Hukum Kredit Perumahan
Rakyat dan Kendaraan Bermotor
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb. Redaksi yth, kami
mau bertanya soal bagaimana hukumnya pembelian sistem kredit KPR dan kredit kendaraan
bermotor. Apakah dikategorikan Riba? Dan bagaimana hukum kredit rumah subsidi?
Apakah juga mengandung riba? Wassalamu’alaikum wr wb.
Mas'ud Arifin dan Waridin
Jawaban:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Saudara penanya yang budiman,semoga Allah SWT
senantiasa merahmati kita semua dan membimbing kita dijalan-Nya!
Hukum jual beli secara kredit (bai’ taqshith)
pada hakikatnya adalah boleh, karena Rasulullah SAW sendiri pernah
mempraktikannya. Praktik transaksinya merupakan transaksi tabarru’, yaitu
semata dimaksudkan untuk kebutuhan sosial dan tolong menolong.
Dewasa ini, praktik jual beli kredit di
sejumlah lembaga pembiayaan/lembaga perkreditan dilakukan melalui dua model,
yaitu:
1. Kredit disertai dengan uang muka (Down
Payment/DP).
Apabila ada uang muka (termasuk di dalamnya
adalah subsidi pemerintah), maka akad pembiayaan/perkreditan jenis ini disebut
dengan akad musyarakah mutanaqishah bi nihaayatit tamlik. Nama lain dari akad
ini adalah akad ijarah muntahiyah bit tamlik, yaitu sebuah akad sewa guna usaha
yang disertai dengan akhir berupa perpindahan kepemilikan sepenuhnya kepada
pembeli. Ciri yang dibenarkan secara fiqih bila menjalankan akad ini adalah:
● Harga barang ditentukan di awal. Uang muka
yang berasal dari pembeli dan/atau berasal dari subsidi secara tidak langsung
menjadi bagian dari modal/saham pembeli terhadap aset.
● Besaran harga sewa ditentukan di awal dan
dibagi menurut porsi kepemilikan kedua pihak yang berserikat terhadap aset yang
disewakan.
● Harga sewa semakin menurun seiring
angsuran terhadap harga pokoknya. Dan apabila tidak ada penurunan harga sewa,
maka akad musyarakahnya menjadi fasidah (rusak), sedangkan selisih uangnya bisa
disebut sebagai riba.
ولا
يجوز أيضا قرض نقد أو غيره إن اقترن بشرط رد صحيح عن مكسر أو رد زيادة على
القدر المقدر أو رد جيد عن ردئ أو غير ذلك من كل شرط جر نفعا للمقرض ببلد أخر أو
رهنه بدين أخر فإن فعل فسد العقد لأن كل قرض جر نفعا فهو ربا
Artinya: “Tidak boleh utang nuqud
(emas/perak) atau selainnya jika disertai dengan syarat pengembalian berupa
barang bagus serta tidak pecah, atau tambahan takaran tertentu, atau
mengembalikan berupa barang bagus dari barang jelek, dan seterusnya, termasuk
semua syarat yang memberi manfaat [tambahan] kepada orang yang memberi utang
yang berada di negara lain (misal: beda kurs) atau gadai dengan hutang yang
lain (agunan), maka jika dilakukan hal semacam ini (oleh muqridl), maka
rusaklah akad, karena sesungguhnya setiap utang yang muqridl mengambil manfaat
[dari pihak yang dihutangi] adalah sama dengan riba.” (Lihat Muhammad bin Salim
bin Said Babashil al-Syafi’iy, Is’adu al-Rafiq wa Bughyatu al-Shiddiq,
Singapura: Al-Haramain, Tanpa Tahun, Juz: 1/142)
Untuk keterangannya, saudara penanya bisa
membaca tulisan di link berikut ini:
- Musyarakah Mutanaqishah sebagai Modifikasi Akad Syirkah ‘Inan
- Leasing dan Hukumnya dalam Fiqih Transaksi
(I)
2. Kredit dengan DP 0%.
Bila tidak ada uang muka, maka akad
pembiayaan seperti ini disebut dengan akad bai’ murabahah, yaitu jual beli
dengan disertai tambahan keuntungan bagi Lembaga Pembiayaan atau Lembaga
Perkreditan.
Ciri praktik akad ini adalah:
● Ketiadaan uang muka (down payment)
● Harga barang ditentukan di muka dan
biasanya lebih mahal dari harga pembelian secara kontan
● Cicilan pembayaran memiliki jumlah tetap
dari awal hingga akhir waktu angsuran.
● Ada kesepakatan lama angsuran, misalnya
diangsur 2 kali selama satu tahun, 3 kali, dan atau bahkan setiap bulan. Karena
besar angsuran yang tetap ini, maka jual beli semacam ini sering diistilahkan
dengan bai’ taqshith, bai’ muajjalan atau bai’ bi al-tsamani al-ajil.
Masing-masing akad, hukumnya boleh dilakukan, karena masuk kategori akad
tabarru’ dan ta’awun (sosial).
Sebagai kesimpulannya adalah bahwa jual beli
secara kredit adalah diperbolehkan dalam syariat dengan syarat harga ditentukan
di awal. Pembelian KPR dan kendaraan bermotor dengan sistem kredit, adalah
tidak mengandung unsur riba manakala mengikuti akad musyarakah muntahiyah bit
tamlik atau bai’ murabahah. Bila jual beli disertai dengan adanya DP (Down
Payment) sementara besaran angsuran adalah tetap (fixed) selama berlangsungnya
masa cicilan kredit/angsuran, maka hal ini menandakan ada unsur riba di dalam
akad jual beli tersebut karena dalam musyarakah mutanaqishah mensyaratkan
turunnya harga sewa seiring masa angsuran/penebusan kredit.
Saran kami, apabila saudara penanya berniat
melakukan pembelian KPR atau kendaraan dengan skema kredit, maka cermatilah
terlebih dahulu akadnya! Bila sulit untuk mencermati, maka pakailah akad yang
kedua yaitu bai’ murabahah dengan ciri “cicilan tetap” sebab lebih
menyelamatkan dari sisi riba. Selanjutnya pertimbangkan bahwa uang yang saudara
berikan kepada pihak developer atau dealer di muka adalah sebagai “angsuran
pertama” saudara! Ingat, sebagai “angsuran pertama” dan bukan sebagai “modal
berserikat” sebagaimana praktik akad musyarakah mutanaqishah. Dengan cara ini,
apabila terjadi angsuran dengan jumlah yang tetap di belakangnya, maka anda
tidak terkena had transaksi ribawi. Cara ini adalah solusi bagi penanya apabila
penanya mengambil kredit tersebut berasal dari Lembaga Perkreditan
Konvensional.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin. Wallahu a'lam.
Wassalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
[]
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih
Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar