Berhentilah Mengeluh kepada
Manusia, Bermunajatlah kepada Allah!
Suka mengadukan kesulitan-kesulitan hidup
kepada sesama manusia bisa sama artinya dengan tidak rela dengan apa yang
sedang dikehendaki Allah subhânahu wata‘âlâ pada diri seorang hamba. Mengeluh
dan meratapi nasib yang diderita sama artinya dengan merasa tidak puas akan
pemberian Allah subhânahu wata‘âlâ.
Uraian di atas sejalan dengan apa yang pernah
dikatakan oleh Imam Al-Junaid sebagaimana termaktub dalam kitab Riyadhu
Akhlaqis Shalihin, karangan Syekh Ahmad bin Muhammad Abdillah, halaman
32, sebagai berikut:
مَنْ
أَصْبَحَ وَهُوَ يَشْكُو ضَيْقَ الْمَعَاشِ فَكَاَنَّمَا يَشْكُو رَبَّهُ وَمَنْ
أَصْبَحَ لِأُمُوْرِ الدُّنْيَا حَزِيْنًا فَقَدْ أَصْبَحَ سَاخَطًا عَلىَ اللهِ
Artinya: “Barangsiapa suka mengadukan
kesulitannya kepada sesama manusia, maka seolah-olah ia mengadukan Tuhannya
(kepada mamusia tersebut). Dan barangsiapa merasa sedih dengan kondisi
duniawinya, maka dia menjadi orang yang membenci Allah.”
Bisa saja kita berpikir merasa tidak puas
dengan kondisi yang ada adalah manusiawi, tetapi sebenarnya jauh lebih baik dan
islami apabila keluhan-keluhan itu secara langsung disampaikan kepada Allh
subhânahu wata‘âlâ melalui doa-doa yang kita panjatkan kepada-Nya.
Itulah yang disebut munajah, yakni mengadukan
persoalan-persoalan hidup kepada Allah sekaligus memohon pertolongan dan belas
kasih-Nya.
Salah satu waktu terbaik untuk bermunajat
adalah pada saat seorang hamba melaksanakan shalat tahajud dalam doa-doa yang
dibacanya di tengah malam, di saat mana semua orang lelap tidur.
Di saat seperti itu barang kali tidak ada
orang mendengar atau melihat ketika seorang hamba bermunajat kepada Allah
dengan isak tangis dan air mata yang berderai.
Nabi Musa ‘alaihissalâm, sebagaimana
disebutkan dalam Kitab Al-Mu’jam Al-Ausath lith-Thabraniy, berdasarkan hadits
marfu’ (3505) yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas’ud, sering bermunajat
kepada Allah dan mengucapkan doa-doa sebagai berikut:
اَلَّلهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ وَاِلَيْكَ الْمُشْتَكَى وَاَنْتَ الْمُسْتَعَانُ وَلَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Artinya: "Ya Allah segala puji bagi-Mu.
Kepada Engkaulah aku mengadu dan hanya Engkau yang bisa memberi pertolongan.
Tiada daya dan upaya, serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah
Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung."
Lalu pertanyaannya, apakah memang tidak boleh
melakukan curhat kepada sesama manusia, seperti seorang kawan kepada kawan
lainnya, atau seorang istri kepada suami atau sebaliknya?
Tentu saja boleh sepanjang curhat itu tidak
bermakna “ngrasani" atau menggunjing Allah subhânahu wata‘âlâ. Curhat
kepada sesama manusia boleh dilakukan selama masih dalam koridor diskusi atau
meminta nasihat untuk mendapatkan cara-cara terbaik untuk keluar dari
kesulitan-kesulitan yang dihadapi sebab memang ada kewajiban untuk saling
tolong menolong dan nasihat menasihati diantara sesama manusia. Artinya setiap
musim memiliki hak untuk mendapatkan nasihat tentang alternatif solusi dari
kesulitan-keulitan yang ada. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar