Macam-macam
Doa Iftitah dan Syarat Kesunnahannya
Shalat adalah rutinitas dalam keseharian.
Shalat adalah tiang agama. Barangsiapa menegakan shalat, maka ia menegakan
agama. Dan barangsiapa meninggalkan shalat, maka hakikatnya ia merobohkan
agama.
Dalam pelaksanaan shalat diharapkan seseorang
melaksanakannya dengan sesempurna mungkin. Tidak hanya mengerjakan
kewajiban-kewajiban saja akan tetapi juga mengerjakan sunnah-sunnahnya. Di
antara kesunnahan-kesunnahan shalat adalah doa iftitah.
Doa iftitah sunnah dilaksanakan setelah
takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awudz di dalam setiap shalat selain
shalat jenazah. Sedangkan untuk shalat jenazah tidak disunnahkan karena shalat
jenazah memang dianjurkan singkat. Syekh an-Nawawi Banten berkata:
وسنّ بعد
تحرم وقبل تعوّذ افتتاح وذلك في غير صلاة الجنازة، أما فيها فلا يسنّ لبنائها على
التخفيف
“Setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca
ta’awudz disunnahkan membaca doa iftitah di selain shalat jenazah. Sedangkan di
dalam shalat jenazah tidak disunnahkan membaca doa iftitah karena shalat
jenazah dianjurkan untuk singkat dalam pelaksanaannya.” (Muhammad bin Umar bin
Ali Nawawi Banten, Nihâyatuz Zain, Songqopuro Indonesia, al-Haramain,
cetakan pertama, halaman 62)
Bentuk-Bentuk Doa Iftitah
Doa iftitah memiliki banyak shighat (bentuk)
berdasarkan riwayat-riwayat hadits. Selanjutnya, kitab Nihâyatuz Zain
menyebutkan sebagian dari bentuk-bentuk doa iftitah itu:
Pertama,
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفاً مُسْلِماً وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
إِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Kedua,
الْحَمْدُ لِلهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً
مُبَارَكاً فِيْهِ
Ketiga,
اللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأَصِيْلًا
Keempat,
اللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ غَسِّلْنِيْ مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ
وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ.
Kelima,
اللَّهُمَّ
أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّيْ وَأَنَا عَبْدُكَ
ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعاً
فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ
الْأَخْلَاقِ، لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّيْ
سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ
وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِيْ يَدَّيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
Sudah dianggap cukup (sudah mendapatkan
kesunnahan) dengan membaca salah satu dari doa-doa iftitah di atas, akan tetapi
yang lebih utama adalah membaca semua sekaligus bagi orang yang shalat sendiri
atau menjadi imamnya para jamaah yang rela shalatnya lama. Syekh Nawawi banten
mengatakan:
وبأيها
افتتح حصلت السنة. ويسنّ الجمع بينها لمنفرد وإمام قوم محصورين راضين بالتطويل
“Sudah mendapatkan kesunnahan dengan membaca
salah satu doa (dari doa-doa iftitah di atas). Dan disunnahkan untuk membaca
semua bagi orang yang shalat sendirian dan yang menjadi imamnya kaum yang
terhitung jumlahnya rela shalatnya lama.” (Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi
Banten, Nihâyatuz Zain, Songqopuro Indonesia, al-Haramain, cetakan
pertama, halaman 62)
Syarat-Syarat Sunnahnya Membaca Doa Iftitah
Kesunnahan membaca doa iftitah memiliki empat
syarat. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka kesunnahan membaca doa
iftitah menjadi gugur atau hilang.
1. Shalat yang dikerjakan selain shalat jenazah,
walaupun shalat jenazahnya di atas kuburan atau shalat ghoib (mayatnya berada
di daerah yang jauh dari daerahnya orang yang menshalati)
2. Waktunya cukup untuk mengerjakan shalat
(beserta membaca doa iftitah). Jika waktunya sempit atau mepet, maka tidak
boleh membaca doa iftitah bahkan harus melaksanakan yang wajib-wajib saja.
3. Saat menjadi makmum tidak khawatir
ketinggalan sebagian surat al-Fatihah seandainya ia membaca doa iftitah.
4. Saat menjadi makmum, ia tidak menjumpai imam
di selain posisi berdiri. Jika ia menjadi makmum masbuq dan menjumpai imam di
selain posisi berdiri semisal ruku’, sujud dsb, maka tidak disunnahkan membaca
doa iftitah, akan tetapi ia langsung menyusul ke posisi imam. (Muhammad bin
Umar bin Ali Nawawi Banten, Nihâyatuz Zain, Songqopuro Indonesia,
al-Haramain, cetakan pertama, halaman 62)
Di samping itu, yang perlu diperhatikan adalah,
hendaknya seseorang setelah takbiratul ihram langsung membaca doa iftitah.
Sebab, jika sebelum membaca doa iftitah, ia membaca bacaan-bacaan yang lain
semisal ta’awudz, basmalah atau yang lainnya, baik sengaja ataupun lupa, maka
kesunnahan membaca doa iftitah menjadi hilang sia-sia. Syekh an-Nawawi berkata,
ويفوت
دعاء الافتتاح بالشروع فيما بعده عمداً أو سهواً
“Kesunnahan doa iftitah menjadi hilang sebab
membaca perkara-perkara setelahnya (seperti ta’awudz dan basmalah).” (Muhammad
bin Umar bin Ali Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, Songqopuro Indonesia,
al-Haramain, cetakan pertama, halaman 62)
Semoga shalat kita dijadikan oleh Allah Swt
sebagai shalat yang sempurna amin ya rabbal alamin.
Wallahu a’lam.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar