Antara Mbah Manab
Lirboyo dan Mbah Abbas Buntet
KH Abdullah Abbas dan
KH Abdul Karim (Mbah Manab) adalah tokoh besar dalam sejarah Nahdlatul Ulama.
Kiai Abbas terkenal tak hanya sebagai kiai yang alim tapi juga ‘jadug’ alias
ahli kanuragan asal Buntet, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Sebagai salah satu
murid utama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Kiai Abbas bahkan mendapatkan
kepercayaan sepenuhnya untuk menjadi panglima perang bersejarah bangsa
Indonesia di Surabaya, 10 November 1945. Pertempuran yang sedianya dimulai pada
satu hari sebelumnya, namun oleh Mbah Hasyim diundur sampai menunggu kedatangan
sang macan dari Cirebon, Kiai Abbas Buntet.
Mbah Abbas tercatat
sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah besar bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan melawan penjajah pada 10 November yang hingga kini
diperingati sebagai hari pahlawan.
Beda Mbah Abbas, beda
Mbah Manab Lirboyo. Bila Mbah Abbas dikenal secara luas namanya di hampir
seluruh penjuru Indonesia, Mbah Manab lebih cenderung mastur (tertutupi). Mbah
Manab adalah sosok kiai di balik layar, beliau hampir tidak pernah diberitakan
secara luas di khalayak. Peran beliau lebih banyak terlihat mengasuh para
santri di dalam pesantren. Namun kecintaannya kepada tanah air tidak diragukan
lagi. Terbukti dalam masa-masa menghadapi para penjajah, para santri Lirboyo
asuhan beliau juga banyak yang diutus untuk terlibat perang melawan tentara
sekutu.
Mbah Manab yang
sekarang lebih dikenal dengan nama KH Abdul Karim adalah ulama yang ‘alim
‘allamah (cendekia yang sangat alim). Beliau menguasai ilmu-ilmu agama dalam
berbagai macam fan. Di antara ilmu-ilmu agama yang beliau kuasai, yang paling
tampak dari beliau adalah kepiawannya di bidang ilmu nahwu dan sharaf
(gramatika Arab).
Kepakaran Mbah Manab
di bidang nahwu dan sharaf diakui oleh para ulama besar di bumi Nusantara,
termasuk oleh KH Kholil Bangkalan dan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Bahkan,
ayahanda mendiang Gus Dur yang juga dikenal sebagai pahlawan nasional, KH Abdul
Wahid Hasyim juga berguru kepada Mbah Manab untuk mengaji kitab Alfiyyah Ibnu
Malik, sebuah karya besar Imam Ibnu Malik tentang gramatika Arab yang tidak
asing lagi di kalangan para santri. Menurut riwayat dari cicitnya Mbah Manab,
yaitu KH Ibrahim Ahmad Hafizh, Mbah Wahid Hasyim belajar Alfiyyah kepada Mbah
Manab hanya ditempuh dalam waktu satu minggu.
Banyak kiai-kiai pada
waktu itu merekomendasikan para santri yang berniat mengaji ilmu gramatika Arab
agar belajar langsung kepada Mbah Manab. Kepakaran Mbah Manab di bidang nahwu
dan sharaf sudah tampak sejak beliau mesantren di Bangkalan dan
Tebuireng.
Hadratussyekh KH
Hasyim Asy’ari misalnya, beliau merekomendasikan KH Abbas Buntet untuk
‘sorogan’ mengaji kitab kepada Mbah Manab di Pesantren Lirboyo. Saran dan
petunjuk Mbah Hasyim tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh Mbah Abbas. Kiai
Abbas merasa ‘marem’ (puas) belajar membaca kitab di bawah bimbingan Mbah
Manab. Banyak pelajaran dan ilmu berharga yang didapat Mbah Abbas saat mengaji
kepada Mbah Manab. Kiai Abbas digemleng oleh Mbah Manab di pesantren Lirboyo
hingga menjadi kiai yang alim.
Selepas pulang dari
pesantren Lirboyo, kiai Abbas kembali ke tanah kelahirannya di Cirebon untuk
berkiprah di masyarakat. Kiai Abbas di tanah kelahirannya banyak
merekomendasikan anak-anak muda di Cirebon untuk mesantren di Lirboyo Kediri.
Sejak saat itu, santri-santri asal Cirebon mulai banyak berdatangan di Lirboyo.
Hingga kini Pesantren Lirboyo menjadi salah satu pesantren terbesar di
Nusantara dengan jumlah santri dan alumni yang menyebar di mana-mana. Dan di antara
ribuan santri di Lirboyo, banyak santri yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat.
Hal tersebut tidak lepas dari peran Kiai Abbas mengenalkan sosok kiainya, Mbah
Manab kepada wali santri di Cirebon.
Riwayat tentang Mbah
Hasyim yang menyarankan Mbah Abbas mesantren di Lirboyo juga didapatkan penulis
dari cicitnya Mbah Manab, KH Ibrahim Ahmad Hafizh.
Demikianlah hubungan
antara Kiai Manab dan Kiai Abbas, hubungan antara santri dan kiai yang berjasa
besar melahirkan generasi ulama dan tokoh perjuangan yang bermanfaat untuk
agama, bangsa dan negara. Ketokohan Kiai Abbas Buntet yang begitu terkenal,
tidak lepas dari gemblengan sang kiai ‘mastur’, KH Abdul Karim Lirboyo. Benar
kata para ulama, “Kam min masyhurin bibarakatil mastur (banyak tokoh yang
terkenal berkat sentuhan sosok di balik layar).”
Untuk kedua guru dan
masyayikh kita, KH Abdul Karim dan KH Abdullah Abbas, mari kita hadiahkan
bacaan surat al-Fatihah... []
(M. Mubasysyarum Bih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar