Muhasabah 2017 dan Resolusi Kebangsaan 2018
PBNU
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
بسم
الله الرحمن الرحيم
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
menjaga dan melindungi bangsa Indonesia sehingga bisa melalui tahun 2017 dengan
selamat. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengajak seluruh komponen bangsa
melakukan muhâsabah (refleksi dan interospeksi) sebagai bekal menyongsong hari
esok yang lebih baik. Kerugian besar sebagai sebuah bangsa jika hari berlalu,
bulan lewat, dan tahun berganti namun tanpa perbaikan kualitas hidup yang
berarti. Ukuran perbaikan kualitas hidup sebuah bangsa adalah kokohnya ikatan
kebangsaan dalam sistem demokrasi yang sehat yang didukung oleh peningkatan
taraf ekonomi dan kesejahteraan yang merata, stabilitas politik yang terjaga,
dan tegaknya hukum yang melindungi seluruh warga negara. Butir-butir ini perlu
dijadikan sebagai bahan refleksi kita bersama.
Politik dan Demokrasi
PBNU mengakui dan menegaskan demokrasi adalah
pilihan terbaik sebagai sistem penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang
majemuk. Mekanisme dan kelembagaan demokrasi telah berjalan dan sampai ke titik
yang tak bisa mundur lagi (point of no return). Presiden dan Wakil
Presiden telah dipilih secara langsung oleh rakyat, begitu juga Gubernur-Wakil
Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, dan Walikota-Wakil Walikota. Tidak ada lagi
wakil rakyat, baik DPR maupun DPD, yang duduk di parlemen dengan cara diangkat.
Semuanya dipilih langsung oleh rakyat. Representasi rakyat ini pula yang kelak
meloloskan jabatan-jabatan publik lain, baik di cabang kekuasaan eksekutif
maupun yudikatif. Namun, PBNU mencatat mekanisme demokrasi ini telah
menghasilkan dua ekses yang merusak demokrasi: politik uang dan SARA. Keduanya
adalah bentuk kejahatan yang terbukti bukan hanya menodai demokrasi, tetapi
mengancam Pancasila dan NKRI. Jika politik uang merusak legitimasi, politik
SARA merusak kesatuan sosial melalui sentimen primordial yang mengoyak anyaman
kebangsaan yang telah susah payah dirajut oleh para pendiri bangsa. Pergelaran
Pilkada DKI 2017 masih menyisakan noktah hitam bahwa perebutan kekuasaan
politik dapat menghalalkan segala cara yang merusak demokrasi dan menggerogoti
pilar-pilar NKRI.
Pengalaman ini harus menjadi bahan refleksi
untuk mawas diri. Demokrasi harus difilter dari ekses-ekses negatif melalui
literasi sosial dan penegakan hukum. Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif
dalam penyelenggaraan demokrasi yang sehat tanpa politik uang dan sentimen
primordial. Aparat penegak hukum harus kredibel dan andal dalam penegakan hukum
terkait kejahatan politik uang dan penggunaan sentimen SARA. Ini penting karena
pada tahun 2018 dan 2019, Indonesia akan memasuki tahun-tahun politik. Tahun
2018 akan digelar Pilkada serentak di 171 daerah. Tahun 2019 akan digelar
hajatan akbar yaitu Pilpres dan Pileg serentak. Bercermin dari kasus Pilkada
DKI, kontestasi politik dapat mengganggu kohesi sosial akibat penggunaan
sentimen SARA, penyebaran hoax, fitnah, dan ujaran kebencian (hate speech).
Dan ini semakin parah karena massifnya penggunaan internet dan media sosial.
PBNU perlu menghimbau warganet agar bijak dan arif menggunakan teknologi
internet sebagai sarana menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan perdamaian, bukan
fasilitas untuk menjalankan kejahatan dan merancang permusuhan.
Menangkal Radikalisme
Islam adalah agama yang mulia, agama yang
suci. Karena itu, Islam harus dibela dan diperjuangkan dengan cara-cara yang
mulia pula. Sabda Nabi:
)رواه
البيهقى) من أمر بمعروف فليكن أَمره بمعروف
“Barang siapa hendak mengajak kebaikan, maka
ajaklah dengan cara yang baik pula.”
Allah menghendaki umat Islam menjadi umat
moderat (ummatan wasthan) sebagaimana ditegaskan al-Qur’an (al-Baqarah/2: 143).
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ.. (الاية(
Islam Nusantara adalah ikhtiar menjelmakan
moderatisme (tawassuthiyah) dalam politik, ekonomi, dan sosial budya.
Islam Nusantara adalah moderasi Islam dan keindonesiaan sebagai aktualisasi
konsep ummatan wasathan. Manifestasi Islam Nusantara kini tengah
menghadapi tantangan menguatnya ideologi ekstremisme dan radikalisme di
berbagai dunia, termasuk di Indonesia.
PBNU bersyukur bahwa tahun 2017, Negara Islam
Irak dan Suriah (ISIS) yang mencoreng Islam dan melumat sejumlah negara Islam
di Timur Tengah dan Afrika berhasil dilumpuhkan. ISIS berhasil diusir dari
Mosul (Irak) pada 21 Juni 2017 dan dari Raqqa (Suriah) pada 17 Oktober 2017.
Pada 9 Desember 2017, Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, mengumumkan bahwa
perang melawan ISIS telah dinyatakan usai. Jaringan mereka mencoba mencari
basis di Asia Tenggara, melalui Filipina, namun sebenarnya mengincar Indonesia.
Meski makan waktu cukup lama, sekitar 154 hari dan menelan banyak korban jiwa,
pada 23 Oktober 2017, otoritas Filipina mengumumkan berhasil melumpuhkan
pemberontakan Marawi oleh kelompok afiliasi ISIS, Maute dan Abu Sayyaf.
Dalam rangka mengantisipasi ideologi Khilâfah
alá ISIS yang terbukti memporakporandakan sejumlah negara, PBNU dapat memahami
dan mendukung kebijakan Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas yang diikuti dengan pembubaran Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) yang mengusung gerakan Khilâfah. Namun, PBNU menghimbau
penyempurnaan Undang-Undang Ormas agar upaya memberantas gerakan anti-NKRI dan Pancasila
tidak menghalangi hak setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul yang
dijamin konstitusi. PBNU melihat, proses pembubaran ormas tetap perlu mekanisme
peradilan agar setiap orang dan kelompok dapat membela diri dalam sebuah
majelis terhormat.
Yang lebih penting dari penerbitan Perppu
Ormas dan pembubaran HTI adalah menangkal ideologi radikalisme melalui gerakan
terstruktur, massif, dan komprehensif melibatkan berbagai aspek: politik,
keamanan, kultural, sosial-ekonomi, dan agama. Faktor agama menyumbang
radikalisme melalui pemahaman bahwa Islam menuntut institusionalisasi politik
melalui negara Islam atau Khilâfah Islâmiyah. Ajaran ini akan membuat orang
Islam di mana pun untuk berontak terhadap kekuasaan yang sah, meski kekuasaan
itu tidak menghalangi bahkan memfasilitasi pelaksanaan ibadah seperti salat,
puasa, zakat, dan haji. Ideologi pemberontakan ini menghalalkan kekerasan yang
bisa mewujud nyata jika kondisi politik dan kekuatannya memungkinkan.
Pemerintah perlu bersikap dan bertindak tegas mengatasi persoalan radikalisme
dengan tetap mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan ketahanan lingkungan
berbasis keluarga. Kementrian Agama perlu mengambil peran lebih aktif sebagai
leading sector dalam penanganan radikalisme agama, terutama mengembangkan
wawasan keagamaan yang nasionalis melalui pembobotan kurikulum, peningkatan
kapasitas tenaga pendidik, dan pengelolaan program strategis seperti bidik misi
dan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). Peran UKPPIP (Unit Kerja Presiden
untuk Pembinaan Ideologi Pancasila) perlu juga dioptimalkan dalam pemantapan
ideologi Pancasila di lingkungan aparatur sipil negara (ASN), kementerian dan
lembaga-lembaga negara (K/L), BUMN, dan TNI/Polri.
Mengatasi Ketimpangan
PBNU melihat Pemerintah Jokowi-JK punya niat
baik mengatasi ketimpangan yang menjadi kanker dalam pembangunan dan ancaman
nyata bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Ketimpangan itu menjelma dalam
ketimpangan distribusi kesejahteraan antar-individu, ketimpangan pembangunan
antar-wilayah, dan ketimpangan pertumbuhan antar-sektor ekonomi. Penguasaan
yang timpang dalam aset uang, saham, dan perbankan serta lahan dan tanah
individu harus ditangkal dengan membatasi liberalisasi keuangan dan perdagangan
serta menjalankan program pembaruan agaria untuk merombak struktur kepemilikan
dan penguasaan tanah yang tidak adil. Fungsi tanah harus dikembalikan sebagai
hak dasar warga negara, bukan sekadar properti individu yang mengikuti hukum
pasar. Karena itu, PBNU perlu mengingatkan agar fokus reforma agraria bukan
sekadar sertifikasi tanah, tetapi redistribusi lahan rakyat dan petani.
Pembatasan penguasaan dan kepemilikan tanah/hutan/perkebunan harus dilakukan
agar kekayaan tidak bergulir di antara segelintir pemilik uang (كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ ). Ketimpangan antar-wilayah harus
dilakukan dengan menciptakan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru di luar
Jawa dengan pembangunan infrastruktur yang memadai. Ketimpangan antar-sektor
ekonomi harus diterobos dengan pengarusutamaan pembangunan pertanian dan
industrialisasi pertanian berbasis rakyat dengan langkah yang dimulai dengan
pembagian lahan pertanian dan pencetakan sawah baru, peningkatan produktivitas
lahan, perbaikan dan revitalisasi infrastruktur irigasi, proteksi harga pasca
panen, perbaikan infrastruktur pengangkutan untuk mengurangi biaya logistik,
dan pembatasan impor pangan. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintahan Jokowi
dalam menggalakkan pembangunan inklusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi
berkualitas perlu didukung dengan kinerja birokrasi yang bersih, inovatif, dan
progresif.
Perdamaian Internasional
Dunia merekam kejadian-kejadian penting di
tahun 2017, antara lain angin perubahan politik yang berhembus di Arab Saudi,
sisa-sisa etnonasionalisme di Catalonia Spanyol, tragedi etnis Rohingnya di
Myanmar, dan manuver sepihak Amerika Serikat mengakui Jerussalem sebagai
ibukota Israel.
PBNU menyambut baik keinginan Arab Saudi yang
hendak mengembangkan Islam wasathy, yaitu manhaj Islam moderat sebagaimana
dianut mayoritas umat Islam Indonesia. Keinginan ini perlu disambut oleh
Pemerintah Indonesia dengan mengintensifkan dialog dan kerja sama dengan
Kerajaan Arab Saudi dalam rangka mengakselerasi penyelesaian damai atas
sejumlah konflik di Timur Tengah. Keterbelahan sikap negara-negara Islam yang
tergabung dalam OKI dalam merespons manuver AS terkait dengan penetapan
Jerussalem sebagai ibukota Israel menandakan lemahnya solidaritas akibat
kurangnya dialog dan kerja sama. Karena itu, PBNU menghimbau negara-negara yang
tergabung dalam OKI lebih intensif menjalin dialog dan kerja sama agar solid
dalam merespons isu-isu kemanusiaan yang membutuhkan kebulatan sikap dan
solidaritas.
Tragedi Rohignya mengingatkan perlunya
penguatan nation-state berbasis kewargaan (civic nationalism), bukan
sentimen etnis yang membuat suku mayoritas merasa berhak mendominasi atau
bahkan menyingkirkan etnis minoritas. Kenyataan bahwa semua nation-state
di dunia terdiri dari banyak suku bangsa, termasuk Indonesia, mengajarkan
perlunya penguatan prinsip persamaan, kesetaraan, dan keadilan bagai semua
warga negara tanpa diskriminasi SARA. Prinsip ini ada di dalam Pancasila,
tetapi mulai diabaikan bahkan diingkari oleh kelompok yang dengan enteng
men-thagut-kan Pancasila. Negara modern seperti Spanyol masih didera isu
etnonasionalisme Catalonia, tetapi Indonesia telah berhasil melewati masa-masa
genting itu di awal-awal reformasi. Ini tidak lepas dari peran Pancasila
sebagai kalimatun sawa atau common denominator yang menjembatani berbagai
agama, suku, golongan, dan kepercayaan.
Kejadian-kejadian di dunia menjadi cermin
agar bangsa Indonesia bersyukur mempunyai Pancasila yang harus terus dijaga,
dilestarikan, dan diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selamat Memasuki Tahun 2018. Selamat menabur
harapan baru. Terus jaga optimisme! Terus rekatkan persatuan dan kesatuan
bangsa dalam bingkai NKRI berdasarkan Pancasila dalam semangat Bhinneka Tunggal
Ika!
Jakarta, 3 Januari 2018.
والله
الموفق الى اقوم الطريق
و
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
ttd
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA.
Ketua Umum
ttd
Dr. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar