KHOTBAH JUM'AT
Tiga Cara Allah Memuliakan Bulan Sya’ban
Khutbah I
الحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ
الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا
الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ.
أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ
الطَّاعَاتِ. فَقَدْ
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ
الزَّادِ التَّقْوَىٰ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Secara bahasa, sya'ban berasal dari kata syi'ab
yang artinya jalan di atas gunung. Makna ini selaras dengan posisi bulan
Sya’ban yang menyongsong bulan Ramadhan. Hal ini merupakan kiasan bahwa bulan
kedelapan dalam kalender Hijriyah tersebut merupakan momen tepat untuk menapaki
jalan kebaikan secara lebih intensif, mempersiapkan diri menyambut bulan paling
mulia, yakni Ramadhan.
Posisi bulan Sya’ban yang terletak di antara
Rajab dan Ramadhan seringkali kurang mendapat perhatian lebih dibanding dua
bulan mulia yang menghimpitnya itu. Pada Rajab, keutamaan-keutamaan seputar
puasa dan amalan lainnya kerap kita dengar. Di bulan Rajab pula kita mengenang
peristiwa dahsyat yang dialami Rasulullah: Isra’ Mi’raj. Bulan Ramadhan lebih
hebat lagi. Orang-orang seakan-akan menjadi manusia baru, berburu fadhilah dan
pahala berlipat di bulan suci ini. Tidak demikian dengan Sya’ban. Dalam hadits
riwayat Abu Dawud dan Nasai, Nabi menyebut Sya’ban sebagai bulan yang biasa
dilupakan umat manusia.
Dilupakan bukan berarti terhina. Ia diabaikan
manusia karena manusianya sendiri yang kurang menyadari kemuliaan bulan
Sya’ban, bukan akibat bulan Sya’ban itu sendiri tidak mulia. Sikap ini biasanya
hanya terjadi di kalangan awam atau orang-orang yang secara ruhani belum
mendekat kepada Allah. Para salafus shalih memberi perhatian lebih pada
bulan ini dengan beragam kegiatan ibadah, utamanya pada momen nisfu Sya’ban
(pertengahan bulan Sya’ban).
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Bukti dari mulianya bulan Sya’ban, bisa kita
lihat dari sejumlah peristiwa penting bersejarah di dalamnya.
Peristiwa-peristiwa ini bisa dipandang bukan semata sebagai fakta historis tapi
juga pertanda bahwa Allah memberikan perhatian spesial terhadap bulan
ini.
Pertama, pada bulan Sya’ban
Allah menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana yang
tercantum dalam Surat al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya, “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Mayoritas ulama, khususnya dari kalangan
mufassir, sepakat bahwa ayat ini turun di bulan Sya’ban. Secara bahasa,
shalawat berakar dari kata shalât yang berarti doa. Dalam ayat tersebut ada
tiga shalawat: shalawat yang disampaikan Allah, shalawat yang disampaikan
malaikat, dan (perintah) shalawat yang disampaikan umat Rasulullah ﷺ.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya—mengutip
pernyataan Imam Bukhari—menjelaskan bahwa “Allah bershalawat” bermakna Dia
memuji Nabi, “Malaikat bershalawat” berarti mereka sedang berdoa, sementara
“manusia bershalawat” selaras dengan pengertian mengharap berkah.
Ayat tersebut menjadi bukti kedudukan
Rasulullah yang tinggi. Kemuliaan dan rahmat dilimpahkan langsung oleh Allah
kepada beliau, malaikat-malaikat suci terlibat dalam merapalkan doa-doa, dan
seluruh kaum beriman pun diperintah untuk mengucapkan shalawat kepadanya.
Wajar sekali bila Syekh Abdul Qadir
al-Jailani dalam menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak shalawat di bulan
Sya’ban, di samping bergegas membersihkan diri atau bertobat dari
kesalahan-kesalahan yang sudah lewat guna menyambut Ramadhan dengan hati yang
bersih.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Kedua, bulan Sya’ban
merupakan saat diturunkannya kewajiban berpuasa bagi umat Islam. Imam Abu
Zakariya an-Nawawi dalam al-Majmû‘ Syarah Muhadzdzab menjelaskan bahwa
Rasululah menunaikan puasa Ramadhan selama sembilan tahun selama hidup, dimulai
dari tahun kedua hijriyah setelah kewajiban berpuasa tersebut turun pada bulan
Sya'ban.
Puasa merupakan kegiatan penting guna meredam
nafsu yang sering menuntut dimanjakan. Melalui puasa, manusia ditempa secara
ruhani untuk menahan berbagai godaan duniawi, bahkan untuk hal-hal yang dalam
kondisi normal (tak berpuasa) halal. Menahan diri dari hal-hal halal seperti
makan, minum, berhubungan dengan istri, menjadi sinyal kuat bahwa sesungguhnya
ada yang lebih penting dari kenikmatan dunia yang fana ini, yakni kenikmatan
Akhirat, berjumpa dengan Allah subhanahu wata’ala.
Bulan Ramadhan merupakan bulan paling mulia
di antara bulan-bulan lainnya. Artinya, Sya’ban merekam sejarah penting
“diresmikannya” kemuliaan Ramadhan dengan difardhukannya puasa bagi kaum
mukminin selama sebulan penuh. Sya’ban menjadi tonggak menyambut bula suci
sebagai anugerah besar dari Allah yang melipatgandakan pahala segala amal
kebaikan di bulan Ramadhan.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Ketiga, bulan Sya’ban juga
menjadi sejarah dimulainya Ka’bah menjadi kiblat umat Islam yang sebelumnya
adalah Masjidil Aqsha. Peristiwa peralihan kiblat ini ditandai dengan turunnya
ayat 144 dalam Surat al-Baqarah:
قَدْ
نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Artinya: “Sungguh Kami melihat wajahmu kerap
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Saat menfsirkan ayat ini, Al-Qurthubi dalam
kitab Al-Jami’ li Ahkâmil Qur’an dengan mengutip pendapat Abu Hatim
Al-Basti mengatakan bahwa Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk mengalihkan
kiblat pada malam Selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam nisfu
Sya’ban.
Kiblat menjadi simbol tauhid karena seluruh
umat Islam menghadap pada satu tujuan. Beralihnya kiblat dari Masjidil Aqsha ke
Masjidil Haram juga menegaskan bahwa Allah tak terikat dengan waktu dan tempat.
Hal ini ditunjukkan dengan sejarah perubahan ketetapan kiblat yang tidak mutlak
dalam satu arah saja. Umat Islam tidak sedang menyembah Ka’bah ataupun Masjidil
Aqsha melainkan Allah subhanahu wata’ala.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang
tidak menyia-nyiakan bulan Sya’ban, meski di tengah kesibukan duniawi yang luar
biasa. Al-faqir mengajak kepada jamaah sekalian untuk menyisihkan waktu untuk
meningkatkan kedekatan kita kepada Allah, melalui kontemplasi, dzikir, dan amal
kebaikan, lebih-lebih di bulan mulia ini. Wallahu a’lam.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar