Agar OS Tidak Ikut PT Kurang Sukses Bersama
Seluruh direksi BUMN dapat tambahan tugas
baru yang sangat rumit: memperbaiki sistem alih daya atau outsourcing (OS).
Langkah ini dilakukan sambil menunggu apa yang akan dibahas dan diputuskan
panitia kerja (panja) Komisi IX DPR. Sesuai dengan hasil rapat kerja Komisi IX
DPR dengan menteri tenaga kerja dan transmigrasi serta menteri BUMN dua bulan
lalu, komisi IX memutuskan untuk membentuk panja guna membahas seluruh sistem
ketenagakerjaan di BUMN.
Saya merasa beruntung
pernah “disekolahkan” menteri BUMN sebelum saya, Pak Mustafa Abubakar, untuk
menjadi Dirut PLN, sebuah BUMN yang juga banyak menggunakan OS. Dengan
demikian, saya tidak perlu lagi mempelajari apa yang sebenarnya terjadi.
Bahkan, waktu itu
saya merencanakan untuk mengurus OS pada tahun ketiga masa jabatan saya di PLN.
Sayangnya, belum lagi genap dua tahun, saya sudah harus meninggalkan PLN.
Saya tidak sekadar
merencanakan, tapi juga sudah memikirkan detailnya: problem apa saja yang
terjadi, bagaimana memperbaikinya, dan bagaimana caranya praktis sudah matang
di otak saya. Waktu itu benar-benar tinggal melaksanakan.
Mengapa tidak
dilaksanakan di tahun pertama? Ada dua alasan. Pertama, problem utama PLN waktu
itu (krisis listrik dan antre listrik) harus diselesaikan dulu. Kedua, saya
belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Justru ketika seluruh karyawan dan OS
all-out membenahi PLN itulah saya tahu: oh… ini persoalannya!
Persoalan utama OS,
sepanjang yang saya rasakan, adalah perasaan gelisah akan ketidakpastian apakah
tahun depan masih dipakai lagi atau tidak. Tentu soal besar-kecilnya gaji juga
masalah, namun yang utama adalah ketidakpastian itu.
Persoalan lainnya
adalah status. Mereka menginginkan status kekaryawanan yang jelas. Tidak
sekadar menjadi tenaga cabutan. Tentu OS juga menginginkan jadi karyawan
perusahaan induk, tapi yang lebih utama adalah status kekaryawanan itu, di mana
pun tempatnya.
Perusahaan OS juga
tidak bisa disalahkan begitu saja. Mereka tidak mau mengangkat OS sebagai
karyawan tetap perusahaan lantaran ini: kontrak kerja perusahaan itu dengan
BUMN hanya berlaku satu tahun. Kalau OS diangkat sebagai karyawan tetap,
padahal tahun depan kontrak kerja outsourcing di sebuah perusahaan tidak
diperpanjang, perusahaan OS tersebut mengalami kesulitan.
Maka, BUMN akan
melakukan perbaikan sistem yang mendasar seperti ini. Pertama, tender untuk
perusahaan OS akan diubah. Syarat-syarat tender pun akan diperketat. Misalnya,
perusahaan OS baru boleh ikut tender kalau memiliki sistem penggajian yang
baik, memiliki sistem kekaryawanan yang menjamin status karyawan, memiliki
sistem jaminan kesehatan dan sosial, serta memiliki sistem jenjang karir.
Kedua, masa kontrak
kerja akan diperpanjang. Tidak hanya setahun-setahun, tapi langsung lima tahun
dan bisa diperpanjang lagi lima tahun dan lima tahun lagi. Selama ini ada
ketidaklogisan yang mendasar. Tiap tahun ikut tender itu menimbulkan biaya yang
mestinya bisa untuk memperbaiki gaji karyawan. Tender tiap tahun juga
menimbulkan suasana banting-bantingan di antara peserta tender yang pada
akhirnya menekan gaji karyawan.
Tiap tahun tender itu
juga menimbulkan kelucuan yang mengharukan: mereka, yang tahun ini bekerja
untuk PT Sukses Sendiri, tahun depan ditransfer ramai-ramai ke PT Kurang Sukses
Bersama. Ini karena pemenang tendernya belum menyiapkan tenaga kerja yang harus
langsung terampil di suatu pekerjaan hari itu juga.
Pedoman-pedoman pokok
seperti itulah yang kini lagi dibahas detailnya di masing-masing BUMN. Tentu
ada direksi yang beranggapan bahwa biaya yang dikeluarkan BUMN akan bertambah
besar. Ini bisa benar, bisa juga tidak. Semua berpulang pada kecanggihan
manajemen masing-masing.
Bisa saja dengan
sistem baru itu beban kerja terbagi lebih produktif sehingga tenaga yang
diperlukan ternyata tidak sebanyak yang lama, tapi dengan kualitas yang lebih
baik. Tingkat kecanggihan manajemenlah yang menentukan.
Tentu saya juga tahu
banyak BUMN yang karena mewarisi masa lalu yang berat mengakibatkan pemikiran
ketenagakerjaannya tersedot ke sana. Misalnya, ada BUMN yang terancam harus
membayar gaji pensiunannya lebih besar daripada membayar gaji karyawan yang
sedang bekerja. Direksi sebuah BUMN juga harus memikirkan pensiunannya meski
itu tidak ada dalam deskripsi job-nya. Ini yang tidak terjadi di swasta. Sistem
kekaryawanan yang khusus di masa lalu menjadi bom waktu yang dahsyat sekarang
ini.
Dengan sistem OS yang
baru itu, direksi BUMN juga terpaksa akan mengevaluasi cara kerja karyawan
tetap. Selama ini tenaga OS sering merasa diperlakukan tidak adil: mereka
melihat sendiri betapa banyak karyawan tetap yang kerjanya malas-malasan dengan
gaji yang jauh lebih besar. Mereka merasa ditekan untuk bekerja lebih keras
guna meringankan pekerjaan pegawai tetap itu dengan gaji yang jauh lebih kecil.
Banyak karyawan BUMN
yang tidak mengira bahwa mereka diamati OS. Padahal, di pojok-pojok halaman
mereka sering membicarakan kinerja karyawan tetap yang mereka lihat setiap
saat.
Lebih dari itu,
semangat membicarakan UMR/UMP dan OS ini semoga tidak menimbulkan anggapan
bahwa kita sudah menyelesaikan persoalan. Jumlah guru madrasah yang gajinya
lillahi taala juga luar biasa banyaknya. Apalagi jumlah mereka yang belum
bekerja. (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar