Subandrio Melamar Jadi Anggota NU
Menyadari kurangnya tenaga professional dalam
bidang politik dan pemerintahan, maka pada tahun 1950-1960-an NU banyak
melakukan out sourcing atau rekrutmen tenaga profesional dari luar, baik di
bidang, politik, ekonomi dan kebudayaan. Namun demikian rekrutmen tersebut
dilakukan dengan secara asal, melainkan dilakukan dengan seleksi moral dan
ideologis yang ketat.
Kalau secara moral dan ideologi sudah sesuai,
maka soal etnis dan ras apa pun tidak menjadi masalah. Contohnya anggota NU ada
yang berasal dari ras Cina seperti Tan Kiem Liong yang kemudian ganti nama
menjadi Muhammad Hassan, pengusaha yang kemudian menjadi penyandang dana Duta
Masyarakat saat itu. Lalu ada lagi nama Tan Eng Hong, keduanya menjadi anggota
DPR Fraksi NU hasil Pemilu 1955. Hadirnya orang semacam itu menjadikan usaha
yang dibuat NU maju.
Sebaliknya kalau secara moral dan ideologi
tidak sesuai, maka pejabat tinggi yang terkenal sekalipun tidak akan diterima.
Contohnya Dr. Subandrio Waperdam dan Menteri Luar Negeri, yang merupakan tokoh
kedua setelah Bung Karno itu lamarannya untuk menjadi anggota NU ditolak.
Bahkan keluhan itu diungkap sendiri oleh Waperdam itu ketika berpidato dalam
Muktamar NU Ke-23 di Solo 1962: “Walaupun permintaan saya untuk menjadi anggota
Partai NU sampai sekarang belum dikabulkan, namun saya merasa bahwa Partai
NU adalah partai saya, milik bangsa dan negara. Karena itu kita bertanggung
jawab atas perkembangan NU, sebab NU merupakan sarana revolusi”.
Penolakan NU itu bisa dimengerti, sebab
Subandrio secara ideologi berbeda dengan NU dan gaya hidupnya yang flamboyan,
lebih cocok dengan partainya dulu yakni PSI yang saat itu sudah dibubarkan,
karena mendalangi pemberontakan PRRI-Permesta. NU juga menengarai saat itu
Bandrio, meskipun ia berorientasi ke Peking, tapi juga menjadi agen negara Barat
kapitalis.
Mengingat identitas ganda itu NU bersikeras
menolak masuknya politisi ulung itu menjadi anggota NU. Dengan reputasi politik
semacam itu ia akan sangat sulit dikendalikan, bahkan akan mengendalikan NU.
Apalagi dia juga ketua Badan Pusat Intelijen (BPI). Maka selamatlah NU dari
tangan Bandrio yang menurut para ulama dan pimpinan PBNU penerimaan Subandrio
lebih banyak madlorot-nya ketimbang manfaatnya. Maka permohonannya tidak
dikabulkan. []
(Munim DZ, disadur dari Duta Masyarakat
27-12-62 dan beberapa sumber lainnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar