KH. Ahmad Hanafiah,
Ulama Pejuang dari Lampung
KH Ahmad Hanafiah
adalah seoang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama berpengaruh dari Kota
Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Ia lahir pada tahun 1905
di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Tengah. Wilayah tersebut sekarang
dimekarkan menjadi Kabupaten Lampung Timur. KH Ahmad Hanafiah adalah putra
sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana yang
menjadi pondok pesantren pertama di Provinsi Lampung.
Semasa hidupnya, KH
Ahmad Hanafiah telah berjuang mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dari cengkeraman penjajah di tanah Lampung. Ia pernah mengenyam pendidikan
pemerintahan di daerahnya, Sukadana.
Ia belajar agama
Islam kepada ayahnya. Juga pernah belajar di sejumlah pondok pesantren di luar
negeri, seperti di Malaysia dan Mekah maupun Madinah. Semenjak umur lima tahun,
KH Ahmad Hanafiah sudah khatam membaca al-Qur'an.
Ayahandanya adalah
sosok ulama besar yang lama menimba ilmu di Tanah Suci. Kegemaran menuntut ilmu
sang ayah rupanya menurun kepada sosok Ahmad Hanafiah.
Hal ini terbukti pada
jejak kehidupan selanjutnya. Setelah sempat mengabdi menjadi guru Agama Islam
dari tahun 1920-1925, Ahmad Hanafiah melanjutkan pendidikan ke Pesantren
Kelantan Malaysia, dari tahun 1925-1930.
Tidak cukup di
Kelantan, usai menuntaskan pelajarannya di negeri jiran, dia pun melanjutkan
perjalanan menuntut ilmu ke Mekah. Namun, Ahmad Hanafiah tidak langsung
mencapai Mekah. Dalam perjalanan menuju Tanah Suci, ia singgah di India dan
mendalami Ilmu tarekat.
Ia sampail di Tanah
Suci pada tahun 1930. Selanjutnya ia menuntut ilmu di Masjidil Haram hingga
tahun 1936.
Ahmad Hanafiah telah
menunjukkan kepemimpinannya sejak belia. Jiwa itu terus ada dan berkembang
dalam dirinya, bahkan saat belajar di Tanah Suci. Hal itu dibuktikan dengan
kemampuannya selama dua tahun menjadi Ketua Himpunan Pelajar Islam Lampung di
kota Melah, Arab Saudi.
Di Mekah, Ahmad
Hanafiah tidak hanya kuliah, tetapi juga mengajar ilmu pengetahuan agama Islam
di Masjidil Haram pada tahun 1934-1936.
Sekembalinya ke
Indonesia, ia aktif sebagai mubaligh di Lampung dan menjadi Ketua Serikat
Dagang Islam (SDI) di wilayah Kawedanan Sukadana (1937-1942).
Kepiawaiannya mengatur organisasi bukan hanya di tingkatan konsep, melainkan
juga manajemen yang rapi hingga ke akar rumput.
Konsep Sarikat Dagang
Islam diterapkannya bersama umat Islam di Sukadana dengan mengelola usaha-usaha
akar rumput. Usaha mebel, home industry sabun, bahkan rokok kretek pun
digalakkannya. Selain itu, Ahmad Hanafiah juga mengelola lembaga
pendidikan.
Dia adalah seorang
ulama yang bukan hanya sibuk di bidang keillmuan, melainkan diterapkan dalam
praktik dengan mendampingi masyarakat sekitar menumbuhkan ekonomi. Berbagai upaya
membuat teknologi pertanian-pun dilakukan.
Selain itu KH Ahmad
Hanafiah juga sosok ulama yang produktif dalam menghasilkan karya-karya yang
abadi hingga kini masih terjaga, yaitu kitab Al-Hujjah dan kitab tafsir Ad-Dohri.
Kedua kitab ini adalah bukti intelektualitas sang ulama yang diwariskan untuk
generasi selanjutnya.
Perjuangan Melawan
Penjajah
Agresi Belanda tahun
1947 dengan melancarkan serangan serentak kepada sejumlah daerah di Indonesia,
termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Saat itu, Belanda pun mulai menyerang
Lampung yang menjadi bagian dari Karesidenan Sumatera Selatan melalui jalur
darat dari Palembang. Mereka sempat mendapat perlawanan dari kesatuan TNI,
meskipun akhirnya Kota Baturaja dapat dikuasai Belanda.
Agresi tersebut
memicu perlawanan laskar rakyat bersama TNI terhadap Belanda dalam pertempuran
di Kemarung. Kemarung adalah suatu tempat hutan belukar yang terletak di dekat
Baturaja ke arah Martapura, Sumatera Selatan. Di sinilah terjadi pertempuran
hebat antara laskar rakyat melawan Belanda.
Perlawanan laskar
rakyat tergabung dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah yang bersenjatakan
golok. TNI dan Laskar Hizbullah yang berencana menyerang Baturaja telah
dibocorkan mata-mata, sehingga personel TNI mundur ke Martapura; sedangkan
pasukan Laskar Hizbullah yang tengah beristirahat di Kemarung disergap Belanda
dan terjadilah pertempuran hebat.
Anggota Laskar
Hizbullah banyak yang gugur dan tertawan. Sementara KH Ahmad Hanafiah ditangkap
hidup-hidup, kemudian dimasukan ke dalam karung dan ditenggelamkan di sungai
Ogan. Karena itu hingga sekarang makamnya tidak diketahui.
Catatan peristiwa
sejarah lainnya mengungkapkan bahwa KH Ahmad Hanafiah dikenal pemberani,
ditakuti, dan disegani lawan. Ia dikabarkan kebal peluru. Ia juga sosok
komandan Laskar Hizbullah yang rendah hati dan tidak mau menonjolkan diri. Ia
selalu berjuang tanpa pamrih.
Ia diakui juga
sebagai tokoh agama, ulama, pejuang, politisi, dan komandan perang yang dikenal
sebagai laskar bergolok karena mereka selalu bersenjatakan golok ciomas saat
bertempur.
KH Ahmad Hanafiah
memiliki sejumlah pengalaman, di antaranya pada masa penjajahan Jepang, ia
menjadi anggota Chuo sangi kai di Karesidenan Lampung tahun
1945-1946. Ia pun menjadi Ketua partai Masyumi dan pimpinan Hizbullah Kewedanan
Sukadana.
Ia lalu menjadi
anggota DPR Karesidenan Lampung pada tahun 1946-1947. Ia Wakil Kepala
merangkap Kepala Bagian Islam pada kantor Jawatan Agama Karesidenan Lampung
sejak awal 1947.
Puncaknya, KH. Ahmad
Hanafiah gugur di medan perang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI dari aggressor
Belanda menjelang malam 17 Agustus 1947 di Front Kamerung, Baturaja, Sumatera
Selatan.
(Muhammad Candra
Syahputra/diolah dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar