Khalifah Musa: Perselisihan Tragis Anak dan Ibu
Oleh: Nadirsyah Hosen
Khalifah Al-Mahdi memiliki istri yang bernama Khayzuran.
Sebenarnya istrinya ini seorang mantan budak. Sewaktu masih remaja dia diculik
orang badui dan dijual di pasar budak. Al-Mahdi tertarik membeli budak cantik
ini. Setelah Al-Mahdi menjadi khalifah, Khayzuran berhasil merayu Al-Mahdi
untuk memerdekakannya, menikahinya, dan menjadikannya permaisuri, menggeser
kedudukan permaisuri sebelumnya.
Dari rahim Khayzuran lahir khalifah keempat dan kelima Abbasiyah:
Musa dan Harun. Kita bahas Khalifah Musa terlebih dahulu dalam lanjutan mengaji
sejarah politik Islam ini.
Musa (lahir tahun 764 Masehi) adalah anak tertua Al-Mahdi. Sesuai
wasiat ayahnya, dia berada dalam satu paket bersama adiknya, Harun, meneruskan
kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Kalau ayahnya digelari al-Mahdi, Musa diberi gelar
Al-Hadi. Menjadi kebiasaan para khalifah untuk memberi gelar pada nama mereka.
Selain memiliki gelar kehormatan Al-Hadi, Khalifah Musa juga punya
julukan lain. Kebetulan bibir Musa itu sumbing, maka setiap dia membuka
mulutnya seorang pelayan setianya selalu mengingatkan, “Athbiq” (tutuplah). Maka,
dia pun, menurut penuturan Imam Suyuthi, dijuluki juga sebagai Musa Athbiq.
Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa Khalifah Musa ini senang
mabuk-mabukkan, bermain, dan menunggangi keledai dengan baik, namun dia
bukanlah seorang khalifah yang menjalankan tugasnya dengan baik.
Imam Suyuthi juga menuturkan bahwa ada yang berpendapat Khalifah
Musa ini merupakan pemimpin yang zalim. Selalu ada pengawal di sampingnya yang
menghunus pedang. Apa yang disampaikan ini bisa kita pahami konteksnya bahwa di
masa pemerintahan Musa al-Hadi, dia disibukkan dengan peperangan.
Pertama, dia melanjutkan amanat ayahnya, Khalifah Al-Mahdi, untuk
mengejar dan memerangi kaum Zindiq. Termasuk yang dibunuh adalah Yazdan bin
Badzan, ‘Ali bin Yaqthin, dan Ya’qub bin al-Fadhl—sebagaimana dicatat oleh Imam
Thabari. Kedua, terjadi pertempuran antara Abbasiyah dengan Romawi. Ketiga,
terdapat pemberontakan Khawarij yang memaksa Musa mengirim pasukannya.
Terakhir, ada pula pemberontakan dari Al-Husain bin Ali bin
al-Hasan bin al-Hasan bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ini keturunan
Sayyidina Hasan, cucu Nabi. Al-Husain ini mengklaim diri sebagai khalifah di
Madinah dan ditumpas oleh pasukan Khalifah Musa al-Hadi. Jenazah para pendukung
Al-Husain dibiarkan selama tiga hari, sementara Al-Husain dipenggal kepalanya.
Sejarawan mencatat ini sebagai pertempuran Fakh (Juni tahun 786 Masehi).
Pengikut Al-Husain yang bernama Idris bin Abdullah berhasil
melarikan diri ke Maroko dan kemudian mendirikan Dinasti Idrisiyah, yang
disebut-sebut merupakan cikal bakal kerajaan Maroko saat ini.
Khalifah Musa al-Hadi hanya berkuasa selama kurang lebih satu
tahun (785-786). Sejarah menandai kepemimpinannya selain disibukkan dengan
peperangan, juga dengan perselisihan antara Musa dan Ibunya. Khayzuran,
sepeninggal suaminya, Al-Mahdi, bergeser dari seorang permaisuri menjelma
menjadi ibu suri khalifah yang sangat berkuasa. Banyak para pejabat yang
melaporkan dan berkonsultasi dengan Khayzuran.
Kenyataan ini membuat Musa murka. Dia tidak suka ibunya mencampuri
urusan kerajaan. Musa bahkan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke kota
Haditsah. Namun, pengaruh ibunya, yang terkenal pintar dan kharismatik, tidak
juga surut.
Imam Suyuthi merekam kemurkaan Khalifah Musa al-Hadi kepada
ibunya, dan bagaimana kisah anak dan ibu ini berakhir tragis:
وقال:
لئن وقف ببابك أمير لأضربن عنقه! أما
لك
مغزل يشغلك، أو مصحف يذكرك، أو سبحة؟ فقامت ما تعقل من الغضب، فقيل: إنه بعث إليها بطعام مسموم،
فأطعمت منه كلبًا فانتثر فعملت على قتله لما وعك بأن غموا وجهه ببساط جلسوا على
جوانبه؛ وخلّف سبعة بنين
“Musa berkata kepada
ibunya: ‘Jika ada seorang Amir yang datang ke pintumu, akan aku pukul
tengkuknya (maksudnya mau dipenggal kepalanya). Tidakkah ibu punya alat tenun
untuk menyibukkan dirimu, atau membaca mushaf al-Qur’an yang bisa
mengingatkanmu, atau bertasbih saja?’ Ibunya bangkit berdiri menahan amarahnya.
Maka, dikatakan setelah peristiwa itu, Khalifah Musa mengirimkan makanan
beracun kepada ibunya. Sang Ibu yang sudah curiga malah memberikan makanan itu
ke anjing, yang ternyata mati seketika akibat racun itu. Ibunya kemudian
mengatur cara agar dia bisa membunuh anaknya. Lantas dia membekap anaknya,
Khalifah Musa, dengan selendang sehingga tidak mampu bernafas. Khalifah Musa
saat wafat meninggalkan 7 anak lelaki.”
Imam Thabari menjelaskan lebih rinci konteks perselisihan
keduanya. Menurut catatan beliau, dalam empat bulan pertama kekhalifahan Musa
sebenarnya sang khalifah selalu memenuhi permintaan ibunya. Memberinya berbagai
hadiah dan apa saja yang diinginkannya.
Para pejabat menjadi tahu bahwa kalau hendak meminta sesuatu
kepada khalifah, mereka harus mendekati ibu suri. Maka, berjejerlah para
pejabat mendatangi ibu suri, dan sang ibu meneruskan berbagai permintaan
pejabat itu kepada khalifah. Inilah konteks kemarahan Musa karena sang ibu
tanpa sadar telah dimanfaatkan para pejabat bawahan khalifah.
Imam Thabari juga memaparkan riwayat lain bahwa wafatnya Khalifah
Musa itu karena sakit ususnya sampai bernanah. Imam Suyuthi juga memaparkan
adanya versi wafat karena sakit ini. Namun, dalam versi Imam Thabari mengenai
selendang yang dipakai membekap Musa itu dilakukan bukan oleh tangan ibunya
sendiri, melainkan melalui Khalisah, budak perempuan sang ibu atas perintah
Khayzuran sendiri.
Hal itu dilakukan setelah sang ibu mendengar kabar bahwa Musa
berusaha menyingkirkan adiknya, Harun, dari jalur suksesi dan menggantikannya
dengan Ja’far, anak Musa.
Entah versi mana yang benar. Namun, jika benar perselisihan
keduanya sampai membuat Khayruzan membunuh anaknya sendiri, maka jelaslah
kekuasaan ternyata membuat anak dan ibu sama-sama gelap mata.
Berikutnya insya
Allah kita lanjutkan kisah khalifah kelima Abbasiyah yang sangat
masyhur namanya, yaitu Khalifah Harun ar-Rasyid. []
GEOTIMES, 28 Oktober 2017
Nadirsyah Hosen | Rais Syuriah NU Australia – Selandia Baru dan
dosen senior di Faculty of Law, Monash University
Tidak ada komentar:
Posting Komentar