Kisah Pak Tua Sowan Kiai Usai Kehilangan Uang
Seorang lelaki tua berasal dari Desa
Kebonbatur, Mranggen, Demak, sowan kepada KH Munif Zuhri, Pengasuh Pesantren
Girikusumo, Mranggen, seraya mengadukan satu hal.
"Mbah, saya habis kehilangan uang,"
keluhnya.
Ia berharap Kiai Munif akan bisa memberikan
doa, amalan atau sejenisnya agar uang yang hilang bisa segera kembali
ditemukan.
Mbah Kiai kemudian balik bertanya, "Lha
terus maksudmu gimana?"
"Ya nganu, Mbah Kiai. Bagaimana caranya
supaya uangku yang hilang tadi bisa kembali lagi."
"Waaaah, kamu ini. Punya uang nggak
datang. Giliran hilang, mengeluh kemari," canda khas Kiai Munif.
"Hilangnya di mana?" Tanya cucu KH
Abdul Hadi yang juga mursyid tarekat Khalidiyah Naqsyabandiyah tersebut.
"Hilangnya di kayu-kayunan,
Mbah"
"Ah, paling kamu lupa, atau mungkin
diambil cucumu."
Kiai Munif mencoba mengajak berpikir, supaya
tidak cepat-cepat merasa kemalingan, disatroni orang lain, atau sejenisnya.
"Nggak tahu sih, Mbah. Pokoknya saya
pengen uang itu kembali. Bagaimana caranya njenengan."
"Berapa sih jumlahnya?"
"Rp80 ribu, Mbah."
"Udah, aku ganti aja gimana? Mau nggak
kamu?" tawar kiai.
Tamu dari desa ini pun berkenan. Ia kemudian
diberi uang sejumlah Rp100 ribu,-. Artinya Rp20 ribu lebih banyak dari uangnya
yang hilang.
Setelah uang diterima, sesaat sebelum ia
melewati pintu keluar, terdengar kalimat meluncur dari mulutnya Pak Tua
ini.
"Hmmmm.. Andai uangku tadi tak hilang,
sekarang aku sudah punya Rp180 ribu," khayal Pak Tua.
Kisah di atas disarikan dari ceramah KH Munif
Zuhri saat Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Majlis Maulid asuhan Habib
Faishal Ba Faqih, Jragung, Karangawen, Demak 29 November 2017.
***
Banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmah
dari cerita hikmah di atas. Di antaranya, orang ini merupakan cermin sebagian
masyarakat kita yang belum mampu mensyukuri segala hal yang diberikan oleh
Allah kepadanya.
Ia tidak ingat, sebelum mempunyai uang Rp80
ribu, ia merupakan pribadi yang tidak mempunyai uang sama sekali. Kemudian,
oleh Allah diberi uang Rp80 ribu meskipun dengan jalan yang sewajarnya,
bisa melalui kerja, diberi orang, dan lain sebagainya.
Namun di saat Allah mengambil uang tersebut,
tidak melalui jalan yang biasanya, pemegang uang tampak tak rela.
Padahal, Allah menarik uang hamba bisa dengan
segala cara. Bisa dikasih uang lalu diberi sakit dahulu, kemudian uang
digunakan untuk berobat sehingga uang itu kembali lepas. Bisa lapar dahulu,
lalu membeli makanan, uang lepas. Atau pula bisa tanpa faktor yang tidak
diketahui pemiliknya, yaitu dicuri orang lain. Semua milik Allah, kembali
kepada Allah.
Jalan kebahagiaan adalah dengan menerima apa
saja yang diberikan dan diatur oleh Allah Ta'ala kepada kita. Kita tak perlu
risau atas apa yang telah digariskan oleh Allah kepada kita.
Imam Abdullah ibn Alwi Al Haddad dalam
kutipan syairnya mengatakan:
لَا
تُكْثِرْ هَمَّكَ، مَا قُدِّرَ يَكُوْنُ
“Janganlah engkau banyak resah gelisah. Semua
hal yang telah digariskan, pasti akan terjadi.”
اَلَّذِيْ
لِغَيْرِكَ لَنْ يَصِلْ إِلَيْكَ، وَالَّذِيْ قُسِّمَ لَكَ حَاصِلٌ لَدَيْكَ،
فَاشْتَغِلْ بِرَبِّكَ وَالَّذِيْ عَلَيْكَ
“Sesuatu yang memang digariskan menjadi milik
orang lain, tak akan lari ke tanganmu. Dan segala hal yang sudah digariskan
untukmu, pasti akan sampai ke tanganmu. Maka, sibukkan dirimu dengan Tuhanmu
serta memenuhi kewajiban yang kamu emban.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمْ، وَرُزِقَ كَفَافاً، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang memeluk agama
Islam, diberi rezeki cukup, dan Allah memberikan anugerah kepadanya sifat
qanaah (menerima apa adanya) atas semua hal yang diberikan kepadanya.” (HR
Muslim). []
(Ahmad Mundzir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar