Surat Lebaran H.
Mahbub Djunaidi dari Penjara
Pada tahun 1977,
tokoh pers nasional dari NU, H. Mahbub Djunaidi, pernah dipenjara rezim Orde
Baru tanpa pengadilan. Disinyalir pada tahun itu, selain melalui tulisannya,
Mahbub termasuk orang yang menginginkan suksesi pada kepemimpinan nasional. Isu
suksesi makin marak memasuki tahun 1978, tahun bersidangnya MPR hasil Pemilu
1977.
Pada tahun-tahun itu,
sebagai salah seorang politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ia aktif
keluar-masuk kampus memenuhi undangan mahasiswa untuk memberikan ceramah dan
menyampaikan makalah.
Mungkin akibat
kegiatannya itu, Mahbub ditahan yang berwajib selama hampir setahun. Di dalam
penjara di Nirbaya, ia menyelesaikan sebuah novel, Angin Musim, yang membidik
politik Indonesia dari sudut pandang seekor kucing.
Said Budairy, sejawat
Mahbubd Djunaidi di Duta Masyarakat dan di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), bersaksi bahwa sejumlah tokoh waktu itu mau menjadi penjamin bagi
penahanan Mahbub di luar. Tapi pihak yang berkuasa tidak mau beringsut dari
sikapnya sehingga usaha tersebut gagal.
Karena kesehatannya
menurun, setelah lama “disimpan” di Rumah Tahanan Nirbaya, penulis novel dari
Hari ke Hari, Angin Musim, dan penerjemah beberapa buku tersebut dipindahkan ke
Rumah Sakit Gatot Subroto.
Pada lebaran tahun
itu, penulis berjuluk yang dijuluki "pendekar pena" tidak bersama
keluarganya karena masih dalam penjara. Ia berkirim surat kepada kelaurganya.
Surat itu dibacakan salah seorang anaknya, Fairus, ketika Mahbub wafat tahun
1995 di pemakaman Assalam, Bandung.
Berikut petikan surat
tersebut:
Alangkah bahagianya papa berlebaran bersamamu semua, walaupun tidur berdesakan di lantai. Ketahuilah, kebahagiaan itu terletak di dalam hati, bukan pada benda-benda mewah, pada rumah mentereng dan gemerlapan. Benda sama sekali tak menjamin kebahagiaan hati. Cintaku kepadamu semuanya yang membikin hatiku bahagia. Hati tidak bisa digantikan oleh apapun iuga. Papa orang yang sudah banyak makan garam hidup. Hanya kejujuran, kepolosan, apa adanya yang bisa memikat hatiku. Bukan hal-hal yang berlebih-lebihan.
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar