Memahami Gejolak Politik di Iran
Oleh: Zuhairi Misrawi
Kota Mashhad menjadi tombol meluasnya aksi demonstrasi di Iran
dalam seminggu terakhir. Menyusul kemudian aksi serupa di sejumlah wilayah di
Iran. Dunia internasional pun menyoroti peristiwa yang tidak biasa terjadi di
Iran ini. Kenapa Mashhad menjadi awal dari demonstrasi?
Mashhad sebagai kota terbesar kedua di Iran menjadi basis kubu konservatif, lawan dari Presiden Hasan Rouhani, kubu reformis. Karenanya, Mashhad dipilih oleh kubu konservatif untuk menjadi titik landas demonstrasi anti-Rouhani. Ebrahim Raisi kandidat Presiden dari kubu konservatif dalam Pemilu Presiden yang lalu mempunyai basis massa yang relatif besar.
Di Kota Mashhad inilah, Raisi mendapatkan suara yang lumayan besar, 903.000 suara, sementara Rouhani mendapatkan 688.000 suara. Di samping itu, di Mashhad juga terdapat Ayatullah Ahmad Alamolhoda, mertua Raisi yang mempunyai pengaruh besar dalam kapasitasnya sebagai imam masjid, yang juga dikenal sebagai musuh bebuyutan Rouhani.
Kubu konservatif sepertinya masih belum bisa "move on" dari
kekalahan telak dalam Pemilu Presiden yang dimenangkan kembali oleh kubu
reformis, Hasan Rouhani. Kekalahan kubu konservatif dalam dua Pemilu Presiden
terakhir membuktikan kubu reformis masih berjaya dan mendapatkan simpati
mayoritas warga Iran.
Pertarungan antara kubu konservatif dan kubu reformis di Iran menjadi salah satu pemandangan yang lumrah dalam lanskap politik Iran sejak revolusi Islam 1979. Perbedaan yang mencolok antara kubu reformis dan kubu konservatif adalah soal hubungan dengan Barat. Kubu konservatif menutup hubungan dengan Barat, sementara kubu reformasi membuka dialog dengan Barat. Di samping juga perbedaan dalam soal keberpihakan terhadap ekonomi warga miskin. Kubu reformis ditengarai lebih condong kepada kelas menengah. Sedangkan kubu konservatif fokus pada warga tidak mampu.
Kubu reformis merespons demonstrasi kubu konservatif dengan demonstrasi tandingan yang tidak kalah besar jumlahnya. Hanya saja demonstrasi tersebut tidak disiarkan oleh media massa asing. Yang mendapatkan perhatian besar justru demonstrasi dari kubu konservatif, karena sesuai dengan kepentingan geopolitik negara-negara yang selama ini berseberangan dengan Iran, khususnya Amerika Serikat, Israel, Arab Saudi, dan Inggris.
Kubu reformis dalam demonstrasinya meminta Rouhani agar meninjau ulang kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat, karena faktanya kesepakatan tersebut tidak membuahkan hasil apa-apa. Muhsin Araki dalam orasinya, Iran harus kembali ke masa-masa sebelum kesepakatan nuklir, karena Amerika Serikat dengan sengaja membuat ekonomi Iran limbung akibat embargo. Rouhani, menurut Araki, harus fokus pada pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan baru.
Tidak bisa dimungkiri, demonstrasi yang hingga saat ini telah menelan korban 22 orang tewas dan 450 lainnya luka-luka itu mempunyai dua dimensi kepentingan yang bertolak belakang. Pertama, dimensi ekonomi. Harus diakui, angka pengangguran dan kemiskinan masih relatif tinggi. Belakangan ini harga bahan-bahan pokok terus melambung.
Di samping itu, tercium aroma korupsi di lingkaran pemerintahan yang menyebabkan ketimpangan begitu mencolok antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Rouhani dianggap lebih berpihak kepada para pengusaha daripada orang-orang miskin.
Wilayah-wilayah yang melakukan demonstrasi pada umumnya adalah basis kubu konservatif yang selama ini merasakan langsung dampak dari kondisi objektif ekonomi yang tidak berpihak pada mereka. Mereka dulunya pendukung fanatik Presiden Ahmadinejad. Apalagi ada kebajikan baru Rouhani perihal menghapus subsidi terhadap warga miskin, yang bisa berdampak langsung terhadap kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam konteks ini, Presiden Rouhani pun mendengarkan dengan saksama tuntutan yang diminta pendemo. Bahkan ia memaklumi adanya demonstrasi, karena aksi mereka dilindungi oleh konstitusi dan bagian dari hak asasi setiap warga negara. Namun, Presiden Rouhani sama sekali tidak menolerir aksi brutal yang merusak dan bernuansa kekerasan. Ia pun berjanji akan membuka setidaknya 1,5 juta lapangan pekerjaan baru.
Sebenarnya prestasi Presiden Rouhani dalam ekonomi tidaklah buruk. Di saat Rouhani terpilih sebagai presiden pertama kali, inflasi mencapai 45%. Namun sekarang sudah bisa ditekan di bawah 10%, bahkan pertumbuhan ekonomi relatif membaik di angka 6%. Secara statistik ada perbaikan dalam bidang ekonomi, tetapi problem utamanya di pemerataan dan keberpihakan terhadap orang-orang miskin.
Kedua, dimensi politik. Dimensi ini menjadi perhatian yang cukup serius, karena Rouhani dihadapkan pada musuh-musuh politik dari dalam dan dari luar. Yang paling kentara adalah kubu konservatif yang setiap saat mengkritisi secara tajam anggaran tahun 2018, yang dinilai tidak berpihak kepada warga miskin. Di samping itu, kubu reformis di parlemen juga mulai menjaga jarak dengan Rouhani karena mereka juga khawatir ditinggalkan oleh pemilihnya dalam pemilu parlemen yang akan datang.
Di pihak lain, ada kelompok oposisi yang selama ini memilih tinggal di luar Iran, yang sangat aktif menguasai media sosial dan beberapa televisi digital. Mereka selalu sigap menggunakan momentum untuk menggoyang pemerintah dan sistem yang sudah mapan di Iran.
Maka dari itu, Pemimpin Spiritual Iran, Ayatullah Ali Khamenei menuding langsung pihak-pihak luar yang sengaja menunggangi masalah dalam negeri Iran. Apalagi Donald Trump, Netanyahu, dan media-media Arab Saudi sangat gencar memviralkan gejolak politik di Iran dengan hashtag "IranProtest". Amerika Serikat, Israel, Inggris dan Arab Saudi menjadikan gejolak di dalam negeri Iran sebagai momentum untuk memojokkan Iran.
Hemat saya, langkah yang diambil oleh Amerika Serikat, Israel, Inggris, dan Arab Saudi untuk melakukan intervensi dalam masalah dalam negeri Iran justru mendegradasi tuntutan warga Iran yang menghendaki keadilan dan kesejahteraan sosial.
Apa yang disampaikan oleh Ali Khamenei bukan isapan jempol. Negara-negara yang selama ini memusuhi Iran telah menunggangi aksi demonstrasi dan ingin mengubah tatanan yang sudah mapan sejak revolusi Islam 1979. Dari isu ekonomi, demonstrasi melebar sehingga menjadi isu politik yang bertujuan menggoyang sistem.
Kendatipun demikian, beban di pundak Presiden Rouhani tidak mudah. Ia harus merespons dengan serius tuntutan warga Iran dalam pengentasan kemiskinan dan korupsi. Setidak-tidaknya kebijakan terkait dengan melambungnya harga bahan-bahan pokok dan pemotongan subsidi perlu dikaji ulang dan dicarikan solusi terbaik. Problem kemiskinan dan korupsi perlu mendapatkan perhatian khusus, sehingga tidak melebar menjadi isu politik yang lebih besar. []
DETIK, 04 Januari 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis
pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar