KHUTBAH JUMAT
Bagaimana Mengisi Jelang Akhir Ramadhan?
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لله، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ الْفُرْقَانَ لِلْعَالَمِيْنَ بَشِيْرًا
وَنَذَيِرًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ الَّذِيْ
أَنْزَلَ عَلَيْنَا بِأَنْوَاعِ النِّعَمِ مِدْرَارًا. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ
وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
الَّذِيْنَ يُطَهِّرُوْنَ اللهَ تَطْهِيْرًا. فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ،
أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ فِىْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ. بسم الله الرحمن الرحيم،
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ
الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ، سَلَامٌ
هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
Hadirin sidang Jumat hafidhakumullah,
Saya berwasiat kepada pribadi saya sendiri,
juga para hadirin sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dengan berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangan-Nya.
Hadirin,
Kita sekarang sudah memasuki bagian-bagian
akhir pada bulan Ramadhan. Kita perlu mengoreksi diri kita sendiri sebagai
bahan evaluasi. Mulai awal Ramadhan kemarin sampai hari ini: apakah kualitas
dan kuantitas ibadah kita sudah sesuai yang kita harapkan?. Apabila sudah, mari
kita jaga sekuat tenaga hingga akhir Ramadhan. Jika belum sesuai dengan
ekspektasi kita, mari kita tingkatkan dengan sebaik-baiknya. Karena,
اِنَّمَا
الْاَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ
Artinya: “Setiap amal tergantung dengan
endingnya”
Seperti orang yang sedang membangun rumah.
Kita ini sudah membangun rumah 70 persen. Bagaimana yang 30 persen sisanya, ini
sangat menentukan. Kalau finishing-nya bagus, akan jadi rumah yang
indah, tapi jika finishing-nya dikerjakan secara asal-asalan, tentu
rumah yang dibangun dengan permulaan susah payah, hanya akan mendapatkan nilai
buruk hanya masalah 30 persen yang akhir adalah buruk.
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan
pada sepertiga bulan Ramadhan akhir ini. Di antaranya bahwa Allah menciptakan
umat Muhammad penuh dengan keistimewaan. Sebagian keistimewaannya adalah Allah
menciptakan umat Muhammad sebagai umat yang lahir di muka bumi ini pada bagian
paling akhir. Kenapa? Karena apabila ada umat Muhammad yang menjadi
seorang pendosa, seumpama ia mati, di kuburan disiksa tidak terlalu lama lagi
kiamat akan datang, ia akan dientaskan dari siksaan kubur. Jika ia dalam
keadaan membawa iman, ia akan berpeluang besar mendapatkan syafa’at Rasulullah ﷺ. Kata Rasulullah ﷺ:
شَفَاعَتِيْ
لِاَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ اُمَّتِىْ
Artinya: “Syafa’atku untuk para pendosa besar
dari umatku.” (HR Abu Dawud dan At- Tirmidzi)
Ada keutamaan lain, umat Muhammad tidak
diciptakan oleh Allah dengan umur yang panjang-panjang, 500 tahun, 700 tahun
dan lain sebagai. Umur umat Muhammad rata-rata antara 60 sampai 70 tahun. Hal
ini sebutkan dalam hadits Nabi:
أَعْمَارُ
أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ
ذَلِكَ.
Artinya: “Umur-umur umatku antara 60 hingga
70 tahun. Sedikit di antara mereka yang melewati usia tersebut.” (HR
At-Tirmidzi)
Umur yang pendek-pendek ini di antara
hikmahnya adalah supaya umat Muhammad tidak capek-capek beribadah yang panjang.
Umat Muhammad diberi oleh Allah umur yang pendek, namun dalam pendeknya umur,
Allah memberikan peluang lailatul qadar sehingga apabila lailatul qadar ini
bisa digunakan dengan baik, hal tersebut lebih baik daripada seribu bulan atau
83 tahun lebih yang tidak malam lailatul qadarnya. Maka, seumpama ada umat
Muhammad mulai ia baligh sekitar umur 13 tahun, setiap tahun ia bisa
menggunakan malam laitalul qadar dengan sebaik mungkin sedangkan umurnya sampai
63 tahun, ia berarti telah menjalankan ibadah lebih baik dari 4.500 tahun yang
tidak ada lailatul qadarnya. Betapa Allah sungguh memuliakan umat Muhammad
dibandingkan umat yang lain.
Lailatul qadar tidak bisa dipastikan jatuhnya
kapan. Bisa pada awal Ramadhan, tengah ataupun di bagian akhir Ramadhan. Hal
ini tidak dijelaskan secara pasti supaya kita mau menjaring terus menerus.
Dengan begitu, selama Ramadhan kita berusaha memenuhinya dengan ibadah-ibadah.
Hanya saja, secara umum memang lailatul qadar itu banyak yang jatuh pada
kisaran 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah begitu tampak sikapnya bagaimana
beliau memenuhi sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Di antaranya Rasulullah
telah memberikan contoh kepada kita melalui hadits yang diriwayatkan oleh
istrinya Aisyah radliyallahu anha:
كانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ
مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Artinya: “Nabi ﷺ ketika memasuki
sepuluh hari terakhir mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan
membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari Muslim)
Pengertian “mengencangkan sarungnya”,
sebagaimana disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam tafsirnya Fathul Bari,
adalah Rasulullah ﷺ memisahkan diri dari
istrinya, tidak menggauli istri beliau selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah lebih fokus ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadits tersebut terkandung maksud bahwa cara
Rasulullah menghidupkan malam lailatul qadar adalah dengan tidak menjadikan
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan tersebut sebagai momen bermals-malasan
dan sarat tidur. Orang tidur sama dengan mati, maka lawan katanya adalah
menghidupkan. Rasulullah menghidupkan malam dengan terjaga, beribadah, tidak
mengisinya dengan tidur.
Selain itu, Baginda Nabi juga memperhatikan
masalah ibadah keluarganya. Beliau tidak ibadah sendirian sedangkan keluarga
yang lain santai-santai, tidak. Rasulullah membangunkan keluarganya untuk
beribadah malam, bersujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin hafidhakumullah,
Amalan lain yang selalu dilakukan oleh
Rasulullah pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan adalah i'tikaf. Kisah
ini diceritakan oleh Sayyidatina Aisyah radliyallahu anha, istri beliau:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ
الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ i'tikaf pada sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau dipanggil oleh Allah subhanahu wa
ta’ala kemudian istri-istri beliau i'tikaf setelah beliau kembali ke
rahmatullah.” (HR Bukhari)
Hadirin…
Hadits di atas menunjukkan bahwa i'tikaf
merupakan perkerjaan penting sehingga Rasulullah melaksanakan tidak hanya
beberapa hari saja di sepuluh akhir bulan Ramadhan. Tidak juga hanya
melaksanakan pada salah satu Ramadhan, namun setiap sepuluh akhir Ramadhan
sampai beliau meninggalkankan dunia. Kita patut mencontoh sunnah Nabi yang
seperti ini. Dalam kitab Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzab disebutkan:
قَالَ
الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَمَنْ أَرَادَ الِاقْتِدَاءَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اعتكاف الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Kata Imam As-Syafi’i dan murid-muridnya
“Barangsiapa yang ingin mengikuti Nabi ﷺ dalam menjalankan
I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
فَيَنْبَغِي
أَنْ يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْحَادِي
وَالْعِشْرِينَ منه
Maka hendaknya ia masuk masjid pada tanggal
20 Ramadhan sore hari sebelum memasuki malamnya tanggal 21.
Hal ini penting dilakukan supaya apa?
لِكَيْلاَ
يَفُوْتُهُ شَيْئٌ مِنْهُ
Supaya tidak terlewatkan sedikitpun waktu
untuk i’tikaf.
Kemudian kapan selesai i’tikafnya? Kalau
ingin secara total mengikuti Rasul seratus persen dalam hal ini, Imam Nawawi
melanjutkan
وَيَخْرُجُ
بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ لَيْلَةَ الْعِيدِ
Keluarnya setelah melewati maghrib malam hari
raya Idul Fitri
سَوَاءٌ
تَمَّ الشَّهْرُ أَوْ نَقَصَ
Baik hitungan bulannya penuh 30 hari atau pun
hanya 29
وَالْأَفْضَلُ
أَنْ يَمْكُثَ لَيْلَةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ حَتَّى يُصَلِّيَ فِيهِ صَلَاةَ
الْعِيدِ أَوْ يَخْرُجَ مِنْهُ إلَى الْمُصَلَّى لِصَلَاةِ العيد اِنْ صَلَّوْهَا
فِي الْمُصَلَّى
Namun yang paling utama adalah tetap berdiam
di masjid sampai melaksanakan shalat id sekalian.
Sebagaimana kita ketahui bahwa I’tikaf
hukumnya adalah sunnah, namun I’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan
Ramadhan hukumnya lebih sunnah atau sunnah muakkadah, sunnah yang sangat kuat.
(An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, juz 6, halaman 375)
Hadirin hafidzkumullah,
Pada bulan Ramadhan juga disebutkan sebagai
bulan Al-Quran.
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Artinya: “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di
dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan menjadi penjelas
dari petunjuk dan dari petunjuk-petunjuk itu dan menjadi pembeda (dari perkara
yang haq dan bathil).” (QS Al-Baqarah: 185)
Pada bulan Ramadhan Rasulullah juga
memperlakukan dengan istimewa. Tidak sebagaimana bulan-bulan yang lain, pada
bulan ini beliau bertadarus dengan malaikat Jibril. Rasulullah ﷺ membaca satu ayat,
malaikat Jibril membaca satu ayat secara bergantian sampai khatam dalam
sebulan. Kemudian kita melestarikan tradisi bertadarus bersama dengan keluarga
dan saudara kita berawal dari kisah ini.
Imam Syafi’i apabila di luar Ramadhan selalu
mengkhatamkan Al-Qur'an sehari sekali dalam shalatnya. Namun apabila pada bulan
Ramadhan, dalam sehari semalam beliau menghatamkan Al-Qur'an dalam shalat
sebanyak dua kali khataman.
Oleh karena itu, mari pada bulan Al-Qur'an
ini, kita perbanyak bacaan Al-Qur'an kita. Bagi yang belum bisa, jadilah
Ramadhan ini sebagai tonggak awal kita dalam mempelajari Al-Qur'an sesuai
tajwid kepada guru yang mumpuni dan di kemudian hari bisa sebagai bahan dasar
untuk membaca Al-Qur'an.
Pada akhirnya, dalam khutbah ini, saya
mengajak kepada para hadirin, untuk bersungguh-sungguh memenuhi puasa Ramadhan
dan beribadah malamnya dengan sebaik mungkin. Semoga kita dan keluarga kita
senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk
menjalankan ketaatan-ketaatan yang pada akhirnya kelak kita meninggalkan dunia
ini dalam keadaan husnul khatiman, amin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَجَعَلَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ الْآيَاِت وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ البَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ.
أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيْم، بسم الله الرحمن الرحيم، وَالْعَصْرِ
(١) إِنَّ الْإِنْسَانَ
لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣) ـ
وَقُلْ
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرّاحِمِيْنَ ـ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى
بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزِّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا
اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren
Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang