Dua Jenis Zakat yang Wajib
Ditunaikan
Di depan telah dijelaskan dasar-dasar kewajiban zakat. Di dalam fiqih, zakat wajib dibagi menjadi
dua macam. Pertama, zakat nafs (badan) atau yang lebih dikenal dengan zakat
fitrah. Dalam suatu hadits disebutkan:
فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ
رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى
كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِينَ
“Baginda Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam
mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan kepada manusia yaitu satu sha’ dari
kurma atau satu sha’ dari gandum kepada setiap orang merdeka, budak laki-laki
atau orang perempuan dari kaum Muslimin.” (HR. Bukhari Muslim)
Dengan demikian, zakat fitrah ditunaikan dalam
bentuk bahan makanan pokok di daerah setempat. Dalam konteks Indonesia,
satu sha’ setara dengan sekitar dua setengah kilogram beras per orang (ada yang
berpendapat 2,7 kilogram).
Kedua, zakal mal. Secara umum aset zakat mal
meliputi hewan ternak, emas dan perak, bahan makanan pokok, buah-buahan, dan
mal tijarah (aset perdagangan). Syekh an-Nawawi Banten berkata:
وزكاة مال
وهي واجبة في ثمانية أصناف من أجناس المال وهي الذهب والفضة والزروع والنخل والعنب
والإبل والبقر والغنم -- إلى أن قال-- وأما عروض التجارة فهي ترجع للذهب والفضة
لأن زكاتها تتعلق بقيمتها، وهي إنما تكون منهما
“Zakat mal wajib di dalam delapan jenis harta.
Yaitu, emas, perak, hasil pertanian (bahan makanan pokok), kurma, anggur, unta,
sapi, kambing ... Sedangkan aset perdagangan dikembalikan pada golongan emas
dan perak karena zakatnya terkait dengan kalkulasinya dan kalkulasinya tidak
lain dengan menggunakan emas dan perak.”(Syekh an-Nawawi Banten, Nihayatz Zain,
Surabaya, al-Haramain, cetakan pertama, halaman: 168)
Namun kemudian menurut beberapa ulama
kotemporer, aset zakat juga memasukkan uang (bank note/al-auraq al-maliyah),
hasil profesi, atau hadiah yang diterima oleh seseorang sebagaimana yang
dijelaskan oleh Syekh Wahbah az-Zuhaili di dalam al-Fiqh al-Islami, Syekh Yusuf
al-Qardawi di dalam Fiqhuz Zakah, Syekh Abdurrahman al-Juzairi di dalam al-Fiqh
‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, dan yang lainnya. Pendapat ini berpedoman pada
beberapa riwayat ulama, di antaranya:
1. Riwayat dari Ibn Abbas
عن ابن
عباس في الرجل يستفيد المال قال يزكيه حين يستفيد
“Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas tentang seseorang
yang memperoleh harta, (lalu) Ibn ‘Abbas berkata: ‘(Hendaknya) ia menzakatinya
pada saat memperolehnya.’.” (HR. Ahmad ibn Hanbal)
2. Riwayat dari Ibn Mas’ud
عن هبيرة
بن يريم قال: كان عبد الله ابن مسعود يعطينا العطاء في زبل صغارثم يأخذ منها زكاة
“Diriwayatkan dari Habirah ibn Yarim, ia
berkata: ‘Abdullah ibn Mas’ud memberi kami suatu pemberian di dalam keranjang
kecil, kemudian beliau mengambil zakat dari pemberian-pemberian tersebut.” (HR.
Abu Ishaq dan Sufyan ats-Tsauri)
3. Riwayat dari Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz
ذكر أبو
عبيد أنه كان إذا أعطى الرجل عُمَالته أخذ منها الزكاة، وإذا رد المظالم أخذ منها
الزكاة، وكان يأخذ الزكاة من الأعطية إذا خرجت لأصحابها
“Abu ‘Ubaid menyebutkan bahwa sesungguhnya Umar
ibn ‘Abdul ‘Aziz memberi upah seorang pekerja, maka beliau mengambil zakat
darinya, ketika mengembalikan madhalim (harta yang diambil secara zalim), maka
beliau mengambil zakat darinya, dan beliau mengambil zakat dari ‘athiyah
(pemberian-pemberian) saat dibagikan pada pemiliknya.” (Yusuf al-Qardawi,
Fiqhuz Zakah, Beirut, Dar al-Fikr, jilid I, halaman: 431)
Begitulah sekilas penjelasan global tentang
pembagian zakat yang wajib dibayarkan. Insyaallah, selanjutnya akan dijelaskan
lebih detail dan terperinci terkait satu persatu harta yang wajib dizakati.
Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar