Penjelasan tentang Takbir
Intiqal dalam Shalat
Pertanyaan:
Assalamu'Alaikum wr. wb. Redaksi Bahtsul
Masail yang dirahmati Allah SWT, pernah suatu ketika kami shalat di salah satu
masjid yang imamnya ketika selesai membaca surat pendek beliau langsung rukuk
lalu kemudian nanti sang imam sudah pada posisi ruku’ baru melafalkan takbir, sehingga
ada sebagian makmum yang kebetulan posisinya berada dibelakang sang imam sudah
mengikuti gerakan sang imam walau imam belum melafalkan takbir.
Tentunya dengan demikian shalat kali ini
sangat tidak kompak kelihatannya karena ada sebagian makmum yang mengikuti
karena melihat gerakan dan ada yang mengikuti karena mendengar lafal takbir.
Yang ingin kami tanyakan adalah:
1. Bagaimana hukum melafalkan takbir dalam
perpindahan gerakan dalam shalat?
2. Apa hukum memanjangkan atau memendekkan
lafal takbir oleh imam dalam shalat?
Demikian pertanyaan kami. Sebelumnya kami
ucapkan terima kasih atas jawabannya. Walaikumsalam wr. wb.
Zainal
Jawaban:
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh,
Saudaraku Zainal yang dimulyakan oleh Allah,
beserta semua saudara Nahdliyyin dimanapun anda berada, pertanyaan seputar
melafalkan takbir dan sistem pembacaannya merupakan pertanyaan yang sangat
menarik, karena meskipun terkesan sepele, namun itulah fakta ibadah yang kita
temui dalam keseharian kita.
Untuk menjawab pertanyaan saudaraku, Zainal,
perlu kita bersama pahami terlebih dahulu tentang takbir yang mengiringi
perpindahan gerakan shalat, atau yang biasa dikenal dengan takbir intiqâl.
Syekh Sulaiman al-Bujairami dalam kitab Al-Bujairimi
‘ala al-Khathib (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz II, hal. 220 menyebutkan
bahwa hukum takbir intiqal adalah sunnah muakkad:
أَنَّ
تَكْبِيرَاتِ الِانْتِقَالَاتِ مُجْمَعٌ عَلَيْهَا فَكَانَتْ آكَدَ
“Bahwa takbir-takbir intiqâl itu telah
disepakati oleh para ulama, sehingga kesunnahannya lebih kukuh (muakkad)”
Mengenai penempatan kapan kita melakukan
takbir intiqâl, Mustafa al-Khan dan Musthafa al-Bagha, menjelaskannya dalam Al-Fiqh
al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), Juz
I, hal. 153
التكبير
عند الانتقالات
عرفنا
أن تكبيرة الإحرام بالصلاة ركن لا تصح بدونه.فإذا دَخلتَ في الصلاة وكبرتَ تكبيرة
الإحرام، يسنّ لك أن تكبّر مثلها عند كل انتقال من الانتقالات، ما عدا الرفع من
الركوع فيسن بدلاً من التكبير قول: سمع الله لمن حمده، ربنا لك الحمد
“Takbir saat perpindahan gerakan:
Telah kita ketahui bahwasanya takbiratul
ihram adalah rukun shalat, dimana shalat tidak akan sah tanpanya. Apabila
seseorang sudah masuk dalam shalat dan telah melaksanakan takbiratul ihram,
disunnahkan bagimu melafalkan takbir setiap kali perpindahan gerak. Kecuali
saat bangun dari rukuk, maka yang disunnahkan adalah ucapan: “Allah Maha
Mendengar orang yang memuji-Nya, Ya Tuhanku, bagi-Mu segala puji”.”
Pada saat melafalkan takbir tersebut, ada
yang disunnahkan dengan dibarengi gerakan mengangkat keduatangan (raf’ul
yadain), dan ada yang tidak. Tempat-tempat dimana kita disunnahkan mengangkat
kedua tangan, dijelaskan olehSyekh Abdurrahman al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ
Madzâhib al-Arba’ah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2003), juz I, hal.
224.
الشافعية
قالوا: الأكمل في السنة هو رفع اليدين عند تكبيرة الإحرام، والركوع والرفع منه،
وعند القيام من التشهد الأول
“Syafi'iyyah berkata, termasuk sunnah hay-ât
adalah mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, ketika hendak ruku',
ketika berdiri dari ruku', dan ketika berdiri dari tasyahud awal.”
Selanjutnya, mengenai memanjangkan atau
memendekkan bacaan takbir, Mustafa al-Khan dan Musthafa al-Bagha,
menjelaskannya dalam Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya:
Al-Fithrah, 2000), Juz I, hal. 131 menjelaskan:
يشترط
الصحة تكبيرة الإحرام: ….. (هـ) مصاحبتها للنية كما مر ذكره.
“Syarat sahnya takbiratul ihram ialah: ....
membarengkan keseluruhan lafalnya dengan niat sebagaimana telah dituturkan
sebelumnya”
Kutipan di atas menjelaskan bahwa pada saat
melakukan takbiratul ihram, kita disyaratkan untuk membarengkan pengucapannya
dengan niat, dan tentunya dengan gerakan mengangkat kedua tangan. Untuk takbir
intiqâl, disamakan dengan takbiratul ihram. Sehingga panjang ataupun pendeknya
pembacaan disesuaikan dengan gerakannya agar berjalan berbarengan.
Demikian jawaban yang bisa kami sampaikan,
semoga bisa bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Wallahu a’lam
bi-shawâb.
Wassalamu ‘alaikum warahatullahi
wabarakatuh.
Muhammad Ibnu Sahroji
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar