Jumat, 28 September 2018

Zuhairi: Kepedulian untuk Pengungsi Suriah


Kepedulian untuk Pengungsi Suriah
Oleh: Zuhairi Misrawi

Dua minggu lalu, tiba-tiba saya diundang oleh pengusaha dan filantropis terkemuka di negeri ini, Dato' Sri Tahir ke kantornya. Menurut seseorang yang menelepon saya, saya diminta untuk menerjemahkan komunikasi Tahir dengan warga Suriah yang saat ini tinggal di Daraa.

Saya langsung memenuhi undangan tersebut, karena sebagai analis isu-isu Timur-Tengah saya ingin mengetahui langsung kondisi objektif para pengungsi yang menjadi korban dari konflik politik yang menahun itu. Maklum, saya mengetahui kondisi para pengungsi hanya melalui media massa atau perjumpaan langsung dengan para tokoh Suriah di forum-forum internasional yang digelar di Timur-Tengah.

Pada 2016 lalu, Tahir Foundation telah menyalurkan 1 juta dolar AS atau setara Rp 13 miliar melalui kantor perwakilan Komisi Tinggi PBB untuk urusan pengungsi (UNHCR) di Amman, Jordania. Ia langsung berjumpa dengan para pengungsi Suriah saat memberikan sumbangannya. Sebelumnya, Tahir juga menyumbang 2 juta dolar AS dalam acara penggalangan dana Voice of Refugees di Jakarta.

Alkisah dimulai saat Tahir berjumpa dengan para pengungsi Suriah. Ia merasakan langsung penderitaan yang dihadapi para pengungsi dan terpanggil untuk membantu mereka. Bahkan, Tahir terketuk hatinya saat berjumpa sebuah keluarga dari Daraa.

Daraa merupakan salah satu provinsi yang mengalami konflik serius. Menurut UNHCR, setidaknya ada 1,5 juta warga Suriah yang saat ini mengungsi di Jordania. Mereka memilih mengungsi ke Jordania karena berbatasan langsung, hanya sekitar 13 km dari Provinsi Daraa. Selama ini Jordania menjadi salah satu negara yang ramah dan siap menampung para pengungsi dari Suriah.

Dalam perjumpaan dengan para pengungsi Suriah, Tahir terketuk hatinya kepada sebuah keluarga muda yang mempunyai enam orang anak. Bahkan, anak terakhir yang bernama Malik baru saja lahir. Itulah potret salah satu pengungsi Suriah, meskipun situasi politik terus berkecamuk dan mereka tinggal di pengungsian, tetapi hal tersebut tidak menyusutkan keinginan mereka untuk mempunyai anak. Mungkin bagi warga Suriah ada anggapan, "banyak anak, banyak rezeki", seperti anggapan yang familiar di negara kita.

Saat itulah Tahir, seperti yang dikisahkan kepada saya, terpanggil untuk mengambil anak angkat dari keluarga tersebut. Ia terketuk untuk meringankan beban hidup keluarga pengungsi dengan menjadi putri pertama tersebut, yang bernama Amani untuk menjadi bagian dari keluarga Tahir. "Amani itu saya anggap anak saya, usianya sama dengan cucu saya," ujar Tahir.

Tahir terus berkomunikasi dengan keluarga pengungsi Suriah tersebut untuk sekadar menanyakan kabar mereka. Namun, belakangan ada kabar keluarga tersebut telah meninggalkan tempat pengungsian di Jordania dan memilih tinggal di Daraa, Suriah. Memang, situasi di Daraa belakangan ini sudah relatif kondusif menyusul keberhasilan rezim Bashar al-Assad menguasai beberapa daerah yang selama ini dikuasai oposisi dan ISIS.

Bagi orang Arab ada pepatah, "al-ghurba murrun" (keterasingan adalah pahit). Mereka memilih untuk tinggal di Tanah Air mereka dalam kondisi serumit apapun, bahkan mereka ingin mengakhiri hidupnya di tanah kelahirannya.

Namun, situasi politik yang cenderung carut-marut dalam tujuh tahun terakhir di Suriah telah menyebabkan mereka harus memilih di antara dua pilihan: menetap atau mengungsi. Rupanya, keluarga Suriah yang memilih untuk kembali ke kampung halamannya tidak mempunyai harapan. Mereka memilih untuk mencari suaka dari Kanada, yang selama ini sangat ramah terhadap para pengungsi.

Sebenarnya ada pilihan untuk pindah ke Damaskus, ibu kuta Suriah yang selama ini dikenal paling aman. Tetapi, tidak mudah untuk sampai ke Damaskus yang jaraknya sekitar 90 km dari Daraa. Maka dari itu, keluarga Suriah tadi memilih mencari suaka ke Kanada untuk membangun impian bagi anak-anak mereka yang sudah mulai tumbuh. Dan, sekarang sedang dalam proses mendapatkan izin resmi dari pemerintah Kanada.

"Kalau sudah sampai Kanada, kabarin saya, nanti saya jumpa keluargamu di sana. Saya akan belikan rumah di Kanada," ujar Tahir via telepon. "Keluarga kami tidak bisa berkata-kata apa lagi, hanya mengucapkan terima kasih, semoga uluran tangan tuan dibalas oleh Tuhan. Sikap empati ini tidak akan lahir kecuali hanya dari mereka yang berhati tulus dan bersih," jawab keluarga tersebut.

Saya secara pribadi sangat salut dan kagum dengan apa yang sudah dilakukan oleh Tahir Foundation dalam membantu mereka yang lemah dan mendapatkan musibah. Kepedulian mereka tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga merambah ke luar negeri, khususnya pengungsi Suriah, Libanon, dan Palestina.

Di UNHCR, nama Tahir Foundation dan Indonesia menggema, karena kita mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap para pengungsi Suriah. Bayangkan, sejak konflik berkecamuk di Suriah, ada sekitar 5,5 juta warga Suriah yang mengungsi ke beberapa daerah terdekat, seperti Turki, Mesir, Libanon, Jordania, dan beberapa negara Eropa, termasuk Amerika Serikat dan Kanada. Ada sekitar 6 juta warga Suriah yang terusir dari tempat tinggalnya dan tetap menetap di beberapa provinsi yang relatif aman, khususnya di Damaskus.

Menurut UNHCR, sekitar 80 persen warga Suriah yang menetap di pengungsian Jordania kondisi mereka sangat mengenaskan. Mereka membutuhkan uluran tangan dari dunia, sehingga mereka mendapatkan asupan makanan, kesehatan, dan pendidikan bagi anak-anak mereka.

Kisah pengungsi Suriah ini berhasil mengetuk hati Tahir Foundation untuk membantu mereka. Tidak hanya itu, Tahir pun terpanggil untuk meringankan beban salah satu keluarga pengungsi Suriah. Dan, kita pun bangga karena kita dapat membantu mereka. Semoga krisis politik di Suriah segera berakhir, dan mereka bisa mendapatkan kebebasan untuk hidup sebagaimana mestinya. []

NU ONLINE, 27 September 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar