Senin, 06 Juli 2020

(Ngaji of the Day) Kewajiban Mengurus Jenazah Korban Virus Corona

Kewajiban Mengurus Jenazah Korban Virus Corona

 

Jenazah seorang muslim yang terpapar virus corona memiliki kedudukan yang sama dengan jenazah muslim pada umumnya. Jenazah muslim korban virus mematikan tetap diperlakukan sebagai jenazah lainnya, yaitu dimandikan, dikafankan, dishalatkan, dan dimakamkan. 


اعلم أن الشهيد يصدق على كل من قتل ظلما أو مات بغرق أو حرق أو هدم أو مات مبطونا أو مطعونا أو مات عشقا أو كانت إمرأة وماتت في الطلق ونحو ذلك وكذا من مات فجأة أو في دار الحرب قاله ابن الرفعة ومع صدقه أنهم شهداء فهؤلاء يغسلون ويصلى عليهم كسائر الموتى


Artinya, “Ketahuilah, derajat syahid dapat dibenarkan pada orang yang terbunuh secara zalim, mati korban tenggelam, terbakar, tertiban reruntuhan, korban karena sakit perut, kena wabah (tha‘un), mati karena menahan derita cinta, perempuan yang mati menahan sakit persalinan, dan lain-lain. Demikian juga mereka yang mati mendadak atau di darul harbi. Demikian pendapat Ibnu Rif’ah. Meski mereka terbilang syahid, mereka tetap dimandikan dan dishalatkan sebagaimana jenazah pada umumnya.” (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994], juz I, halaman 133).

 


Kedudukan syahadah atau mati syahid tidak hanya didapat oleh mereka yang gugur di medan perang. Mereka yang gugur karena bencana kemanusiaan maupun bencana alam juga dapat meraih kedudukan syahadah. Sedangkan mereka yang gugur di medan perang apapun motifnya tetap dianggap sebagai mati syahid, dalam pengertian jenzahnya diperlakukan sebagaimana syuhada yang gugur di medan perang.


ومعنى الشهادة لهم أنهم أحياء عند ربهم يرزقون وأما من مات في قتال الكفار مدبرا غير متحرف لقتال أو متحيزا إلى الفئة أو كان يقاتل رياء وسمعة فهذا شهيد في الحكم بمعنى أنه لا يغسل ولا يصلى عليه وهو شهيد في الدنيا دون الآخرة


Artinya, “Arti syahadah/mati syahid bagi mereka (selain gugur di medan perang) adalah bahwa mereka hidup di sisi Allah dan diberikan anugerah. Adapun orang gugur di medan perang saat melarikan diri, tidak mengambil jalan perang, berpihak kepada faksi lawan, berperang karena riya dan sum’ah, juga terbilang mati syahid secara hukum, dalam arti tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Ini yang disebut syahid di (mata) dunia, tidak di akhirat,” (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994], juz I, halaman 133).


Keterangan ini dapat ditarik dari pembagian ulama atas tiga kriteria derajat syahadah atau syahid (merujuk kepada orangnya), yaitu syahid dunia dan akhirat; syahid akhirat, tidak di dunia; dan syahid di dunia, tidak di akhirat. Ketiganya akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan amalnya sebagai keterangan Imam An-Nawawi berikut ini.


قال العلماء المراد بشهادة هؤلاء كلهم غير المقتول فى سبيل الله انهم يكون لهم فى الآخرة ثواب الشهداء وأما فى الدنيا فيغسلون ويصلى عليهم وقد سبق فى كتاب الايمان بيان هذا وأن الشهداء ثلاثة اقسام شهيد فى الدنيا والآخرة وهو المقتول فى حرب الكفار وشهيد فى الآخرة دون أحكام الدنيا وهم هؤلاء المذكورون هنا وشهيد فى الدنيا دون الآخرة وهو من غل فى الغنيمة أو قتل مدبرا


Artinya, “Ulama mengatakan, mereka yang dianggap mati syahid adalah mereka yang gugur bukan di medan perang. Mereka kelak menerima pahala mati syahid di akhirat. Sedangkan di dunia mereka tetap dimandikan dan dishalatkan sebagaimana penjelasan telah lalu pada bab Iman. Orang mati syahid terdiri atas tiga jenis. Pertama, syahid di dunia dan di akhirat, yaitu mereka yang gugur di medan perang. Kedua, syahid di akhirat, tidak di dunia, yaitu lima orang yang disebut dalam hadits ini. ketiga, syahid di dunia, tidak di akhirat, yaitu mereka yang gugur tetapi berbuat curang terhadap ghanimah atau gugur melarikan diri dari medan perang,” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits: 1422 H/2001 M] juz VII, halaman 72).

 


Pembagian ini diambil dari pemahaman ulama atas hadits riwayat Muslim berikut ini:


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما تعدون الشهداء فيكم؟ قالوا : يا رسول الله، من قتل في سبيل الله فهو شهيد. قال إن شهداء أمتي إذا لقليل! قالوا: فمن هم يا رسول الله؟ قال من قتل في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في الطاعون فهو شهيد، ومن مات في البطن فهو شهيد، والغريق شهيد رواه مسلم


Artinya, “Rasulullah SAW menguji sahabatnya dengan pertanyaan, ‘Siapakah orang yang mati syahid di antara kalian?’ ‘Orang yang gugur di medan perang itulah syahid ya Rasulullah,’ jawab mereka. ‘Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang mati syahid.’ ‘Mereka (yang lain) itu lalu siapa ya Rasul?’ ‘Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah juga syahid, orang yang kena tha’un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid,’ jawab Nabi Muhammad SAW,” (HR Muslim).


Derajat syahadah didapat oleh mereka karena “semua jenis kematian itu dianggap mati syahid berkat kemurahan Allah SWT karena kekerasan dan kepedihan kelimanya (menanggung derita kematian),” (An-Nawawi, 1422 H/2001 M: VII/72).


Adapun cara mengurus jenazah korban terpapar virus corona dan wabah mematikan perlu mengikuti petunjuk medis guna mengantisipasi penularan dan menjaga petugas yang mengurus untuk tetap steril. Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar