Jumat, 13 November 2020

(Ngaji of the Day) Kisah di Balik Pengalihan Kiblat ke Makkah (Lagi)

“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya…” (QS. Al-Baqarah: 144)

 

Turunnya ayat di atas pada tahun ke-2 Hijriyah menjadi penanda bagi Nabi Muhammad saw. dan umat Islam untuk mengalihkan kiblat ke Masjidil Haram yang ada di Makkah. Memang, ketika masih di Makkah atau sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad saw. dan umat Islam berkiblat ke Ka’bah ketika shalat.

 

Riwayat lain menyebutkan, ketika di Makkah pun Nabi Muhammad saw. menghadap ke Baitul Maqdis Palestina, namun tidak membelakangi Ka’bah karena beliau berada di Hajar Aswad dan Rukun Yamani ketika shalat. Namun setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad saw., baik atas inisiatif sendiri atau petunjuk Allah, mengubah kiblat shalat umat Islam ke Baitul Maqdis yang berada di Palestina. Tidak lagi menghadap ke Ka’bah di Makkah. Kejadian ini berlangsung selama 16 bulan lamanya. Riwayat lain menyebut 17 atau 18 bulan.

 

Lantas, apa yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. mengubah kiblat shalat bagi umat Islam ke Baitul Maqdis ketika beliau berada di Madinah? Mengapa tidak menetapkan kiblat umat Islam tetap ke Ka’bah, ke Masjidil Haram di Makkah?

 

Dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018) disebutkan, ternyata Nabi Muhammad saw. memiliki ‘maksud tertentu’ ketika mengubah kiblat ke Baitul Maqdis di Palestina. Maksudnya, ketika di Madinah –di mana banyak orang Yahudi bermukim- Nabi Muhammad saw. ingin menunjukkan kepada mereka bahwa Islam datang bukan untuk menghilangkan ajaran-ajaran yang pernah diajarkan oleh para rasul dan nabi terdahulu, termasuk Nabi Musa.

 

Oleh karenanya, Nabi Muhammad saw., baik atas inisiatif sendiri ataupun perintah Allah, akhirnya ketika shalat menghadap ke Baitul Maqdis yang merupakan kiblatnya orang-orang Yahudi. Nabi Muhammad saw. berharap, langkah itu bisa menarik orang-orang Yahudi untuk menerima Islam. Namun ternyata, kebijakan itu tidak membuahkan hasil. Orang-orang Yahudi tetap saja tidak mau menerima Islam, bahkan memusuhi Nabi Muhammad saw. dan umat Islam.

 

Setelah 16 bulan berlalu, Nabi Muhammad saw. merasa bahwa lebih baik menghadap ke Ka’bah ketika shalat. Alasannya, Ka’bah merupakan rumah peribadatan pertama bagi umat manusia. Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim as. tentu jauh lebih tua dibandingkan Baitul Maqdis yang dibangun Nabi Sulaiman as. Di samping itu, dipilhkan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam juga karena posisi Makkah yang merupakan pusat bumi.

 

Keinginan Nabi Muhammad saw. untuk mengalihkan kiblat ke Ka’bah di Makkah semakin besar. Beliau kerapkali menengadahkan wajahnya ke langit dan berharap turun wahyu dari Allah tentang perintah agar mengalihkan kiblat ke Ka’bah. Harapan Nabi Muhammad saw. itu dijawab Allah pada pertengahan bulan Rajab –riwayat lain pertengahan Sya’ban- tahun ke-2 Hijriyah, ketika Nabi Muhammad saw. melaksanakan shalat Dzuhur –riwayat lain shalat Ashar. Allah menurunkan QS. Al-Baqarah ayat 144 yang isinya perintah untuk berkiblat ke Masjidil Haram.

 

Ketika ayat tersebut turun, Nabi Muhammad saw. menghentikan shalatnya sebentar, kemudian beliau berputar 180 derajat dan menghadap ke Makkah. Para jamaah yang berada di belakang Nabi Muhammad saw. terpaksa jalan memutar dan tetap berada di belakangnya. Masjid dimana Nabi Muhammad saw. mengalihkan arah kiblat –dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram- ketika shalat ini kemudian dikenal dengan nama Masjid Qiblatain (masjid dua kiblat). []

 

(A Muchlishon Rochmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar