Saat Kiai Bambu
Runcing Menangis
Perjuangan melawan
dan mengusir penjajah bagi bangsa Indonesia tidak cukup hanya bermodalkan
kekuatan fisik dan senjata, tetapi juga kekuatan batin. Kekuatan ini diperoleh
dari orang-orang sholeh yang mempunyai amalan khusus yang mampu membangkitkan
semangat berjuang.
Salah satu tujuan
ratusan bahkan ribuan tentara Hizbullah, Sabilillah, Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) ialah Kiai Haji Subchi Parakan. Kiai yang berumur 90 tahun pada 1945 itu
ikut berjasa dalam memberikan kekuatan batin kepada para pejuang dengan cara
memberikan amalan dan doa yang disepuhkan pada bambu runcing, senjata para
pejuang saat itu dalam mengusir tentara sekutu di Semarang, Ambarawa, Surabaya,
dan daerah-daerah lainnya.
Dengan senang hati,
Kiai Subchi menyepuh satu per satu bambu runcing dari ribuan tentara yang saat
itu sengaja datang ke Parakan untuk keperluan memperoleh kekuatan batin itu.
Namun di sisi lain, hati Kiai Subchi menyimpan kesedihan mendalam karena
semakin hari, tentara tak ada habisnya mendatangi kediamannya. Ia merasa banyak
kiai lain di sejumlah daerah di Indonesia yang tentu lebih mampu dan sholeh
dibanding dirinya.
Suatu ketika, KH
Wahid Hasyim, KH Masjkur, dan KH Zainul Arifin yang memimpin barisan tentara
santri dianter oleh KH Saifuddin Zuhri menemui KH Subchi di Parakan. Namun,
kiai sepuh ini kemudian menangis di hadapan Kiai Wahid Hasyim. Karena
terlampau banyak laskar yang datang kepadanya.
“Mengapa semua ini
datang kepada saya? Kok tidak datang ke kiai lain?” tutur Kiai Subchi dengan suara
lirihnya kepada Kiai Wahid Hasyim, dan kawan-kawan kiai lain sambil menangis.
(Choirul Anam, 1985)
Menangisnya Kiai
Subchi ditangkap Kiai Wahid Hasyim sebagai keharuan melihat semangat para
pejuang untuk menyandarkan diri pada kekuatan Allah dalam berjihad melawan
penjajah. Namun, Kiai Wahid juga melihat dari sisi berbeda sehingga ia perlu
kembali membangkitkan semangat Kiai Subchi.
Hal itu dilakukan
Kiai Wahid Hasyim agar Kiai Subchi tidak merasa keberatan untuk memberikan
gemblengan lahir dan batin kepada ribuan laskar yang datang ke Parakan meminta
doa.
Namun, melihat ribuan
laskar yang bambu runcingnya harus disepuh satu per satu membuat Kiai Saifuddin
Zuhri tergerak agar Kiai Subchi beristirahat terlebih dahulu. Akhirnya, Kiai
Bambu Runcing itu bisa beristirahat karena adiknya, Kiai Nawawi, Kiai Mandur
serta cucunya Kiai Ali bersedia menggantikan tugas Kiai Subchi. (Guruku
Orang-orang dari Pesantren, 2001)
Sedangkan Kiai Subchi
sesekali menampakkan diri jika memang sangat diperlukan. Doa yang diucapkan
oleh Kiai Subchi untuk menyepuh ribuan bambu runcing adalah sebagai berikut
(Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010: 132):
Bismillahi
Ya hafidhu, Allahu
Akbar
Dengan nama
Allah
Ya Tuhan Maha
Pelindung
Allah Maha Besar
Baik Hizbullah dan
Sabilillah juga Tentara Keamanan Rakyat selalu membanjiri rumah Kiai Subchi
untuk menyepuh bambu runcingnya dengan doa. Bahkan untuk keperluan
menyemayamkan kekuatan spiritual ini, Panglima Soedirman dan anak buahnya juga
berkunjung ke rumah Kiai Subchi. []
(Fathoni Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar