Selasa, 22 Mei 2018

(Ngaji of the Day) Zakat: Definisi, Sejarah, dan Hikmahnya


Zakat: Definisi, Sejarah, dan Hikmahnya

Definisi Zakat

Kata zakat ditinjau dari sisi bahasa arab memiliki beberapa makna, di antaranya berkembang, berkah, banyaknya kebaikan, menyucikan dan memuji. Sedangkan dalam istilah fiqih, zakat memiliki arti sejumlah harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dan wajib diserahkan kepada golongan tertentu (mustahiqqin). 

Zakat dijadikan nama untuk harta yang diserahkan tersebut, sebab harta yang dizakati akan berkembang dan bertambah. Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni berkata:

وسميت بذلك لأن المال ينمو ببركة إخراجها ودعاء الآخذ

“Disebut zakat karena harta yang dizakati akan berkembang sebab berkah membayar zakat dan doa orang yang menerima.” (Syekh Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul Akhyar, Surabaya, al-Haramain, cetakan kedua, 2002, halaman 104)

Allah berfirman:

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ 

Artinya: “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (QS. Ar-Ruum : 39)

Sejarah

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kapan zakat diwajibkan. Di dalam kitab Hasyiyah al-Jamal dijelaskan bahwa Zakat mal mulai diwajibkan di bulan Sya’ban tahun kedua hijriah bersamaan dengan zakat fitri. Ada yang berpendapat bahwa zakat diwajibkan sebelum baginda Nabi hijrah ke Madinah. 

Namun, menurut pendapat yang masyhur di kalangan para pakar hadits, zakat mal diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. (Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2003, jilid dua, halaman 96)

Hikmah Zakat

Tidak diragukan lagi betapa besar hikmah di balik kewajiban zakat. Hikmahnya begitu tampak jelas bagi siapa pun yang mau merenungkannya. Di antara hikmah zakat yang paling nampak jelas adalah mengentaskan kemiskinan. Di dalam kitab Syarh Yaqut an-Nafis fi Madhab Idris, Habib Muhammad bin Ahmad Bin Umar asy-Syathiri menjelaskan sebagian dari hikmah di balik kewajiban zakat. 

أما حكمة الزكاة فمعروفة وظاهرة وتبدو في هذا العصر أكثر، فمن شأنها التعاطف والتراحم، ولو أخرجت الزكاة ووزعت على وجهها الصحيح الشرعي لما بقي على وجه الأرض فقير أبدا. لأن ربنا جعل في أموال الأغنياء ما يكفي الفقراء

Artinya: “Adapun hikmah zakat, maka sudah diketahui dan tampak jelas. Dan semakin tampak di masa sekarang. Termasuk dampak positif dari zakat akan terjalin kasih sayang dan saling mengasihi. Seandainya zakat dibayarkan dan dibagikan sesuai dengan cara yang benar secara syar’i, niscaya selamanya di muka bumi tidak akan ada orang yang miskin. Karena sesungguhnya di dalam harta para orang kaya, Tuhan kita, Allah Swt telah menetapkan sebagian hak yang bisa mencukupi para faqir.” (Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh Yaqut an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj, cetakan ketiga tahun 2011, halaman : 259)

Sungguh benar apa yang telah beliau sampaikan ini. Seandainya kita kira-kirakan jumlah kaum Muslimin di dunia ini kurang lebih satu miliar. Coba kita melihat pada zakat fitri saja. Ukuran zakat fitri yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Muslim adalah satu sho’ (kurang lebih 2,8 kg). Dan zakat fitri wajib dibayar oleh setiap orang yang memiliki makanan pokok yang lebih untuk sehari semalam di Hari Raya Idul Fitri. Seandainya kita kira-kirakan uang yang dihasilkan dari setiap sho’ kurang lebih Rp25.000, lalu berapa yang dihasilkan dari kelipatannya dengan jumlah orang islam yang wajib membayar zakat? Bayangkan saja betapa banyaknya!

Belum lagi zakat tijarah (perdagangan). Berapa banyak para pedagang Muslim yang memiliki aset dagang ratusan juta atau bahkan miliyaran rupiah. Jika masing-masing dari mereka mengeluarkan zakat 2,5 persen, maka betapa banyak zakat yang terkumpul.

Kemudian di dalam Islam masih ada lagi kewajiban zakat pertanian, zakat peternakan, zakat emas dan perak, dan zakat pertambangan. Dan perlu diingat bahwa semua zakat-zakat ini wajib dibayarkan setiap tahun.

Syariat juga telah mengajarkan bagaimana cara membagi zakat yang benar. Jika orang yang akan diberi zakat dinilai ahli berdagang, maka ia diberi modal untuk berdagang. Jika ahli bertani, maka diberi modal pertanian. Jika ahli dalam keilmuan, maka diberi bekal untuk mencari ilmu agar bermanfaat bagi orang banyak. Jika kreatif dalam membuat usaha, maka diberi modal untuk membuka usaha. Dan jika tidak ahli mengembangkan harta, maka diberi harta yang bisa dimanfaatkan seperti sawah yang bisa disewakan dan seterusnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab mu’tabarah, di antaranya di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (Lihat Imam an-Nawawi, Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2001, jilid keenam, halaman : 194)

Kita lihat bagaimana Allah menata dan mengatur sedemikian rupa agar manusia di muka bumi ini menjadi baik dan sejahtera. Namun sayangnya, mungkin karena kurangnya pengetahuan terhadap aturan yang benar di dalam mengelola zakat, atau faktor lain, hingga seakan zakat tidak begitu mewarnai dalam kehidupan perekonomian kaum Muslimin.

Wallahu a’lam.

[]

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar