Fa Aina Tadzhabun?
Oleh: Nasaruddin Umar
JARUM jam terasa semakin cepat berputar. Kita semua merasa
pergantian tahun berjalan begitu cepat. Tahun demi tahun kita jalani dengan
berbagai kesibukan sehingga seolah tidak terasa bahwa umur kita semakin
bertambah. Dalam menjalani siklus pergantian tahun, menarik untuk disimak
sebuah pertanyaan Tuhan di dalam ayat Alquran, Fa aina tadzhabun? (Maka kalian
mau ke mana?) (QS al-Takwir/81:26).
Ayat itu tampil berdiri sendiri mengingatkan visi dan misi
kehidupan kita, untuk apa kita lahir? Ke mana kita akan pergi? Apa tujuan hidup
kita? Bekal apa yang harus disiapkan di dalam menjalani perjalanan hidup ini?
Berapa lama kita akan hidup? Apa tanggung jawab di balik kehidupan ini? Terlalu
banyak muatan makna pertanyaan Tuhan di dalam ayat pendek tersebut. Ayat tersebut
menyentak kita untuk mempertanyakan dan menyadarkan kita di dalam menjalani
sisa-sisa perjalanan hidup kita.
Jika ada sebuah teks pertanyaan tanpa jawaban di dalam Alquran,
itu menunjukkan adanya jawaban penting yang harus ditanggapi. Kehidupan yang
tersisa ini seharusnya kita jalani dengan visi dan tujuan yang jelas supaya
kita tidak termasuk orang yang amat merugi di kemudian hari. Alangkah ruginya
kalau kehidupan kita ini sama saja dengan kehidupan kita dengan masa lalu.
Ayat di atas seolah memberikan energi batin bagi kita untuk
berubah (shifting). Bagaimana agar kualitas hidup kita hari ini lebih baik
daripada hari kemarin dan hari-hari masa depan kita lebih baik daripada hari
ini. Hadis Nabi mengingatkan alangkah ruginya seseorang jika hidupnya hari ini
sama saja dengan hari kemarin. Lebih rugi lagi jika hidupnya hari ini lebih
buruk daripada hari kemarin. Tidak ada kata terlambat untuk mengevaluasi diri
kita untuk merencanakan kualitas hidup lebih baik daripada hari kemarin, hari
ini, dan hari-hari berikutnya.
Pertanyaan menarik itu bukan hanya penting dihayati secara
individu, melainkan juga untuk keluarga, masyarakat, dan kita semua sebagai
warga bangsa/negara karena ayat tersebut menggunakan lafaz jamak (tadzhabun).
Jadi yang perlu mendapatkan direction kehidupan bukan hanya diri sendiri,
melainkan juga keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Yang akan celaka bila
tidak menjalani tata kelola kehidupan ini bukan hanya orang perorangan,
melainkan juga anggota masyarakat dan bangsa atau negara.
Sejalan dengan ayat di atas, ada ayat lain mengingatkan, Likulli
ummatin ajal, fa idza jaa ajaluhum la yasta’khiruna sa’atan wa la yastaqdimun
(Tiap-tiap umat mempunyai ajal, maka apabila telah datang ajal mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya (QS
al-A’raf/7:34). Orang, keluarga, masyarakat, negara, rezim atau orde, yang
tidak memiliki visi, misi, dan tujuan hidup yang jelas dikhawatirkan ajalnya
akan tiba lebih awal. Khusus untuk ajal suatu masyarakat, Ibnu Khaldun pernah
mengingatkan kepada kita terhadap empat generasi yang akan menentukan cepat
atau lambatnya ajal masyarakat itu tiba, yaitu, pertama generasi perintis,
kedua generasi pembangun, ketiga generasi penikmat, dan keempat generasi
penghancur.
Setelah itu, muncul lagi generasi baru yang akan merintis,
membangun, menikmati, dan selanjutnya kembali menghancurkan. Demikianlah
seterusnya, sejarah selalu berulang. Alquran menayangkan beberapa contoh yang
menunjukkan betapa riskannya ajal sebuah generasi. Terkadang individu yang
memiliki perencanaan yang matang di dalam menjalani kehidupannya lebih panjang
ajalnya daripada ajal masyarakatnya. Di antara generasi bangsa Indonesia banyak
sekali yang pernah merasakan beberapa pergantian generasi (orde). Ada yang
pernah menyaksikan tibanya ajal penjajahan Jepang, Belanda, Orde Lama, dan Orde
Baru. Terkadang umur individu kita lebih panjang daripada umur masyarakat atau
rezim kita.
Sebaliknya, ada juga suatu komunitas lebih panjang usia kemasyarakatannya
bila dibandingkan dengan usia individunya. Boleh jadi ada sebuah individu
berkali-kali mati sebagai masyarakat atau rezim tetapi tetap tegar sebagai
individu. Idealnya usia individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa/negara/rezim
sama-sama awet dalam kehidupan yang ideal, sebagaimana ditegaskan di dalam
cita-cita bangsa yang tertuang di dalam Preambul UUD 1945.
Dalam tahun atau bulan-bulan politik seperti tahun mendatang
seharusnya kita semua wawas diri sambil memohon petunjuk Tuhan Yang Mahakuasa
agar kita semua, baik sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun sebagai
warga bangsa/negara, tetap berada di dalam lindungan Tuhan Yang Mahakuasa.
Semoga kita semua tetap berada dalam suasana stabil, makmur, tenang, dan
bahagia. []
MEDIA INDONESIA, 29 Desember 2017
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar