Jejak dan Derap Peradaban Islam
Kalender Islam (2)
Oleh: Nasaruddin Umar
Latar belakang dipilihnya momentum hijriyah bukan berarti mengecilkan arti dan peran momentum lain sebagaimana disebutkan dalam artikel terdahulu, tetapi ini disepakati semata-mata demi untuk memberikan citra positif ajaran Islam yang terbebas dari kultus individu penganjur utamanya, sebagaimana ditemukan dalam sistem kalender lain. Jika dipilih tahun kelahiran atau tahun wafatnya Nabi Muhammad Saw, maka seolah-olah Nabi Muhammad Saw memegang peran sentral di dalam ajaran Islam, padahal diketahui bersama bahwa sendi utama ajaran Islam itu ialah Al-Qur'an, wahyu atau Kalam Allah Swt. Demikian pula pelantikan beliau sebagai Nabi dan peristiwa Isra' Mi'raj, tidak lebih utama daripada peristiwa hijrahnya beliau ke Yatsrib (Madinah).
Argumen dipilihnya hijrah Nabi ke Yatsrib antara lain: 1) Dalam Al-Qur'an sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladzina hajaru). 2) Masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah ke Madinah. 3) Umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat Hijriyah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.
Tanggal 1 Muharram 1 Hijriyah bertepatan dengan 16
Juli 622 M. Penetapan tahun baru Hijriyah ini ditetapkan langsung oleh
keluarnya keputusan Khalifah Umar yang ditandai dengan keluarnya Maklumat
Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar kepada seluruh penduduk Kota
Aelia (Yerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi
pada tahun ke 17 H. (638 M).
Kalender Hijriyah setiap tahunnya lebih 11 hari
daripada kalender Miladiyah, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender
itu semakin mengecil. Angka tahun Hijriyah pelan-pelan "mengejar"
angka tahun Masehi. Menurut Marshall G.S. Hodgson dalam The Venture of Islam,
Satu abad kalender Islam dicapai dalam satu abad kalender Miladiyah dikurangi
tiga tahun. Pada tahun satu Hijriyah, ada perbedaan enam abad tahun ditambah 21
tahun (622M). Pada tahun 100 H, ada perbedaan enam abad 18 tahun (100+618=tahun
718 M.). Pada tahun 200 H, enam abad ditambah hanya 15 tahun (815 M). Ketika
sampai pada tahun 700 H, perbedaannya adalah enam abad tahun 1300 M. Menurut
rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan
dengan tahun 20526 Hijriyah.
Pemilihan nama-nama bulan lebih dihubungkan dengan
kondisi obyektif dunia Arab ketika itu. Misalanya, disebut bulan Muharram
karena pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat
untuk mengharamkan perang. Pada bulan Oktober, daun-daun menguning sehingga
dinamai Shafar ("kuning"). Bulan November dan Desember pada musim
gugur (rabi') berturut-turut dinamai Rabi'ul Awwal dan Rabi'ul Akhir. Januari
dan Februari adalah musim dingin (jumad atau "beku"), sehingga
dinamai Jumadil Awwal-Jumadil Akhir. Salju mulai mencair (Rajab) pada bulan
Maret. Datanglah musim semi pada bulan April dinamai bulan Sya'ban (syi'ib =
lembah), karena pada saat ini, saatnya turun ke lembah-lembah untuk mengolah
pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei, suhu mulai membakar kulit,
lalu suhu meningkat pada bulan Juni, inilah bulan Ramadhan
("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli
merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang istirahat duduk di
rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul'Qa'dah (Qa'id =
duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan ini masyarakat
Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim As.
Sistem kalender Miladiyah dan Hijriyah masing-masing
memiliki keunggulan karena bulan dan matahari yang dijadikan patokan sama-sama
ciptaan Tuhan yang begitu setia mengikuti perintah-Nya, tidak pernah bergeser
mengalami kemajuan atau keterlambatan barang sedikitpun sepanjang dunia
Bimasakti atau biasa disebut milky way masih nornmal. Ini sejalan dengan apa
yang ditegaskan di dalam Q.S. al-Isra'/17:12 dan Q.S. Yasin/36:38-40. []
DETIK, 25 Mei 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar