Selasa, 07 Juli 2020

(Ngaji of the Day) Penutupan Haji, Adakah Hubungannya dengan Tanda Kiamat?

Penutupan Haji, Adakah Hubungannya dengan Tanda Kiamat?


Penutupan Masjidil Haram oleh Pemerintah Saudi belakangan ini sebagai langkah antisipasi penyebaran virus Corona (Covid-19) menyebabkan area sekitaran Ka‘bah menjadi kosong dan tak ada yang thawaf. Jika wabah akibat virus ini tak kunjung bisa ditanggulangi, kemungkinan besar Pemerintah Saudi akan memperpanjang masa penutupan Masjidil Haram hingga musim haji. Walhasil, tidak ada ibadah haji tahun ini. Sayangnya, kondisi ini dihubung-hubungkan oleh sementara pihak dengan tanda-tanda Kiamat, salah satunya yang disebutkan dalam hadits yang satu ini:

 

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يُحَجَّ البَيْتُ

 

Artinya, “Tidak akan terjadi Kiamat sampai Baitullah tak jadi tempat berhaji.”

 

Tak tanggung-tanggung hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab hadits yang paling otoritatif di tengah kaum Muslimin. Secara harfiah, hadits ini memang menunjukkan satu peristiwa yang akan terjadi sebelum Kiamat. Namun, tidak serta merta ketiadaan orang berhaji di Baitullah mengantarkan peristiwa Kiamat. Selain itu, peristiwa penutupan Ka‘bah juga terjadi bukan kali ini saja. Dan perlu diingat bahwa sebelum menyampaikan hadits ini, al-Bukhari menyampaikan hadits lain yang secara harfiah maknanya bertolak belakang, yaitu:

 

لَيُحَجَّنَّ البَيْتُ وَلَيُعْتَمَرَنَّ بَعْدَ خُرُوجِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ

 

Artinya, "Baitullah benar-benar akan jadi tempat berhaji dan berumrah setelah keluarnya Ya’juj-Ma’juj."

 

Menurut Mushthafa al-Bagha, Ya’juj-Ma’juj sendiri adalah suku bangsa yang banyak sekali warganya, aneh tingkah akhlaknya, masif keburukannya, dan kemunculannya jadi salah satu tanda Kiamat kubra.

 

Syekh Abu Muhammad Mahmud dalam ‘Umdatul Qari Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan, hadits kedua menunjukkan adanya ibadah haji setelah keluarnya tanda-tanda Kiamat. Sementara hadits yang pertama menunjukkan tak ada lagi yang berhaji menjelang Kiamat. Meski demikian, pemahaman kedua hadits ini bisa digabungkan, seperti dimaknai: Dengan berhajinya orang-orang setelah keluar Ya‘juj-Ma’juj, tidak mesti ibadah haji menjelang Kiamat menjadi terhalang. Terlebih disampaikan oleh al-Bukhari bahwa riwayat hadits tentang Ya’juj-Ma’juj ini lebih banyak. Ini artinya, seperti ditandaskan oleh Syekh Abu Muhammad, “Al-baitu yuhajju ila yaumil qiyamah,” artinya, Baitullah itu jadi tempat ibadah haji hingga hari Kiamat.” (Lihat: Syekh Abu Muhammad Mahmud, ‘Umdatul Qari Shahih al-Bukhari, jilid 9, hal. 236).

 

Bahkan, Allah telah menyatakan dalam Al-Quran, Allah telah menjadikan Ka‘bah rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, (QS. al-Maidah [5]: 97). Ditafsirkan oleh al-Hasan al-Bashri, manusia akan senantiasa memeluk agama (Islam) selama mereka masih berhaji ke Baitullah dan menghadap Kiblat (Ka‘bah). Seandainya manusia tidak lagi berhaji ke Baitullah, niscaya Allah akan melipat langit dengan bumi alias Kiamat. Sehingga seandainya hanya satu tahun saja manusia meninggalkan Baitullah, sebagaimana menurut ‘Atha ibn Abi Rabah, mereka tidak dianggap binasa, (Lihat: Ibnu Hajar, Fathul Bari, jilid 3, hal. 455).

 

Justru terhentinya ibadah haji dan umrah terjadi setelah Baitullah dihancurkan oleh orang-orang berbetis kecil dari Habasyah. (Lihat: at-Taisir bi Syarh al-Jami‘ ash-Shaghir, jilid 2, hal. 498). Informasi ini bersumber dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang juga diriwayatkan oleh al-Bukhari.

 

يُخَرِّبُ الكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنَ الحَبَشَةِ

 

Artinya, “Ka’bah akan dihancurkan oleh orang-orang berbetis kecil dari Habasyah.”

 

كَأَنِّي بِهِ أَسْوَدَ أَفْحَجَ، يَقْلَعُهَا حَجَرًا حَجَرًا

 

“Seakan-akan aku melihat seorang berkulit hitam dan berkaki bengkok mencabuti satu persatu batu Ka‘bah.”

 

Lebih lanjut, hadits ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar. Ka‘bah memang akan dihancurkan oleh orang-orang berbetis kecil dari Habasyah. Namun, kemudian datang seorang laki-laki warga Qahthan yang akan melawan dan membinasakan mereka. Sementara orang-orang mukmin sebelum kejadian itu masih menunaikan ibadah haji, tepatnya pada zaman Nabi Isa setelah keluar dan binasanya Ya‘juj-Ma’juj. Kemudian datang angin yang akan mencabut ruh orang-orang mukmin. Mulai dari orang-orang mukmin pasca Nabi Isa ‘alaihissalam dan berakhir di penduduk Yaman. (Lihat: Ibnu Hajar, Fathul Bari, jilid 13, hal. 78).

 

Pertanyaannya kemudian, bagaimana mungkin Allah membiarkan penguasa berkepala botak dan berkaki bengkok itu menghancurkan Ka‘bah, sementara Ka‘bah itu sendiri adalah kiblatnya kaum Muslimin. Jawabannya adalah karena pada akhir zaman, tepatnya menjelang Kiamat, tidak ada seorang pun di muka bumi yang menyebut asma Allah, dan kondisi manusia sudah sangat rusak, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Shahîh Muslim:

 

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ عَلَى أَحَدٍ يَقُولُ: اللهُ اللهُ

 

“Tidak akan terjadi Kiamat sampai tidak ada seorang pun di muka bumi yang menyebut-nyebut asma Allah.”

 

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا عَلَى شِرَارِ النَّاسِ

 

“Tidak berdiri Kiamat kecuali kondisi manusia sudah sangat buruk,” (HR. Abu Dawud).

 

Sementara dalam hadis riwayat Sa‘id ibn Sam‘an dikatakan, “Setelah itu, ke Baitullah tidak lagi ada yang menunaikan ibadah umrah selamanya.” Namun, semua peristiwa memilukan itu terjadi beberapa waktu pasca wafatnya Nabi Isa ‘alaisissalam. Sebab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengisyaratkan bahwa setelah muncul Ya’juj dan Ma’juj Baitullah masih akan dikunjung para jamaah haji. Kendati demikian, kapan pastinya terjadi Kiamat, “Sesungguhnya hanya pada sisi Allah pengetahuan tentang Hari Kiamat” (QS. Luqman [31]: 34). Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar