beliau. Kejadian itu berlangsung setelah kami diperintah untuk menggunakan hijab (tirai penghalang). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Pergunakan hijab darinya.’ Aku kemudian bertanya, ‘Bukanlah Ibnu Ummi Maktûm itu tunanetra? Dia tidak melihat dan tidak mengenali kami?’ Beliau menjawab, ‘Apakah kalian berdua juga tunanetra? Bukanlah kalian bisa memandangnya?’” (HR At-Tirmidzi).
Bahkan, perintah menjaga pandangan ini juga diberlakukan bagi anak-anak. Perintah agar anak-anak dipisahkan di tempat tidurnya adalah salah satunya. Tujuannya agar mereka tidak melihat sesuatu yang dapat mengundang hasrat seksualnya. Cara itu juga sekaligus mampu menjaga mereka dari berbagai bentuk penyimpangan seksual akibat rangsangan dini manakala sistem reproduksi mereka belum siap berfungsi dengan sempurna. Jika tidak, maka perilaku seksual yang salah akan terjadi pada dirinya. ‘Amr ibn Syu‘aib meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perintahlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah (dengan tidak melukai, red) mereka jika tidak menjalankannya saat mereka berusia sepuluh tahun. Dan pisahkan pula mereka di tempat tidur,” (HR Al-Bukhari).
Oleh sebab itu, selain diperintah untuk menjauhi perbuatan zina, seorang Muslim juga diperintahkan untuk menjaga pandangan dan memelihara diri dari perkara-perkara yang dapat menjurus kepada perzinaan. Mengapa Allah dan Rasul-Nya memerintah umatnya untuk menjaga pandangan?
Jawabannya, karena pancaindra memainkan peranan penting dalam menentukan perilaku seksual. Indra penglihatan merupakan indra yang paling cepat dan kuat menerima rangsangan. Buktinya, menurut penelitian, hanya butuh waktu 0,3 detik mata mampu mengolah suatu rangsangan menjadi rangsangan seksual. Dalam waktu yang singkat, gambar yang terlihat mata sudah dikirimkan pada otak sehingga terjadilah perubahan-perubahan fungsi otak, termasuk perubahan fungsi perilaku seksual.
Sejumlah penelitian lain menyebutkan bahwa faktor eksternal yang menentukan timbulnya rangsangan seksual adalah pancaindra, terutama indra penglihatan, penciuman, dan pendengaran. Penelitian juga membuktikan bahwa tingkat rangsangan seksual pada pria lebih tinggi daripada rangsangan seksual pada perempuan. Demikian pula dalam aktivitas jaringan otak yang berhubungan rangsangan seksual. Selain itu, aliran darah pada pria juga lebih cepat mencapai otak ketimbang perempuan. Karenanya, di samping organ tubuh lain, otak menjadi organ tubuh yang paling penting bagi laki-laki.
Sebuah studi pernah mengaji tahapan-tahapan jalannya rangsangan seksual yang terjadi pada lima bagian otak. Kajian tersebut dilakukan setelah pemberian rangsangan terhadap penerima rangsangan (reseptor), yaitu pancaindra khusususnya indra penglihatan. Hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Otak belakang/otak kecil (cerebellum). Bagian ini berfungsi menerjemahkan gambar atau informasi yang diteruskan ke otak. Fungsinya sebagai pengatur rangsangan seksual tingkat pertama, yaitu menerima dan mengidentifikasi rangsangan.
2. Bagian otak alis kanan atas. Bagian ini berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan proses kimiawi terhadap rangsangan seksual.
3. Korteks prefrontal kiri adalah bagian yang mengendalikan respon fisiologis pertama bagi sistem saraf tak sadar kelenjar endokrin. Demikian pula terhadap respon perasaan terhadap rangsangan. Berkat respon tersebut tubuh menjadi siap secara fisik dan psikis untuk beraktivitas seksual.
4. Bagian otak kanan, yakni bagian otak yang berhubungan dengan kedewasaan seseorang terhadap perubahan-perubahan fisiologis akibat rangsangan seksual, seperti perubahan detak jantung.
5. Bagian otak tengah (corpus callosum). Bagian ini menentukan apakah rangsangan seksual diikuti oleh aktivitas seksual atau tidak.
Karena itu, perjalanan rangsangan seksual melalui empat tahapan, yaitu: Identifikasi rangsangan -- sekresi kelenjar -- respon tubuh -- reaksi tubuh. Jika keempat tahapan itu sudah terpenuhi maka terjadilah tindakan. Setiap tahapan memiliki wilayah masing-masing dalam otak yang bekerja saat rangsangan itu datang.
Dari otak belakang inilah muncul informasi-informasi isyarat untuk diteruskan ke bagian jaringan otak lainnya, termasuk ke bagian otak yang berfungsi mengatur rangsangan seksual. Ini artinya, menghentikan sebuah rangsangan seksual yang masuk dapat menghentikan perjalanan rangsangan tersebut ke bagian otak yang lain atau tahapan berikutnya, sehingga aktivitas atau perilaku seksual dapat dihentikan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits riwayat Abu Zur‘ah dari Jarir yang bertanya tentang pemandangan yang terlihat secara tiba-tiba. Rasululllah shalllahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Alihkanlah segera pandangan matamu.” Inilah puncak mukjizat ilmiah dalam sabda Rasulullah. Demikian sebagaimana riwayat Abu Dawud.
Dengan demikian, ghadlul bashar atau menjaga pandangan memiliki sejumlah manfaat. Di antaranya:
1. Jauh dari fitnah, perbuatan hina, dan langkah-langkah setan yang menggiring kita untuk terus melihat perkara haram, bahkan terus mendorongnya secara berulang-ulang, hingga sulit untuk dilupakan dan dihentikan.
2. Jauh dari ketergantungan terhadap sesuatu yang terlihat mata, yang dapat merendahkan martabat diri karena memenuhi keinginan nafsu dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syara’.
3. Selalu merasa diperhatikan oleh Allah sekaligus melatih diri untuk senantiasa takut kepada-Nya, baik dalam keadaan menyendiri maupun dalam ramai. Perasan inilah yang dapat memperkuat benteng, kesucian, dan kehormatan diri.
4. Merasa bahwa diri sudah melakukan apa yang diridai Allah. Dari situ akan lahir perasaan tenang dan rela terhadap segala ketentuan Allah.
5. Terbebas dari perasaan dosa dan penyesalan hati di kemudian hari.
6. Merasa memiliki kepribadian yang kuat, merasa memiliki kemampuan untuk mengendalikan nafsu dan keinginan, serta merasa diri lebih tinggi karena mampu menguasai naluri.
Ketika kita merasa sudah mendapatkan manfaat- manfaat di atas, maka saat itulah kita akan mendapat keseimbangan dan kejernihan akal, pandangan yang tajam, dan kemampuan yang tinggi dalam mengendalikan hawa nafsu dan emosi. Pada saat yang sama, kita juga mampu mengarahkan perilaku yang tidak baik kepada perilaku yang baik. (Lihat: “Ghadhul-Bashar wa Fawâiduhu Ath-Thibbiyyah” dalam majalah Al-I’jâz Al-‘Ilmî Al-Mamlakah Al-‘Arabiyyah As-Su‘ûdiyyah, edisi 28, Ramdhan 1428, hal. 9).
Walhasil, tahapan-tahapan rangsangan seksual mengharuskan terus-menerusnya pandangan, maka menjaga pandangan dan memalingkannya dapat menghentikan perjalanan rangsangan tersebut, yang pada gilirannya dapat mencegah perilaku atau tindakan seksual yang tidak sepantasnya. Pantas jika Rasullah shalalahu ‘alaihi wasallam melarang meneruskan pandangan yang haram dan dialihkan dengan pandangan lain, sebagaimana riwayat ‘Ali ibn Abi Thalib. Beliau bersabda, “Janganlah engkau ikuti sebuah pandangan (haram) dengan pandangan berikutnya. Sesungguhnya, pandangan pertama adalah rezeki untukmu, sedangkan pandangan berikutnya adalah siksa bagimu.” (HR Abu Dawud dan Ad-Darimi). Sehingga, betapa pentingnya memalingkan pandangan saat melihat pemandangan yang haram! Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar