Bagaimana
Merawat Kemabruran Haji? (3)
Oleh:
Nasaruddin Umar
SEKEMBALINYA
di Tanah Air, para hujjaj harus selalu mengingat bahwa ukuran mabrur atau
tidaknya haji kita memang terukur di Tanah Air. Masih utuhkah komitmen
pelepasan atribut egoisme kita di dalam kehidupan ini?
Masih
tampakkah kelembutan lafaz-lafaz talbiyah di dalam pergaulan kita? Masih
bertahankah kebeningan hati kita? Masih luruskah jalan pikiran kita? Masih
bertahankah rasa cinta dan rindu kita kepada nabi kita? Masih khusyukkah doa
kita? Masih lengkapkah salat-salat sunah kita?
Masih
bertahankah frekuensi bacaan Alquran kita? Sudah berubahkah perlakuan kita
terhadap pembantu dan sopir kita? Sebagai pemimpin, sudah berubahkah sikap kita
terhadap rakyat kita? Sebagai pemegang amanah kekayaan, sudah berubahkah
perlakuan kita terhadap fakir miskin? Sudah berubahkah perlakuan kita kepada
suami atau istri dan anak-anak kita?
Yang
paling penting, sudah berubahkah relasi kita dengan Tuhan kita? Apakah Tuhan
kita sudah terasa semakin dekat? Apakah jiwa kita sudah semakin tenang? Apakah
hati kita sudah semakin cerah? Apakah nafsu kita sudah semakin jinak? Apakah
kebencian kita terhadap dosa dan maksiat sudah sedemikian besar?
Apakah
ibadah kita sudah semakin bergairah? Apakah pikiran kita sudah sedemikian
lurus? Apakah perilaku kita sudah semakin lembut? Apakah tutur kata kita sudah
semakin santun? Apakah hidup kita semakin optimistis? Apakah hubungan kita
dengan alam sudah sedemikian bersahabat? Apakah rasa toleransi kita sudah
semakin terbuka?
Kesemuanya
ini ialah indikator mabrur atau tidaknya haji kita. Tentu kita tidak ingin
hanya mendapatkan haji maqbul (sah) tetapi lebih dari itu, kita ingin haji
mabrur. Berdampak positif pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara, lingkungan alam, dan dengan Allah SWT. Amin!
Seberapa
besar hujjaj mengalami perubahan (shifting), meninggalkan tradisi negatif yang
selama ini melekat di dalam dirinya sekarang diganti dengan tradisi positif.
“Sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat bagi sesamanya” (khair al-nas
anfa’ahum li al-nas), demikian sabda Rasulullah menyebutkan. Para hujjaj harus
berani menggunting langganan dosa-dosa kecil dan besar yang mungkin selama ini
sulit ditinggalkan.
Kemabruran haji tidak lagi diukur intensitas relasi manusia dengan Tuhannya (hablum minallah), tetapi lebih ditentukan relasi kemanusiaan (hablum minannas). Seberapa besar ekspresi kemanusiaan yang ditampilkan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Seberapa sensitif jiwa kita menyaksikan ketimpangan hidup dan penderitaan yang dialami manusia di sekitar kita. Tentu bukan hanya merasa prihatin, melainkan juga disertai tindakan atau aksi sosial nyata yang bisa menyelesaikan problem sosial tersebut.
Ekspresi ini sesuai dengan surat Al-Ma’un, yang diturunkan untuk mengukur kadar keberagamaan seorang hamba: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS Al-Ma’un/107:1-7).
Ayat tersebut menunjukkan kriteria kualitas keberagamaan seseorang lebih ditekankan keprihatinan kemanusiaan, seperti usaha kita untuk memberi jalan keluar terhadap problem yang dialami anak-anak yatim dan fakir miskin. Surat ini juga menunjukkan perlunya bagi orang yang berpegang teguh kepada ajaran agamanya untuk meberikan perhatian bantuan kepada berbagai macam persoalan yang muncul di dalam masyarakat sekitar kita.
Sesederhana apa pun kita, pasti Tuhan telah menempatkan bagian-bagian dari anggota masyarakat yang memerlukan sentuhan dan pertolongan kita. Mungkin kita tidak memiliki harta yang cukup, tetapi Allah SWT memberikan ilmu yang lebih. Mungkin kita tidak memiliki keduanya, tetapi kita memiliki otot yang kuat. Mungkin ketiga-tiganya kita tidak miliki, tetapi Allah SWT masih memberikan kekuatan untuk berdoa. []
MEDIA
INDONESIA, 29 Agustus 2018
Nasaruddin
Umar Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar