Senin, 17 September 2018

(Ngaji of the Day) Hukum Sampaikan Dakwah di Klub Malam


Hukum Sampaikan Dakwah di Klub Malam

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya ingin bertanya. Belakangan ini ramai beredar di media sosial yang menampilkan seseorang sedang berdiri di sebuah panggung di dalam sebuah gedung yang tampaknya mendekati tempat hiburan malam. Orang di atas panggung itu kemudian mengajak seratus lebih pengunjung tempat hiburan itu untuk bershalawat. Lalu mereka serempak membaca shalawat. Pertanyaan saya, bolehkah seseorang menyampaikan seruan kebaikan di tempat hiburan? Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Nurdin – Sumedang

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Pertama sekali yang perlu ditempatkan kedudukan secara jelas adalah bahwa tindakan orang yang berdiri di panggung tersebut lalu mengajak seratus lebih pengunjung tempat hiburan malam untuk membaca shalawat adalah bagian dari perintah amar makruf.

Pertanyaannya kemudian adalah apakah boleh melakukan amar makruf dan nahi munkar tempat hiburan malam?

Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan mutlak-mutlakan seperti jawaban “boleh” atau “tidak boleh”. Sebagian ulama menjawab pertanyaan ini dengan mengembalikannya pada syarat amar makruf dan nahi munkar itu sendiri.

Syarat pertama amar makruf dan nahi munkar yang diajukan oleh sekelompok ulama ini adalah penguasaan atas pengetahuan syariat perihal hukum yang diamarmakrufkan dan dinahimunkarkan.

واعلم) أن لوجوب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر شروطا أحدهما أن يكون المتولي لذلك عالما بما يأمر به وينهى عنه فالجاهل بالحكم لا يحل له الأمر ولا النهي فليس للعوام أمر ولا نهي فيما يجهلونه وأما الذي استوى في معرفته العام والخاص ففيه للعالم وغيره الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر

Artinya, “(Ketahuilah) kewajiban amar makruf dan nahi munkar terdapat beberapa syarat. Salah satunya adalah bahwa orang yang menangani masalah ini memahami hukum yang diamarmakrufkan dan dinahimunkarkan. Orang awam tidak boleh melakukan amar makruf dan nahi munkar pada soal yang mereka tidak mengerti hukumnya. Sedangkan persoalan yang diketahui hukumnya oleh orang awam dan orang alim, maka orang alim dan orang awam boleh melakukan amar makruf dan nahi munkar,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 120).

Syarat kedua amar makruf dan nahi munkar yang diajukan oleh sekelompok ulama ini adalah perihal jaminan pasti atas ketiadaan kemunkaran yang lebih besar.

Syarat ketiga amar makruf dan nahi munkar adalah pertimbangan efektivitas, yaitu apakah tindakan amar makruf dan nahi munkar yang akan dilakukannya itu akan berbuah sesuai tujuan.

Sekelompok ulama ini, seperti Al-Qarafi, berpendapat bahwa semua itu merupakan syarat yang harus terpenuhi untuk tindakan amar makruf dan nahi munkar. Bila satu syarat saja tidak terpenuhi, maka tidak ada kewajiban untuk amar makruf dan nahi munkar.

Dari pendapat sekelompok ulama ini kemudian dapat dipahami bahwa menyampaikan dakwah atau seruan kebaikan dalam konteks ini membaca shalawat nabi di tempat hiburan sangat dimungkinkan dengan mempertimbangkan beberapa hal yang dapat dikembangkan dari tiga syarat tersebut sesuai dengan kebutuhan, situasi, norma, dan protokoler yang berlaku di tempat hiburan tersebut.

Sementara ulama Syafi’iyah tidak mensyaratkan apa pun untuk melakukan amar makruf dan nahi munkar. Artinya, seseorang tidak perlu pertimbangan apa pun untuk mengajak pengunjung tempat hiburan malam untuk membaca bersama shalawat nabi SAW.

Ulama Syafi’iyah tidak mensyaratkan penguasaan hukum shalawat nabi, jaminan keamanan dari kaos atau kemunkaran yang lebih besar karenanya, dan efektivitas.

Apakah amar makruf dan nahi munkar membuahkan hasil? Hal ini tidak menjadi syarat tindakan amar makruf dan nahi munkar menurut Ulama Syafi’iyah seperti Imam An-Nawawi yang dikutip oleh Al-Baijuri berikut ini.

وقال أكثر العلماء كالشافعية لا يشترط هذا الشرط لأن الذي عليه الأمر والنهي لا القبول كما قال تعالى وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ وقال تعالى وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ ولذالك قال النواوي قال العلماء ولا يسقط عن المكلف الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر لكونه لا يفيد في ظنه بل يجب عليه فعله اهـ ملخصا من شرح المصنف ومن حاشية الشنواني

Artinya, “Kebanyakan ulama seperti Syafi’iyah tidak menetapkan sejumlah syarat itu karena seseorang hanya bertanggung jawab atas amar dan nahi, tidak atas penerimaan orang lain sebagaimana firman Allah Surat An-Nur ayat 54, ‘Tiada kewajiban atasmu selain penyampaian’ dan Surat Ad-Dzariyat ayat 55, ‘’Sampaikan peringatan karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman.’ Dari sini Imam An-Nawawi mengatakan, para ulama berpendapat bahwa perintah amar makruf dan nahi munkar tidak gugur dari seorang mukallaf karena dalam dugaannya itu tidak berfaedah. Tetapi ia wajib melakukannya. Selesai. Diringkas dari syarah penulis dan dari hasyiyah As-Syanwani,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatut Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 120).

Dari pelbagai keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa penyampaian dakwah, seruan kebaikan, atau dalam konteks pertanyaan ini mengajak seratus lebih pengunjung tempat hiburan malam untuk membaca shalawat nabi sangat dimungkinkan bila hal itu dilakukan dengan memenuhi norma-norma protokoler tempat hiburan malam agar tidak menimbulkan mafsadat (kaos) sebagai tindakan preventif.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar