Kewajiban Mengurus Jenazah Korban Virus Corona
Jenazah seorang muslim yang terpapar virus corona memiliki kedudukan yang sama dengan jenazah muslim pada umumnya. Jenazah muslim korban virus mematikan tetap diperlakukan sebagai jenazah lainnya, yaitu dimandikan, dikafankan, dishalatkan, dan dimakamkan.
اعلم
أن الشهيد يصدق على كل من قتل ظلما أو مات بغرق أو حرق أو هدم أو مات مبطونا أو
مطعونا أو مات عشقا أو كانت إمرأة وماتت في الطلق ونحو ذلك وكذا من مات فجأة أو في
دار الحرب قاله ابن الرفعة ومع صدقه أنهم شهداء فهؤلاء يغسلون ويصلى عليهم كسائر
الموتى
Artinya, “Ketahuilah, derajat syahid dapat dibenarkan pada orang yang terbunuh
secara zalim, mati korban tenggelam, terbakar, tertiban reruntuhan, korban
karena sakit perut, kena wabah (tha‘un), mati karena menahan derita cinta,
perempuan yang mati menahan sakit persalinan, dan lain-lain. Demikian juga
mereka yang mati mendadak atau di darul harbi. Demikian pendapat Ibnu Rif’ah.
Meski mereka terbilang syahid, mereka tetap dimandikan dan dishalatkan
sebagaimana jenazah pada umumnya.” (Taqiyuddin Al-Hishni, Kifayatul Akhyar,
[Beirut, Darul Fikr: 1994], juz I, halaman 133).
Kedudukan syahadah atau mati syahid tidak hanya didapat oleh mereka yang gugur
di medan perang. Mereka yang gugur karena bencana kemanusiaan maupun bencana
alam juga dapat meraih kedudukan syahadah. Sedangkan mereka yang gugur di medan
perang apapun motifnya tetap dianggap sebagai mati syahid, dalam pengertian
jenzahnya diperlakukan sebagaimana syuhada yang gugur di medan perang.
ومعنى
الشهادة لهم أنهم أحياء عند ربهم يرزقون وأما من مات في قتال الكفار مدبرا غير
متحرف لقتال أو متحيزا إلى الفئة أو كان يقاتل رياء وسمعة فهذا شهيد في الحكم
بمعنى أنه لا يغسل ولا يصلى عليه وهو شهيد في الدنيا دون الآخرة
Artinya, “Arti syahadah/mati syahid bagi mereka (selain gugur di medan perang)
adalah bahwa mereka hidup di sisi Allah dan diberikan anugerah. Adapun orang gugur
di medan perang saat melarikan diri, tidak mengambil jalan perang, berpihak
kepada faksi lawan, berperang karena riya dan sum’ah, juga terbilang mati
syahid secara hukum, dalam arti tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Ini
yang disebut syahid di (mata) dunia, tidak di akhirat,” (Taqiyuddin Al-Hishni,
Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994], juz I, halaman 133).
Keterangan ini dapat ditarik dari pembagian ulama atas tiga kriteria derajat
syahadah atau syahid (merujuk kepada orangnya), yaitu syahid dunia dan akhirat;
syahid akhirat, tidak di dunia; dan syahid di dunia, tidak di akhirat.
Ketiganya akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan amalnya sebagai keterangan
Imam An-Nawawi berikut ini.
قال
العلماء المراد بشهادة هؤلاء كلهم غير المقتول فى سبيل الله انهم يكون لهم فى
الآخرة ثواب الشهداء وأما فى الدنيا فيغسلون ويصلى عليهم وقد سبق فى كتاب الايمان
بيان هذا وأن الشهداء ثلاثة اقسام شهيد فى الدنيا والآخرة وهو المقتول فى حرب
الكفار وشهيد فى الآخرة دون أحكام الدنيا وهم هؤلاء المذكورون هنا وشهيد فى الدنيا
دون الآخرة وهو من غل فى الغنيمة أو قتل مدبرا
Artinya, “Ulama mengatakan, mereka yang dianggap mati syahid adalah mereka yang
gugur bukan di medan perang. Mereka kelak menerima pahala mati syahid di
akhirat. Sedangkan di dunia mereka tetap dimandikan dan dishalatkan sebagaimana
penjelasan telah lalu pada bab Iman. Orang mati syahid terdiri atas tiga jenis.
Pertama, syahid di dunia dan di akhirat, yaitu mereka yang gugur di medan
perang. Kedua, syahid di akhirat, tidak di dunia, yaitu lima orang yang disebut
dalam hadits ini. ketiga, syahid di dunia, tidak di akhirat, yaitu mereka yang
gugur tetapi berbuat curang terhadap ghanimah atau gugur melarikan diri dari
medan perang,” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits:
1422 H/2001 M] juz VII, halaman 72).
Pembagian ini diambil dari pemahaman ulama atas hadits riwayat Muslim berikut
ini:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم ما تعدون الشهداء فيكم؟ قالوا : يا رسول الله، من
قتل في سبيل الله فهو شهيد. قال إن شهداء أمتي إذا لقليل! قالوا: فمن هم يا رسول
الله؟ قال من قتل في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات
في الطاعون فهو شهيد، ومن مات في البطن فهو شهيد، والغريق شهيد رواه مسلم
Artinya, “Rasulullah SAW menguji sahabatnya dengan pertanyaan, ‘Siapakah orang
yang mati syahid di antara kalian?’ ‘Orang yang gugur di medan perang itulah
syahid ya Rasulullah,’ jawab mereka. ‘Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang
mati syahid.’ ‘Mereka (yang lain) itu lalu siapa ya Rasul?’ ‘Orang yang gugur
di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah juga syahid, orang
yang kena tha’un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga
syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid,’ jawab Nabi Muhammad SAW,” (HR
Muslim).
Derajat syahadah didapat oleh mereka karena “semua jenis kematian itu dianggap
mati syahid berkat kemurahan Allah SWT karena kekerasan dan kepedihan kelimanya
(menanggung derita kematian),” (An-Nawawi, 1422 H/2001 M: VII/72).
Adapun cara mengurus jenazah korban terpapar virus corona dan wabah mematikan
perlu mengikuti petunjuk medis guna mengantisipasi penularan dan menjaga
petugas yang mengurus untuk tetap steril. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar