Beberapa Hal yang Membuat Seseorang
Wajib Zakat
Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ آخُذَ الصَّدَقَةَ مِنْ أَغْنِيَائِكُمْ فَأَرُدَّهَا فِي فُقَرَائِكُمْ
“Aku diperintahkan mengambil zakat dari
orang-orang kaya kalian kemudian aku berikan kepada orang-orang faqir dari
kalian” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits ini ditegaskan bahwa orang kaya
wajib membayar zakat yang kemudian diberikan kepada orang-orang fakir. Namun
tidak semua orang kaya wajib membayar zakat. Lalu siapa saja orang kaya yang
wajib membayar zakat? Berikut ini penjelasan terkait orang-orang yang wajib
membayar zakat.
Zakat hanya wajib dibayar oleh orang-orang yang
memenuhi kriteria wajib zakat. Di dalam kitab Syarh al-Yaqut an-Nafis fi Mazhab
Ibn Idris (asy-Syafi’i) Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri berkata:
شروط وجوب
زكاة المال خمسة : الإسلام، والحرية، وتمام الملك، والتعين، وتيقن الوجود
“Syarat-syarat wajib zakat ada lima, yaitu
Islam, merdeka, kepemilikan sempurna, pemiliknya tertentu, sang pemilik wujud
secara yakin.”(Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut
an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj, cetakan ketiga tahun 2011, halaman : 260)
Dalam kitab tersebut ditegaskan bahwa syarat
wajib zakat ada lima.
1. Islam. Maka zakat tidak wajib bagi orang
kafir sejak lahir. Walaupun demikian, akan tetapi orang kafir kelak di akhirat
tetap diberi siksaan sebab tidak membayar zakat. (Lihat Habib Muhammad bin
Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj,
cetakan ketiga, tahun 2011, halaman 259).
Sedangkan untuk orang murtad, status hartanya
ditangguhkan hingga ia kembali Islam. Jika sampai meninggal dunia tidak kembali
Islam, maka status hartanya adalah harta fai’ (harta yang diperoleh pemerintah
Muslim dari orang kafir bukan melalui peperangan) dan jelaslah bahwa sebenarnya
kepemilikannya telah hilang sejak ia murtad. Jika kembali Islam, maka dia
dituntut untuk mengeluarkan (melunasi utang) zakat selama masa murtadnya.
(Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats
an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 397)
2. Merdeka. Zakat tidak wajib bagi budak.
Adapun budak Muba’ad (sebagian dirinya berstatus merdeka dan sebagian yang lain
berstatus budak), maka wajib mengeluarkan zakat dari harta yang ia miliki
dengan status merdeka yang terdapat pada dirinya. (Habib Hasan bin Ahmad
al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama,
2013, halaman 397)
3. Kepemilikan harta berstatus tertentu. Tidak
wajib mengeluarkan zakat dari harta yang diwakafkan kepada jihah ammah seperti
diwakafkan pada para faqir miskin. Sedangkan harta yang diwakafkan kepada orang
tertentu seperti pohon kurma yang diwakafkan kepada Zaid, maka hasilnya harus
dizakati jika mencapai satu nishab. (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf,
Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013,
halaman 397)
4. Kepemilikannya sempurna. Maksudnya dimiliki
dengan sempurna. Maka zakat tidak wajib bagi budak mukattab (budak yang
mencicil kepada majikannya agar bebas dari status budak) karena status
kepemilikannya lemah.
5. Sang pemilik wujud secara yakin. artinya,
zakat tidak wajib dikeluarkan dari harta yang diwakafkan kepada janin yang
masih berada dalam kandungan karena tidak diyakini wujudnya/hidupnya. (Habib
Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi,
cetakan pertama, 2013, halaman 397)
Itulah lima kriteria yang menyebabkan seseorang
wajib membayar zakat. Sedangkan baligh dan berakal bukanlah termasuk dari
syarat wajib zakat. Sehingga, hartanya anak kecil atau orang gila yang sudah
mencapai nishab wajib dizakati. Adapun yang mengeluarkan zakat dari harta
keduanya adalah walinya. (Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah,
Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman 397)
Adapun orang yang memiliki tanggungan utang,
para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat yang kuat dalam mazhab Syafi’i,
tanggungan utang walaupun banyak tidak dapat mencegah kewajiban zakat.
Sedangkan menurut mazhab Hanbali, kewajiban zakat gugur ketika seseorang
memiliki utang yang tidak bisa terlunasi kecuali dengan harta yang dizakati; tidak
ada harta lain di luar kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) yang bisa
digunakan untuk melunasinya; atau jika pelunasan utang tersebut dilakukan bisa
mengurangi ukuran nishab. Ketentuan ini berlakuu baik utang tersebut telah
jatuh tempo ataupun belum. (Manshur bin Yunus al-Bahuti, Kasyaf al-Qina’,
Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2003, jilid 2 halaman 202)
Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar