Ibadah Haji Dua Kali yang Sia-sia
Dalam kitab Irsyâdul 'Ibâd dikisahkan, suatu
hari seorang laki-laki menjamu Sufyan ats-Tauri dan kawan-kawannya. Lantas ia
berkata kepada istrinya, "Berikanlah hidangan padaku hidangan yang kamu
bawa dari haji yang kedua, bukan haji yang pertama."
Orang yang cermat akan segera tahu, pesan apa
di balik lelaki itu berkata demikian. Si lelaki di satu sisi sedang
memerintahkan sang istri menyuguhkan hidangan, tapi di sisi lain sekaligus
memamerkan ke orang-orang di sekitarnya bahwa ia telah berhaji dua kali.
Dalam ilmu balaghah, laki-laki ini memang
sedang melontarkan kalam insya' (thalabi), yakni berupa perintah kepada
istrinya, namun di saat bersamaan terkandung maksud terselubung mengungkapkan
kalam khabar (informasi) tentang prestasi ibadah kepada para tamunya. Secara
tersurat memerintah, tapi secara tersirat memamerkan sebuah kebanggaan.
Lalu, apa respon Sufyan at-Tsauri terhadap
lelaki yang pamer itu?
"Sungguh kasihan orang ini. Dengan
perkataannya itu dia telah menghapus pahala dua hajinya. Semoga Allah
menyelamatkan kita dari riya'," kata ulama alim dan zuhud yang wafat pada
778 M ini.
Pernah suatu kali Rasulullah menerima
pertanyaan dari seorang laki-laki yang datang kepada beliau, "Apa itu
keselamatan pada hari esok (hari Kiamat)?"
"Ketika kamu tidak menipu Allah,"
jawab Rasulullah.
"Bagaimana kita menipu Allah?"
"Yaitu ketika kamu menunaikan perintah
Allah dan rasul-Nya namun kamu bertujuan untuk selain ridha Allah.
Berhati-hatilah dari riya' karena sesungguhnya ia termasuk kategori syirik
kepada Allah," balas Nabi lagi.
Demikian disampaikan dalam hadits riwayat
Adz-Dzahabi. Hadits ini melanjutkan sabda Nabi bahwa kelak di hari Kiamat
orang-orang riya' dipanggil di hadapan orang banyak dengan empat nama:
"wahai orang kafir", "wahai orang durhaka (fâjir)",
"wahai orang cedera (ghâdir)", dan "wahai orang merugi
(khâsir)".
Perbuatan orang riya' tersebut, jelas Nabi,
sesat dan pahalanya pun musnah, sehingga ia tak memiliki bagian apa-apa di hari
Kiamat. Selanjutnya diseru kepadanya, "Ambillah pahala dari orang-orang
yang menjadi tujuan amalmu, wahai penipu diri sendiri."
Dalam kitab Irsyâdul ‘Ibâd pula diceritakan
bahwa seorang imam ditanya tentang siapa orang yang disebut ikhlas. Ia jawab,
"Orang yang merahasiakan kebaikannya sebagaimana menyimpan
kejahatannya."
Wallahu a'lam. []
(Mahbib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar