Hukum Sampaikan Dakwah di
Klub Malam
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya ingin
bertanya. Belakangan ini ramai beredar di media sosial yang menampilkan
seseorang sedang berdiri di sebuah panggung di dalam sebuah gedung yang
tampaknya mendekati tempat hiburan malam. Orang di atas panggung itu kemudian
mengajak seratus lebih pengunjung tempat hiburan itu untuk bershalawat. Lalu
mereka serempak membaca shalawat. Pertanyaan saya, bolehkah seseorang
menyampaikan seruan kebaikan di tempat hiburan? Mohon keterangannya. Terima
kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Nurdin – Sumedang
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Pertama sekali yang perlu ditempatkan
kedudukan secara jelas adalah bahwa tindakan orang yang berdiri di panggung
tersebut lalu mengajak seratus lebih pengunjung tempat hiburan malam untuk
membaca shalawat adalah bagian dari perintah amar makruf.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah boleh
melakukan amar makruf dan nahi munkar tempat hiburan malam?
Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan
mutlak-mutlakan seperti jawaban “boleh” atau “tidak boleh”. Sebagian ulama
menjawab pertanyaan ini dengan mengembalikannya pada syarat amar makruf dan
nahi munkar itu sendiri.
Syarat pertama amar makruf dan nahi munkar
yang diajukan oleh sekelompok ulama ini adalah penguasaan atas pengetahuan syariat
perihal hukum yang diamarmakrufkan dan dinahimunkarkan.
واعلم) أن لوجوب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر شروطا أحدهما أن
يكون المتولي لذلك عالما بما يأمر به وينهى عنه فالجاهل بالحكم لا يحل له الأمر
ولا النهي فليس للعوام أمر ولا نهي فيما يجهلونه وأما الذي استوى في معرفته العام
والخاص ففيه للعالم وغيره الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
Artinya, “(Ketahuilah) kewajiban amar makruf
dan nahi munkar terdapat beberapa syarat. Salah satunya adalah bahwa orang yang
menangani masalah ini memahami hukum yang diamarmakrufkan dan dinahimunkarkan.
Orang awam tidak boleh melakukan amar makruf dan nahi munkar pada soal yang
mereka tidak mengerti hukumnya. Sedangkan persoalan yang diketahui hukumnya
oleh orang awam dan orang alim, maka orang alim dan orang awam boleh melakukan
amar makruf dan nahi munkar,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid
ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan
tahun], halaman 120).
Syarat kedua amar makruf dan nahi munkar yang
diajukan oleh sekelompok ulama ini adalah perihal jaminan pasti atas ketiadaan
kemunkaran yang lebih besar.
Syarat ketiga amar makruf dan nahi munkar
adalah pertimbangan efektivitas, yaitu apakah tindakan amar makruf dan nahi
munkar yang akan dilakukannya itu akan berbuah sesuai tujuan.
Sekelompok ulama ini, seperti Al-Qarafi,
berpendapat bahwa semua itu merupakan syarat yang harus terpenuhi untuk
tindakan amar makruf dan nahi munkar. Bila satu syarat saja tidak terpenuhi,
maka tidak ada kewajiban untuk amar makruf dan nahi munkar.
Dari pendapat sekelompok ulama ini kemudian
dapat dipahami bahwa menyampaikan dakwah atau seruan kebaikan dalam konteks ini
membaca shalawat nabi di tempat hiburan sangat dimungkinkan dengan
mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dikembangkan dari tiga syarat tersebut
sesuai dengan kebutuhan, situasi, norma, dan protokoler yang berlaku di tempat
hiburan tersebut.
Sementara ulama Syafi’iyah tidak mensyaratkan
apa pun untuk melakukan amar makruf dan nahi munkar. Artinya, seseorang tidak
perlu pertimbangan apa pun untuk mengajak pengunjung tempat hiburan malam untuk
membaca bersama shalawat nabi SAW.
Ulama Syafi’iyah tidak mensyaratkan
penguasaan hukum shalawat nabi, jaminan keamanan dari kaos atau kemunkaran yang
lebih besar karenanya, dan efektivitas.
Apakah amar makruf dan nahi munkar membuahkan
hasil? Hal ini tidak menjadi syarat tindakan amar makruf dan nahi munkar
menurut Ulama Syafi’iyah seperti Imam An-Nawawi yang dikutip oleh Al-Baijuri
berikut ini.
وقال
أكثر العلماء كالشافعية لا يشترط هذا الشرط لأن الذي عليه الأمر والنهي لا القبول
كما قال تعالى وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ وقال تعالى وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ولذالك قال النواوي قال العلماء ولا
يسقط عن المكلف الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر لكونه لا يفيد في ظنه بل يجب عليه
فعله اهـ ملخصا من شرح المصنف ومن حاشية الشنواني
Artinya, “Kebanyakan ulama seperti Syafi’iyah
tidak menetapkan sejumlah syarat itu karena seseorang hanya bertanggung jawab
atas amar dan nahi, tidak atas penerimaan orang lain sebagaimana firman Allah
Surat An-Nur ayat 54, ‘Tiada kewajiban atasmu selain penyampaian’ dan Surat
Ad-Dzariyat ayat 55, ‘’Sampaikan peringatan karena peringatan itu bermanfaat
bagi orang-orang beriman.’ Dari sini Imam An-Nawawi mengatakan, para ulama
berpendapat bahwa perintah amar makruf dan nahi munkar tidak gugur dari seorang
mukallaf karena dalam dugaannya itu tidak berfaedah. Tetapi ia wajib
melakukannya. Selesai. Diringkas dari syarah penulis dan dari hasyiyah As-Syanwani,”
(Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid,
[Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 120).
Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat
menarik simpulan bahwa penyampaian dakwah, seruan kebaikan, atau dalam konteks
pertanyaan ini mengajak seratus lebih pengunjung tempat hiburan malam untuk
membaca shalawat nabi sangat dimungkinkan bila hal itu dilakukan dengan
memenuhi norma-norma protokoler tempat hiburan malam agar tidak menimbulkan
mafsadat (kaos) sebagai tindakan preventif.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar