Dua Tahun dengan Banyak Kejadian
Senin, 28 Oktober 2013
Minggu lalu bersejarah bagi saya:
genap dua tahun menjadi Menteri BUMN. Minggu ini juga bersejarah bagi saya:
menerima PT Inalum sebagai BUMN baru hasil penyerahan dari Jepang ke pangkuan
Indonesia.
Selama
dua tahun menjadi menteri saya merasa baik-baik saja. Tidak gembira, tapi juga
tidak susah. Biasa-biasa saja. Dua kali saya masuk rumah sakit. Dua-duanya
karena sakit perut. Kesukaan saya makan karedok dan ketoprak kadang memang
berlebihan.
Selama
dua tahun itu pula saya hampir tidak absen berolahraga: senam joget di Monas.
Nyaris setiap hari: pukul 05.00 hingga 06.30. Kalau pagi-pagi hujan, senamnya
pindah ke teras Kementerian BUMN yang di dekat Monas itu.
Meski
hanya joget, mengurus senam ini ternyata seperti mengurus perusahaan juga:
perlu fokus. Awal-awal bergabung ke kelompok senam-dansa ini saya hampir putus
asa. Mereka (mayoritas ibu-ibu lebih setengah baya) sudah menguasai gerakan
kira-kira 100 lagu. Mereka juga sudah lebih dari 30 tahun berkelompok di situ.
Belajar
geraknya sulit. Setiap hari lagunya berbeda: Latin, Mandarin, dangdut,
jaipongan, Korea, dan rock. Belum berhasil menirukan gerakan satu lagu, mereka
sudah berganti gaya. Huh! Kelihatan banget bodohnya. Apalagi, umur sudah 62 tahun!
Tapi,
saya tidak boleh menyerah. Saya ikuti terus gerak mereka. Kini saya sudah bisa
kira-kira 40 gerakan dari berbagai lagu itu. Kemampuan terbaru saya gerakan
lagu dangdut: di-reject, di-reject saja! Kini saya sedang belajar keras yang
lebih baru: goyang Cesar!
Beruntung.
Dalam proses belajar ini saya sempat didampingi langsung oleh Cesar yang asli.
Yakni, saat sama-sama manggung di Sukabumi pekan lalu.
Saya
sungguh merasakan manfaat olahraga ini. Sehat, berkeringat, dan gembira. Juga
dekat dengan kantor. Saya hampir selalu mandi pagi di kantor.
Pernah,
di awal-awal menjadi menteri dulu, saya mencoba berolahraga jalan kaki. Baru
beberapa hari mencoba, datanglah musim hujan. Berarti harus mencari olahraga di
dalam gedung. Tapi apa? Maka, saya putuskan untuk berolahraga dengan cara
menaiki tangga darurat gedung bertingkat. Misalnya, gedung Kementerian BUMN
yang 24 tingkat itu.
Baru
beberapa hari naik-turun tangga, bosan juga. Tiap pagi melihat tangga darurat
yang sama. Lalu saya naiki tangga darurat gedung Pertamina yang 26 lantai itu.
Lalu gedung BTN di Jalan Gajah Mada. Tiap hari saya cari gedung baru: Bank
Mandiri di Jalan Gatot Subroto yang 36 lantai. Bank Rakyat Indonesia di Jalan
Sudirman. Terus mencari gedung BUMN yang lebih tinggi.
Terakhir
gedung Bank BNI itu. Mentok. Tidak ada lagi gedung lebih tinggi milik BUMN.
Kehabisan
cara berolahraga yang praktis, saya jalan-jalan muter Monas. Saya lihat kok ada
sekelompok orang menari-nari di dekat patung Ikada. Saya ingat suasana di
Tiongkok: banyak orang senam di taman-taman kota. Di kelompok inilah saya (dan
istri) terdampar. Sampai hari ini. Waktu itu pesertanya sekitar 40 orang.
Sekarang sudah 120 orang.
Selama
dua tahun menjadi menteri saya juga “terperosok” ke dunia Twitter. Ini
gara-gara Najwa Sihab, anchor terkemuka Metro TV itu. Dialah yang merayu saya
untuk memasuki dunia Twitter. Dia juga membuatkan account-nya.
Sayangnya,
dua bulan terakhir ini saya tidak aktif. Awalnya gara-gara HP saya rusak.
Lama-lama merasa enak juga sesekali libur panjang dari Twitter. Bisa
mengistirahatkan batin. Agar tidak ketularan penyakit pesimistis, sinis, dan
negative thinking yang belakangan mewabah di Twitter. Kini saya lagi menunggu
kangen untuk Twitter-an lagi.
Dua tahun
menjadi menteri rasanya sudah sangat lama. Bayangkan kalau harus lima tahun.
Minggu
ini, tepatnya lima hari lagi, saya menyaksikan hal baru: kembalinya PT Inalum
ke pangkuan ibu pertiwi. Baru kali ini terjadi, kontrak kerja sama jangka
panjang dengan perusahaan asing tidak diperpanjang. Baru oleh pemerintahan
sekarang ini hal itu terjadi. Jepang memang ngotot minta perpanjangan. Tapi,
pemerintah tegas: tidak bisa.
Kita
menaruh hormat kepada Jepang. Dan, kita harus memuji sikap Jepang ini. Kita
juga harus salut pada tim pemerintah yang dibentuk Presiden SBY untuk
menegosiasikan proses penyerahan PT Inalum ke bangsa sendiri. Tim itu diketuai
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat. Menkeu dan Menteri BUMN sebagai anggota.
Yang
jelas, Jepang tetap menjadi sahabat terbaik Indonesia. Masih banyak kerja sama
lain sedang dan akan berlangsung.
Hari ini
pun saya meninjau proyek kerja sama Jepang-Indonesia di Kalbar. Yakni,
pembangunan pabrik chemical alumina yang sangat besar di Kabupaten Sanggau.
Yakni, antara BUMN PT Antam Tbk (80%) dan Swadenko Jepang (20%).
Kita juga
lagi siap-siap membangun pabrik smelter grade alumina yang besar. Juga di
Kalbar. Jepang tertarik untuk ikut. Kita lagi pilih-pilih partner terbaik.
“Peminatnya banyak,” ujar Dirut Antam Tato Miraza. Misalnya, Mitsui dari
Jepang, tiga perusahaan dari Tiongkok, dan satu perusahaan aluminium dari
Dubai.
Perusahaan
Norwegia juga berminat. Dan, yang paling ngotot dari Rusia. Saya serahkan
kepada direksi PT Antam untuk memilih yang terbaik bagi negara.
Kita
doakan penyerahan PT Inalum ke Indonesia itu berjalan lancar. Komisi VI DPR
sudah sangat mendukung dan memberikan persetujuannya. Tinggal persetujuan Komisi
XI DPR yang masih dalam proses.
Penyerahan
PT Inalum ke pangkuan Indonesia itu sebaiknya kita syukuri. (*)
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar