Rabu, 12 September 2018

Saat Kiai Bambu Runcing Menangis


Saat Kiai Bambu Runcing Menangis

Perjuangan melawan dan mengusir penjajah bagi bangsa Indonesia tidak cukup hanya bermodalkan kekuatan fisik dan senjata, tetapi juga kekuatan batin. Kekuatan ini diperoleh dari orang-orang sholeh yang mempunyai amalan khusus yang mampu membangkitkan semangat berjuang.

Salah satu tujuan ratusan bahkan ribuan tentara Hizbullah, Sabilillah, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) ialah Kiai Haji Subchi Parakan. Kiai yang berumur 90 tahun pada 1945 itu ikut berjasa dalam memberikan kekuatan batin kepada para pejuang dengan cara memberikan amalan dan doa yang disepuhkan pada bambu runcing, senjata para pejuang saat itu dalam mengusir tentara sekutu di Semarang, Ambarawa, Surabaya, dan daerah-daerah lainnya.

Dengan senang hati, Kiai Subchi menyepuh satu per satu bambu runcing dari ribuan tentara yang saat itu sengaja datang ke Parakan untuk keperluan memperoleh kekuatan batin itu. Namun di sisi lain, hati Kiai Subchi menyimpan kesedihan mendalam karena semakin hari, tentara tak ada habisnya mendatangi kediamannya. Ia merasa banyak kiai lain di sejumlah daerah di Indonesia yang tentu lebih mampu dan sholeh dibanding dirinya.

Suatu ketika, KH Wahid Hasyim, KH Masjkur, dan KH Zainul Arifin yang memimpin barisan tentara santri dianter oleh KH Saifuddin Zuhri menemui KH Subchi di Parakan. Namun, kiai sepuh ini kemudian menangis di hadapan Kiai Wahid Hasyim. Karena terlampau  banyak laskar yang datang kepadanya.

“Mengapa semua ini datang kepada saya? Kok tidak datang ke kiai lain?” tutur Kiai Subchi dengan suara lirihnya kepada Kiai Wahid Hasyim, dan kawan-kawan kiai lain sambil menangis. (Choirul Anam, 1985)

Menangisnya Kiai Subchi ditangkap Kiai Wahid Hasyim sebagai keharuan melihat semangat para pejuang untuk menyandarkan diri pada kekuatan Allah dalam berjihad melawan penjajah. Namun, Kiai Wahid juga melihat dari sisi berbeda sehingga ia perlu kembali membangkitkan semangat Kiai Subchi.

Hal itu dilakukan Kiai Wahid Hasyim agar Kiai Subchi tidak merasa keberatan untuk memberikan gemblengan lahir dan batin kepada ribuan laskar yang datang ke Parakan meminta doa.

Namun, melihat ribuan laskar yang bambu runcingnya harus disepuh satu per satu membuat Kiai Saifuddin Zuhri tergerak agar Kiai Subchi beristirahat terlebih dahulu. Akhirnya, Kiai Bambu Runcing itu bisa beristirahat karena adiknya, Kiai Nawawi, Kiai Mandur serta cucunya Kiai Ali bersedia menggantikan tugas Kiai Subchi. (Guruku Orang-orang dari Pesantren, 2001) 

Sedangkan Kiai Subchi sesekali menampakkan diri jika memang sangat diperlukan. Doa yang diucapkan oleh Kiai Subchi untuk menyepuh ribuan bambu runcing adalah sebagai berikut (Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010: 132):

Bismillahi
Ya hafidhu, Allahu Akbar
Dengan nama Allah 
Ya Tuhan Maha Pelindung
Allah Maha Besar

Baik Hizbullah dan Sabilillah juga Tentara Keamanan Rakyat selalu membanjiri rumah Kiai Subchi untuk menyepuh bambu runcingnya dengan doa. Bahkan untuk keperluan menyemayamkan kekuatan spiritual ini, Panglima Soedirman dan anak buahnya juga berkunjung ke rumah Kiai Subchi. []

(Fathoni Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar