Hukum Memeluk dan Cium Pipi
Jamaah Haji saat Pulang ke Tanah Air
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, kepulangan
jamaah haji menjadi kebahagiaan bagi anggota keluarga, kerabat, sahabat, dan
tetangga. Mereka biasanya berpelukan dan cium pipi dengan jamaah haji sambil
berucap syukur. Yang saya tanyakan, bolehkah kita memeluk dan cium pipi dengan
sesama? Mohon penjelasan. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Hamba Allah – Tangerang
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kita memang lazim menyaksikan
masyarakat yang menyambut kepulangan jamaah haji berpelukan dan mempertemukan
pipi dengan jamaah yang baru saja tiba di tanah air.
Ulama berbeda pendapat perihal ini. Sebagian
ulama memakruhkan pelukan dan jabatan tangan. Sementara beberapa ulama lainnya
menganjurkan keluarga dan kerabat untuk memeluk dan menjabat tangan anggota
keluarga atau sahabat yang datang dari perjalanan jauh.
Perbedaan pendapat ulama ini kemudian ditarik
dalam kaitannya dengan jamaah haji yang kembali ke tanah airnya. Perbedaan
pendapat ini diangkat oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Hasyiyah alal
Idhah berikut ini:
ويسن
معانقة القادم أي غير الأمرد ومصاحفته خلافا لمن كره المعانقة كمالك ومن ثم حجه
ابن عيينة بأنه صلى الله عليه وسلم عانق جعفرا وقبله حين قدم ممن الحبشة ورد قوله
أن ذلك خاص بجعفر فسكت قال القاضي عياض وسكوته دليل على ظهور قول سفيان وتصويبه
وهو الحق ا هـ
Artinya, “Dianjurkan untuk memeluk orang yang
datang (dari perjalanan jauh), selain jejaka muda belia, dan (dianjurkan)
berjabat tangan dengannya. Hukum ini berbeda dengan pandangan ulama yang
memakruhkan pelukan seperti Imam Malik RA. Sufyan bin Uyaynah membantah
pandangan Imam Malik melalui riwayat bahwa Rasulullah SAW memeluk dan mengecup
Ja’far bin Abi Thalib ketika tiba dari Habasyah. Sufyan bin Uyaynah menolak
pandangan Imam Malik yang menyatakan bahwa itu berlaku khusus bagi Ja’far. Imam
Malik kemudian diam. Qadhi Iyadh mengatakan bahwa diam Imam Malik menandai
keunggulan pandangan Sufyan dan pembenaran oleh Imam Malik. Ini yang benar,”
(Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul
Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 248).
Syekh Ibnu Hajar memandang kuatnya pendapat
ulama yang menganjurkan masyarakat dan keluarga untuk memeluk dan menjabat
tangan jamaah haji yang kembali ke tanah air. Tetapi, ia memberikan catatan
bahwa pelukan, jabat tangan, dan cium pipi berlaku untuk jamaah haji pria
dewasa, bukan jejaka belia karena dikahwatirkan menimbulkan fitnah.
ويؤيده
ما صح أنه صلى الله عليه وسلم قبل زيد بن حارثة واعتنقه لما قدم المدينة قال ابن
جماعة وهذا التقبيل محمول عند أهل العلم على ما بين العينين وكذا تقبيله صلى الله
عليه وسلم عثمان بن مظعون بعد موته ونص جماعة من الشافعية على كراهة تقبيل الوجه
ومعانقة نحو القادم والطفل لما صح من نهيه صلى الله عليه وسلم عن ذلك أما
معانقة الأمرد الجميل ومصاحفته من غير حائل فحرام ويكره مصاحفة ذي العاهة
Artinya, “Pandangan Sufyan bin Uyaynah itu
diperkuat oleh riwayat shahih bahwa Rasulullah SAW mengecup dan memeluk Zaid
bin Haritsah RA ketika tiba di Madinah. Ibnu Jamaah mengatakan, kecupan
Rasulullah SAW itu dipahami oleh ulama terletak di antara kedua mata (dahi).
Demikian juga dengan kecupan Rasulullah SAW terhadap Utsman bin Mazh’un saat
wafatnya. Sejumlah ulama mazhab Syafi’i memakruhkan kecupan di wajah dan
pelukan terhadap selain orang yang datang (dari perjalanan jauh) dan anak kecil
berdasarkan hadits shahih yang melarang demikian. Sementara pelukan dan jabatan
tangan tanpa kain penghalang dengan jejaka muda belia adalah haram. Jabatan
tangan dengan orang yang berpenyakit (menular dan berbahaya) adalah makruh,”
(Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul
Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 248).
Dari sini, kita mendapat keterangan bahwa
pelukan, jabat tangan, dan cium pipi dianjurkan terhadap mereka yang baru
datang dari perjalanan jauh, termasuk perjalanan haji. Semua itu merupakan
bentuk ungkapan kerinduan dan kebahagiaan kedua pihak.
Adapun perihal kecupan, ulama menunjuk
tempatnya pada dahi yang terletak di antara kedua mata.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar