Rabu, 23 Mei 2018

Antara Mbah Manab Lirboyo dan Mbah Abbas Buntet


Antara Mbah Manab Lirboyo dan Mbah Abbas Buntet

KH Abdullah Abbas dan KH Abdul Karim (Mbah Manab) adalah tokoh besar dalam sejarah Nahdlatul Ulama. Kiai Abbas terkenal tak hanya sebagai kiai yang alim tapi juga ‘jadug’ alias ahli kanuragan asal Buntet, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Sebagai salah satu murid utama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Kiai Abbas bahkan mendapatkan kepercayaan sepenuhnya untuk menjadi panglima perang bersejarah bangsa Indonesia di Surabaya, 10 November 1945. Pertempuran yang sedianya dimulai pada satu hari sebelumnya, namun oleh Mbah Hasyim diundur sampai menunggu kedatangan sang macan dari Cirebon, Kiai Abbas Buntet.

Mbah Abbas tercatat sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah besar bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan melawan penjajah pada 10 November yang hingga kini diperingati sebagai hari pahlawan. 

Beda Mbah Abbas, beda Mbah Manab Lirboyo. Bila Mbah Abbas dikenal secara luas namanya di hampir seluruh penjuru Indonesia, Mbah Manab lebih cenderung mastur (tertutupi). Mbah Manab adalah sosok kiai di balik layar, beliau hampir tidak pernah diberitakan secara luas di khalayak. Peran beliau lebih banyak terlihat mengasuh para santri di dalam pesantren. Namun kecintaannya kepada tanah air tidak diragukan lagi. Terbukti dalam masa-masa menghadapi para penjajah, para santri Lirboyo asuhan beliau juga banyak yang diutus untuk terlibat perang melawan tentara sekutu. 

Mbah Manab yang sekarang lebih dikenal dengan nama KH Abdul Karim adalah ulama yang ‘alim ‘allamah (cendekia yang sangat alim). Beliau menguasai ilmu-ilmu agama dalam berbagai macam fan. Di antara ilmu-ilmu agama yang beliau kuasai, yang paling tampak dari beliau adalah kepiawannya di bidang ilmu nahwu dan sharaf (gramatika Arab).

Kepakaran Mbah Manab di bidang nahwu dan sharaf diakui oleh para ulama besar di bumi Nusantara, termasuk oleh KH Kholil Bangkalan dan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Bahkan, ayahanda mendiang Gus Dur yang juga dikenal sebagai pahlawan nasional, KH Abdul Wahid Hasyim juga berguru kepada Mbah Manab untuk mengaji kitab Alfiyyah Ibnu Malik, sebuah karya besar Imam Ibnu Malik tentang gramatika Arab yang tidak asing lagi di kalangan para santri. Menurut riwayat dari cicitnya Mbah Manab, yaitu KH Ibrahim Ahmad Hafizh, Mbah Wahid Hasyim belajar Alfiyyah kepada Mbah Manab hanya ditempuh dalam waktu satu minggu.

Banyak kiai-kiai pada waktu itu merekomendasikan para santri yang berniat mengaji ilmu gramatika Arab agar belajar langsung kepada Mbah Manab. Kepakaran Mbah Manab di bidang nahwu dan sharaf sudah tampak sejak beliau mesantren di Bangkalan dan Tebuireng. 

Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari misalnya, beliau merekomendasikan KH Abbas Buntet untuk ‘sorogan’ mengaji kitab kepada Mbah Manab di Pesantren Lirboyo. Saran dan petunjuk Mbah Hasyim tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh Mbah Abbas. Kiai Abbas merasa ‘marem’ (puas) belajar membaca kitab di bawah bimbingan Mbah Manab. Banyak pelajaran dan ilmu berharga yang didapat Mbah Abbas saat mengaji kepada Mbah Manab. Kiai Abbas digemleng oleh Mbah Manab di pesantren Lirboyo hingga menjadi kiai yang alim.

Selepas pulang dari pesantren Lirboyo, kiai Abbas kembali ke tanah kelahirannya di Cirebon untuk berkiprah di masyarakat. Kiai Abbas di tanah kelahirannya banyak merekomendasikan anak-anak muda di Cirebon untuk mesantren di Lirboyo Kediri. Sejak saat itu, santri-santri asal Cirebon mulai banyak berdatangan di Lirboyo. Hingga kini Pesantren Lirboyo menjadi salah satu pesantren terbesar di Nusantara dengan jumlah santri dan alumni yang menyebar di mana-mana. Dan di antara ribuan santri di Lirboyo, banyak santri yang berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Hal tersebut tidak lepas dari peran Kiai Abbas mengenalkan sosok kiainya, Mbah Manab kepada wali santri di Cirebon.

Riwayat tentang Mbah Hasyim yang menyarankan Mbah Abbas mesantren di Lirboyo juga didapatkan penulis dari cicitnya Mbah Manab, KH Ibrahim Ahmad Hafizh.

Demikianlah hubungan antara Kiai Manab dan Kiai Abbas, hubungan antara santri dan kiai yang berjasa besar melahirkan generasi ulama dan tokoh perjuangan yang bermanfaat untuk agama, bangsa dan negara. Ketokohan Kiai Abbas Buntet yang begitu terkenal, tidak lepas dari gemblengan sang kiai ‘mastur’, KH Abdul Karim Lirboyo. Benar kata para ulama, “Kam min masyhurin bibarakatil mastur (banyak tokoh yang terkenal berkat sentuhan sosok di balik layar).”

Untuk kedua guru dan masyayikh kita, KH Abdul Karim dan KH Abdullah Abbas, mari kita hadiahkan bacaan surat al-Fatihah... []

(M. Mubasysyarum Bih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar