Ketika Rasulullah Hormati Jenazah Yahudi
Suatu hari Rasulullah mendapati rombongan
yang mengangkut jenazah lewat di hadapan beliau. Nabi pun berdiri menghormati.
Sahabat beliau segera memberi tahu dengan
nada seolah protes, “Itu jenazah orang Yahudi.”
“Bukankah ia juga manusia?” sahut Rasulullah.
Dialog singkat ini bisa dijumpai dalam hadits
shahih riwayat Imam Bukhari. Hadits tersebut diceritakan dalam konteks ketika
suatu hari Sahal bin Hunaif dan Qais bin Sa'ad sedang duduk di daerah
Qadisiyah, tiba-tiba lewatlah jenazah di hadapan keduanya, lalu keduanya pun
berdiri. Dikatakan kepada mereka berdua bahwa jenazah itu adalah ahlu dzimmah,
warga non-Muslim yang baik. Lalu keduanya menceritakan sikap Rasulullah
terhadap jenazah Yahudi itu.
Pemberitahuan sahabat kepada Nabi bahwa
jenazah tersebut adalah orang Yahudi bisa dimaklumi mengingat ketika itu
sebagian orang Yahudi memusuhi dakwah Rasulullah. Mungkin para sahabat
penasaran dengan alasan Rasulullah menaruh takzim pada jenazah apalagi
diketahui bukan orang Islam.
Rasulullah menjawabnya dengan pertanyaan
retoris, “Bukankah dia manusia (nafs)?” Dengan jawaban semacam ini Rasulullah
seakan mengingatkan para sahabat bahwa tiap manusia layak mendapat
penghormatan, terlepas dari apa latar belakang sosial dan agamanya, bahkan
ketika manusia itu sudah terbaring menjadi mayat.
Dalam hadits lain riwayat Imam Ahmad
disebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan berdiri ketika ada jenazah Yahudi,
Nasrani, atau Muslim. Bukan berdiri untuk jenazah itu sendiri tapi untuk
malaikat yang menyertai jenazah tersebut. Artinya, manusia tak luput dari
iring-iringan malaikat, tak hanya ketika hidup tapi juga saat meninggal dunia.
Ada yang berpendapat bahwa hadits perintah berdiri menghormati janazah ini
mansukh sehingga status berdiri itu sekadar boleh atau dianjurkan belaka.
Terlepas dari perdebatan fiqih tentang
kesunnahan berdiri terhadap jenazah, petikan hadits pertama di atas menyiratkan
pesan substansial bahwa Rasulullah sangat menghormati manusia. Hal itu selaras
dengan pernyataan Al-Qur’an Surat al-Isra ayat 70, “Walaqad karramnâ banî âdam
(dan sungguh telah Kami muliakan manusia).”
Kisah ini menceritakan betapa agungnya
kemanusiaan dalam Islam. Rasulullah meneladankan kepada umatnya tak hanya teguh
di jalan tauhid tapi secara bersamaan juga ikhlas menghargai martabat manusia,
apa pun latar belakangnya. Bukankah Islam mengajarkan bahwa semua manusia
adalah setara, yang membedakan hanyalah ketakwaannya? Ketakwaan menurut siapa?
Tentu saja menurut Allah (‘indallâh), bukan menurut manusia yang sarat
kekeliruan dan lupa. []
(Mahbib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar