Mereka yang Tidak Basah di Kolam
Oli
Senin, 14 Oktober 2013
Mungkinkah orang yang terjun ke
kolam oli tidak terkena oli? Tidak mungkin. Itulah yang sering disangkakan
siapa pun terhadap siapa pun.
Kalau
kolam oli itu diartikan secara harfiah, logikanya memang “hil yang mustahal”,
meminjam istilah lama almarhum Asmuni Srimulat. Tapi, dalam kehidupan
sehari-hari kita masih bisa menyaksikan yang disangka mustahil itu. Bahkan,
contohnya cukup banyak. Mahfud M.D. termasuk salah satunya.
Sejak
lama saya kagum dengan integritas Pak Mahfud M.D. Kini kekaguman itu
bertambah-tambah lagi. Terutama sejak ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi
(MK) Akil Mochtar. Kita jadi tahu MK itu ternyata lembaga yang sangat basah.
Bahkan basah oleh oli: calo, dagang perkara, dan sogok-menyogok. Bukan hanya
oleh yang kalah pilkada. Bahkan juga oleh yang sudah menang pilkada sekalipun.
MK bisa
disebut kolam oli karena pihak-pihak yang bersaing dalam pilkada semuanya ingin
menang. Bukan hanya gengsi. Juga karena sudah telanjur habis-habisan.
Dari
kenyataan itu kita juga jadi tahu betapa berat tekanan yang dialami Pak Mahfud
selama menjadi ketua MK dulu. Terutama dalam menjaga integritasnya di
tengah-tengah kolam oli seperti itu.
Tentu
saya sangat kagum tidak hanya kepada Pak Mahfud. Tapi juga kepada orang-orang
lain yang integritasnya tinggi. Terutama kepada mereka yang pada dasarnya
berada di kolam oli, namun tidak terkena oli.
Dari mana
orang bisa memiliki integritas” Tentu dari ujian-ujian. Orang bersih yang belum
pernah diuji di dalam kolam oli belum bisa disebut teruji. Orang baru dikatakan
punya integritas kalau sudah diuji. Kian berat ujiannya, bila lolos, kian
tinggi integritasnya.
Pak
Mahfud saya golongkan orang yang sudah mencapai integritas tinggi. Ini karena
dia bukan baru sekali ini terjun ke kolam oli, tapi sudah berkali-kali. Setiap
kali itu juga Pak Mahfud tidak ikut terlumur oli.
Misalnya
waktu jadi menteri pertahanan. Bukankah seharusnya Pak Mahfud juga terciprat
oli perdagangan dan percaloan senjata? Nyatanya tidak.
Maka,
jangan hanya menyebut-nyebut nama Akil yang dianggap bobrok itu. Sebagai
imbangan, ada baiknya kita juga sering menyebut nama Pak Mahfud yang bersih.
Agar selalu ada hope dalam kehidupan ini. Masih banyak Mahfud-Mahfud lain di MK
dan tempat-tempat penuh oli lainnya.
Tentu
saya juga angkat topi pada penggiat antikorupsi. Juga kepada mereka yang tidak
korupsi. Tapi, saya sungguh hormat kepada mereka yang pernah mendapatkan
kesempatan berada di kolam oli, namun tidak terkena oli. Belum tentu mereka
yang meneriakkan antikorupsi bisa terhindar dari oli ketika mereka diterjunkan
ke kolam oli. Sudah banyak contohnya.
Di
lingkungan BUMN tentu juga banyak contohnya. Saya pun sungguh kagum kepada
orang seperti Ignasius Jonan, Dirut PT KAI. Kepada Dirut PT PLN Nur Pamudji
yang akan dapat Anugerah Bung Hatta karena integritasnya. Kepada Dirut Bank
Mandiri yang dulu Agus Martowardojo dan Zulkifli Zaini maupun Dirut yang
sekarang Budi Sadikin. Kepada Dirut PT Permodalan Nasional Madani Parman
Nataatmadja. Kepada Dirut PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo. Kepada Dirut PT RNI
Ismed Hasanputro. Kepada… masih banyak sekali Dirut BUMN yang tidak mungkin
saya sebut satu-satu.
Mereka
itu, sampai hari ini, tergolong orang yang berada di kolam oli. Tapi, mereka
masih bisa menjaga dirinya dari cipratan oli. Tentu mudah bagi mereka yang
tidak sedang berada di kolam oli tidak terkena oli. Tapi, sungguh istimewa
mereka yang sedang berada di kolam oli yang bisa terhindar dari oli. Padahal,
kadang oli itu sengaja diciprat-cipratkan dari luar.
Maka,
logika umum “tidak mungkin orang yang diterjunkan ke kolam oli tidak terkena
oli” belum tentu cocok untuk kasus di atas. Siapakah yang memberikan apresiasi
kepada mereka? Tentu ada lembaga yang sudah mengapresiasi. Bahkan ada beberapa.
Kita bersyukur untuk itu.
Yang juga
menarik dalam banyak contoh di atas adalah ini: mereka tidak hanya bersih untuk
dirinya. Tapi juga tergerak untuk membersihkan lingkungan dalamnya. Misalnya
melalui contoh nyata dari atas. Melalui konsistensi. Melalui pembaruan sistem.
Melalui pengawasan yang ketat. Juga terutama melalui pembaruan sistem pengadaan
barang dan jasa.
Karena
itu, saya senang sekali ketika bertemu dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) Hadi Purnomo. Yakni saat beliau mengemukakan ide penyempurnaan sistem
pengadaan barang dan jasa. Saya langsung meresponsnya.
Pak Hadi
Purnomo mengatakan, penyelewengan akan mudah dilacak kalau pembayaran dari
kontraktor ke subkontraktor dilakukan dengan sistem transfer bank. Tidak cash.
Dengan transfer tidak hanya mudah dilacak. Juga membuat orang takut melakukan
penyelewengan.
Dalam
launching “Road Map BUMN Bersih” dua pekan lalu, saya pidatokan ide Ketua BPK
itu. Bahkan, saya minta langsung diadopsi untuk tender-tender yang akan datang.
Caranya begini. Sejak tahap aanwijzing, soal sistem pembayaran ini sudah harus
dijelaskan kepada calon peserta tender. Dalam dokumen tender juga harus
dicantumkan.
Dan
jangan lupa harus ditulis juga dalam kontrak nantinya. Ke depan penyempurnaan
sistem tender harus jadi agenda utama. Terutama dalam kaitannya dengan program
pencegahan korupsi. Banyak komisi disalurkan lewat pembayaran kepada
subkontraktor. Makanya, pemeriksa tidak akan bisa menemukan penyelewengan dari
buku keuangan kontraktor utama.
Kalau
usaha itu berhasil, kita akan memperoleh lagi kemajuan yang nyata. Kita sudah
biasa memuji ketegasan beberapa negara dalam memberantas korupsi. Kini
Indonesia pun mulai dipuji di luar negeri.
Waktu
saya di Filipina, wartawan di sana mengatakan, “Indonesia hebat ya, siapa pun
ditangkap.” Mereka mengucapkan itu dengan nada sambil mencibir negaranya
sendiri. Hal senada terdengar di Thailand dan India. Rupanya, sudah menjadi
kecenderungan manusia di negara mana pun: suka membanggakan negara lain seraya
mencibir negaranya sendiri. (*)
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar