Kamis, 19 November 2020

(Ngaji of the Day) Mimpi Rasulullah sebelum Perang Uhud Berkecamuk

Kafir Quraisy Makkah tidak terima dengan kekalahan yang dideritanya dalam perang Badar melawan pasukan umat Islam. Sesaat setelah kejadian itu, Abu Sufyan, salah satu pemuka kafir Quraisy Makkah, memprovokasi dan mendesak orang-orang Quraisy untuk melancarkan balas dendam terhadap umat Islam.

 

Dalam waktu yang singkat –sekitar setahun, sebagaimana keterangan dalam buku Sirah Nabawiyah (Shafiyyu al-Rahman al-Mubarakfuri, 2012), Abu Sufyan berhasil mengumpulkan pasukan dan amunisi tempur yang banyak dan melimpah; sekitar 1000 unta, 1500 dinar, 3000 pasukan kafir Quraisy terlatih serta 200 pasukan kavaleri.

 

Pada bulan Syawal tahun ke-3 H atau 625 M, pasukan kafir Quraisy berangkat ke arah Madinah. Mereka berjalan kaki dari Makkah hingga sampai di Lembah Sabkhah, wilayah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Madinah. Semula umat Islam tidak tahu kalau pasukan kafir Quraisy akan membalas dendam dan jaraknya sudah begitu dekat.

 

Paman Rasulullah yang masih ada di Makkah, Abbas bin Abdul Muthalib, mengirimkan surat tentang rencana balas dendam kafir Quraisy tersebut. Rasulullah meminta Ubay bin Ka’ab untuk membacakannya. Rasulullah kemudian mengirimkan beberapa orang untuk mengecek keberadaan pasukan kafir Quraisy. Ternyata apa yang disampaikan Abbas benar, pasukan kafir Quraisy hendak melancarkan balas dendam dan saat ini sedang membuat kemah di pinggiran Madinah.

 

Rasulullah segera mengumpulkan para sahabatnya. Mereka berdiskusi tentang bagaimana seharusnya menghadapi pasukan kafir Quraisy yang jumlahnya besar dan amunisi perangnya cukup lengkap. Sebagian sahabat berpendapat, sebaiknya umat Islam tidak menyerang sampai mereka tiba di Madinah. Sebagian yang lain berpandangan, mereka harus dihadapi di luar kota Madinah.

 

“Rasulullah, kami tidak ingin bertempur di jalan-jalan Madinah. Pada zaman jahiliyah kami selalu menjaga agar hal itu tidak terjadi. Jadi, ada baiknya setelah kedatangan Islam, hal itu tetap dilestarikan,” kata seorang sahabat Nabi. Setelah terjadi diskusi yang panjang, akhirnya diputuskan bahwa pasukan umat Islam akan keluar kota Madinah dan menghadapi mereka di pegunungan Uhud.

 

Singkat cerita, dengan strategi yang diterapkan Rasulullah, awalnya pasukan umat Islam berhasil memenangkan peperangan di Uhud itu. Meski jumlah mereka hanya sekitar 700 orang, sementara pasukan kafir Quraisy mencapai 3000 orang. Kejadian berbalik ketika pasukan pemanah yang ada di atas bukit dan bertugas melindungi pasukan umat Islam di medan perang meninggalkan posnya. Setelah melihat pasukan musuh yang dianggap sudah kalah, mereka turun ke bawah untuk mengambil harta rampasan perang (ghanimah).

 

Akan tetapi prediksi mereka meleset, pasukan musuh ternyata belum benar-benar kalah. Keunggulan jumlah pasukan dimanfaatkan betul oleh pasukan musuh, hingga akhirnya mereka lah yang menjadi pemenangnya di akhir peperangan. Umat Islam menderita kekalahan dan banyak dari mereka yang gugur dalam peperangan di Uhud itu. Diantaranya adalah Abdullah bin Jahsy, Hanzhalah, dan Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah.

 

Namun tahukah kamu, sebelum perang Uhud berkecamuk, Rasulullah ternyata bermimpi. Mimpi seorang Nabi bukanlah mimpi biasa. Ada informas atau isyarat dari Allah yang terkandung di dalamnya. Begitupun dengan mimpin Rasulullah sebelum perang Uhud ini. Dikisahkan bahwa sebelum perang Uhud, Rasulullah bermimpi melihat ada seekor sapi yang disembelih dan di ujung pedang beliau sedikit retak. Dalam mimpinya itu, Rasulullah juga menghunus pedang namun pegangan pedangnya lepas. Kemudian Rasulullah menghunus pedangnya lagi, kali ini pegangan pedangnya kembali utuh.

 

Lalu apa arti atau makna dari mimpi Rasulullah itu? Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), dalam sebuah riwayat, Rasulullah memberikan tafsiran atas mimpinya itu. Sapi yang disembelih mengisyaratkan bahwa ada sahabat beliau yang gugur. Sementara ujung pedang beliau yang retak dimaknai bahwa ada salah seorang keluarganya yang akan wafat. Benar saja, pada saat perang Uhud, paman Rasulullah, Hamzah, gugur setelah ditombak Wahsyi. Beberapa pasukan umat Islam -yang notabennya sahabat Rasulullah- juga wafat dalam peperangan itu. []

 

(A Muchlishon Rochmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar