Khalifah Umar
Memandikan Unta dan Masuk Islamnya Penasihat Kaisar Byzantium
Maulana Jalaluddin
Rumi dalam masterpricenya, al-Matsnawi, mengisahkan, bahwa pada suatu ketika
seorang penasihat kekaisaran Byzantium dari Constantinople datang untuk
menghadap khalifah Umar di Madinah.
Penasihat itu adalah
seorang filsuf, cendikiawan, dan negarawan terkemuka. Setelah memasuki Madinah,
utusan dari Byzantium itu merasa heran karena tidak melihat adanya istana
kekhalifahan. Ia lalu bertanya kepada salah seorang penduduk Madinah.
“Dimanakah istana
raja kalian?”tanya sang utusan. Orang yang ditanya oleh ksatria Byzantium itu
hanya tersenyum, dan dijawabnya: “Raja kami tidak memiliki istana megah, karena
istana termegahnya adalah hati dan ruhnya sendiri yang senantiasa diterangi
oleh cahaya takwa.”
Utusan kekaisaran
Byzantium itu merasa heran. Ia lalu kembali bertanya. “Lalu dimanakah raja kalian
yang namanya kini tersohor itu, penakluk dua benua, penakluk dua imperium,
Persia dan Byzantium itu?” tanya sang utusan.
“Tidakkah tadi engkau
sadar, di bawah pohon kurma yang baru saja kau lewati itu, seorang lelaki
tengah memandikan dan memberikan makan kepada seekor unta?” kata seorang
penduduk Madinah.
“Mengapa memang?”
tanya sang utusan semakin penasaran.
“Itulah sang khalifah
dambaan kami, Umar ibn Khaththab. Ia tengah memberi makan dan memandikan unta
milik baitul mal, milik anak-anak yatim dan para janda.”
Utusan itu kemudian
tergetar. Ia benar-benar telah melihat sesosok raja besar yang sangat
bersahaja.
“Beritahu aku lebih
jauh lagi perihal orang mulia itu,” kata sang utusan Romawi.
“Bersihkanlah dahulu
hatimu dari kotoran-kotoran duniawi, terangi ia dengan cahaya lentera ketaatan,
barulah kau bisa mengenalnya dengan baik, dan akan melihat kemegahan istana
sang khalifah kami yang berupa ketakwaan, dan kau pun bisa memasuki istana itu bersamanya,”
Utusan itu kemudian
mendekati Umar, dan bertanya mengapa ia melakukan pekerjaan kotor ini,
memandikan unta dan memberinya makan. Tidakkah hal tersebut bisa dilakukan oleh
bawahannya?
Umar berkata: “Ini
adalah tanggung jawabku, tuan. Unta ini adalah milik anak-anak yatim dan para
janda, milik rakyatku yang sepenuhnya menjadi tanggungan dan tanggung jawabku.
Aku takut jika kelak Allah akan menanyakan kepadaku sejauh mana aku memimpin
rakyat-rakyatku, apakah mereka menderita dan merasa diterlantarkan dan tak
diurus olehku ...”
Sang utusan pun kian
terguncang. Ia melihat sosok negarawan ideal yang selama ini digambarkan dalam
kitab Republik Plato itu benar-benar ada di hadapannya. Tak lama
kemudian, sang utusan Byzantium itu pun bersyahadat dan mengikrarkan
keislamannya di hadapan Umar. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar